BUDIDAYA
TANAMAN NILAM
(PROGESTEMON
CABLIN BENT)
Oleh
:
NAMA :
NUR SETYO
NIM :
132001607
KELAS :
6 B
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN
FARMING SEMARANG
Jl. Pawiyatan Luhur IV/ 15 Bendan Duwur, Semarang
50235
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan kesehatan jasmani dan rohani, sehingga saya bisa
menyelesaikan makalah dengan judul Budidaya Nilam (Pogestemon Cablin Bent).
Makalah ini disusun bertujuan untuk dasar usulan penelitian
makalah S1 Program Agribisnis Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Farming Semarang tahun
2017 dan menambah informasi tentang Budaya Tanaman Nilam (Progestemon Cablin
Bent), makalah ini juga diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan
kepada yang membacanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah
ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya dapat membangun untuk kesempurnaan makalah ini
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihah yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak,
Semarang, Mei 2017
Penulis
|
DAFTAR ISI
Motto........................................................................................................................ i
Kata
Pengantar......................................................................................................... ii
Daftar
Isi................................................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................. 1
B.
Syarat Tumbuh............................................................................................. 2
C.
Jenis Nilam................................................................................................... 4
BAB II PEMBIBITAN NILAM.......................................................................... 7
A.
Syarat Tanaman Induk Untuk
Bibit............................................................. 7
B.
Persemian Nilam.......................................................................................... 8
BAB III METODE
BERCOCOK TANAM.................................................... 10
A.
Metode Bercocok Tanam .......................................................................... 10
B.
Pemeliharaan Tanaman............................................................................... 11
C.
Pengendalian Hama dan
Penyakit............................................................. 13
BAB IV PENYULINGAN................................................................................. 26
A.
Tahapan Pengolahan ................................................................................. 26
B.
Panen.......................................................................................................... 27
C.
Pengeringan................................................................................................ 28
D.
Penyulingan Nilam .................................................................................... 29
E.
Pengemasan................................................................................................ 34
F.
Penyimpanan.............................................................................................. 35
G.
Standart Mutu Minyak Nilam.................................................................... 35
BAB V PENUTUP............................................................................................. 38
A.
Kesimpulan ............................................................................................... 38
B.
Saran.......................................................................................................... 40
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanaman
Nilam (Progestremon Cablin Bent) yaitu kelompok tanaman penghasil minyak
atsiri, mempunyai prospek yang baik karena di samping harganya tinggi, juga
sampai saat ini minyaknya belum dapat dibuat dalam bentuk sistensi. Minyak nilam
memberikan sumbangan sangat besar dalam penghasilan devisa negara di antara
minyak atsiri lainnya. namun produksi minyak nilam di Indonesia masih terbatas dan
produksinya belum optimal. minyak nilam merupakan komonditi ekspor non migas.
Minyak nilam ini sudah popular di kaca internasional namun hal ini belum
terkenal di Indonesia dan masih sedikit yang menanam atau berkebun nilam,
padahal minyak nilam ini merupakan prospek bisnis yang menjanjikan karena di
tingkat internasional minyak nilam ini di minta oleh beberapa negara. kebutuhan
dunia akan minyak atsiri yang berasal dari tanaman nilam saat ini berkisar 600-800
ton/tahun. sebagaian besar kebutuhan ini disuplai dari Indonesia. minyak nilam
oleh negara konsumen digunakan sebagai bahan pengikat dalam industri minyak
wangi (parfum) atau dalam industri kosmetik lainnya. nilam biasanya diekspor
dalam bentuk minyak atsiri kasar atau yang telah di murnikan. negara tujuan
ekspor nilam antara lain adalah Singapura, Amerika Serikat dan Spanyol.
Di
Indonesia daerah sentra produksi tanaman nilam terdapat di Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Dan Nangro Aceh Darusalam, kemudian
berkembang di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah
dan daerah lainnya.
B. Syarat Tumbuh
1) Iklim
§ Garis lintang 20°
ls - 20° lu
§ Tinggi tempat 200 – 600 m dpl
§ Curah hujan 2.000 – 3.500 mm/th.
§ Bulan kering ( CH < 60 mm/bln) 3
bulan
§ Suhu maksimal 30 – 32°
C, minimal 18 – 21° C. dengan suhu optimal 27°C
§ Kecepatan angina : bukan daerah
angina kencang
2) Tanah
·
Lahan sawah, tegalan/ pekarangan atau tanah
hutan yang baru dibuka.
·
Jenis tanah regosol, latosol merah atau
dan Aluviall
·
Struktur gembur dan solum yang dalam,
subur dan banyak mengandung bahan organis
·
Tekstur tanah lempung berpasir atau
lempung berdebu
·
Air tanah dalam dan berdrainase baik
·
PH 6-7,0
3)
Kriteria
Kesesuaian
Parameter
|
Tingkat kesesuaian
|
|||
Sangat sesuai
|
Sesuai
|
Kurang sesuai
|
Tidak sesuai
|
|
Ketinggian
(m, dpl)
Tanah
1.Jenis
tanah
2.Drainase
3.Tekstur
4.Kedalaman
air
5.pH
6.C-Organik
(%)
7.P203
(ppm)
8.K20
(me/100g)
9.KTK
(me/100g)
|
100-400
Andosol,
Latosol
Baik
Lempung
>100
5.5-7
2-3
16-25
>
1.0
>
17
|
0-700
Regosol,
podsolik
Baik
Liat
berpasir
75-100
5-5.5
3-5
10-15
0.6-1.0
5-16
|
>
700
Lainnya
Agak
baik
Lainnya
50-75
4.5-5
<
1
>
25
0.2-0.4
<
5
|
>
700
Lainnya
Terhambat
Pasir
<
50
<
4.5
-
-
-
-
|
Iklim
1.Curah
hujan (mm)
2.HH/
tahun
3.Bln
basah/ tahun
4.Kelembaban udara %
5.Terperatur
0c
6.Intensitas
cahaya
|
2.300-3.000
190-200
10-11
80-90
22-23
75-100
|
1.750-2.300
(3000-3.500)
170-180
9-10
70-80
24-25
-
|
(1.200-1.750)
(>
3500)
<
100
<
9
<
60
>
25
|
<
1.200
(>
3.500)
-
<8
<50
-
-
|
C. Jenis Nilam
Ada
beberapa sub-varietas tanaman nilam di Aceh. Yang paling utama adalah nilam Tapaktuan
di Aceh Selatan, nilam Lhoksumawe (Aceh Utara), dan nilam Sidikalang (Aceh
Tamiang). Mereka masing-masing memiliki karakteristik fisik dan kandungan
kimiawi yang berbeda. Nilam Tapaktuan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi,
batang berwarna hijau dengan sedikit warna ungu. Nilam Lhokseumawe juga memiliki daya adaptasi yang tinggi dan
warna batang ungu. Varietas Sidikalang memiliki daya adaptasi yang tinggi dan
batang ungu gelap. Tingkat PA dari varietas ini beragam : yaitu Tapaktuan
(28.69-35.90%), Lhokseumawe (29.11-34.46%) dan Sidikalang (30.21-35.20%).
Ada
beberapa varietas daun nilam yang sangat potensial untuk diambil minyak atsiri,
yaitu :
a) Pogostemon cablin, Benth.
1.
Biasa terdapat di Filipina, Brazilia, Paraguai,
Madagaskar dan Indonesia.
2.
Daunnya agak membulat seperti jantung
3.
Bagian bawah daun terdapat bulu-bulu rambut sehingga
warnanya pucat.
4.
Jarang sekali berbunga
5.
Kadar minyak 2.5-5% dan komposisinya bagus
6.
Kualitas minyaknya sangat tinggi
b) Pogostemon heyneanus,
Benth.
1.
Tumbuh secara liar di pekarangan-pekarangan rumah.
2.
Disebut nilam hutan atau nilam Jawa
3.
Daunnya lebih tipis dari pada Pogostemon cablin, ujung
daun agak runcing.
4.
Nilam ini berbunga
5.
Kadar minyak 0.5 – 1.5 % dari berat daun kering,
komposisi minyak jelek
c) Pogostemon hortensis, Backer.
1.
Nilam ini digunakan sebagai sabun.
2.
Daun tipis, ujungnya agak runcing dan tidak berbunga
3.
Kadar minyaknya rendah 0.5-1.5% dari berat daun
kering, komposisinya jelek
Diantara ketiga jenis nilam tersebut yang
banyak dibudidayakan yaitu P. Cablin Benth (nilam Aceh), karena kadar dan
kualitas minyaknya lebih tinggi dari varietas lainnya.
Nilam Aceh diperkirakan daerah asalnya
Filipina atau Semenanjung Malaya. Setelah sekian lama berkembang di Indonesia,
tidak tertutup kemungkinan terjadi perubahan-perubahan dari sifat dasarnya.
Dari hasil eksplorasi ditemukan bermacam-macam tipe yang berbeda baik
karakteristik morfologinya, kandungan minyak, sifat kimia minyak dan sifat
ketahanannya terhadap penyakit dan kekeringan. Nilam Aceh berkadar minyak
tinggi (> 2.5%) sedangkan nilam Jawa rendah (< 2%).
Disamping nilam Aceh, dibeberapa daerah di
Jawa Tengah dan Jawa Timur petani mengusahakan juga nilam Jawa. Nilam Jawa
berasal dari India, disebut juga nilam kembang karena dapat berbunga. Ciri-ciri
spesifik yang dapat membedakan nilam Jawa dan nilam Aceh secara visual yaitu
pada daunnya. Permukaan daun nilam Aceh halus sedangkan nila Jawa kasar. Tepi
daun nilam Aceh bergerigi tumpul, pada nilam Jawa bergerigi runcing, ujung daun
nilam Aceh runcing, nilam Jawa meruncing. Nilam Jawa lebih toleran terhadap
nematoda dan penyakit layu bakteri dibandingkan nilam Aceh, karena antara lain
disebabkan oleh kandungan fenol dan ligninnya lebih tinggi daripada nilam Aceh.
BAB II
PEMBIBITAN NILAM
A.
Syarat Tanaman Induk untuk Bibit
Penggunaan bibit unggul yang
sehat dan dapat disediakan terus menerus diperlukan untuk budidaya nilam yang
berkelanjutan. Saat ini ada 3 klon nilam dari wilayah Aceh (Sidikalang,
Lhokseumawe dan Tapak Tuan) memiliki kadar minyak dan mutu yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan klon lain dengan rendemen berkisar antara 2-4% dan
kadar PA berkisar antara 32-33%. Namun demikian, upaya untuk meningkatkan
produktifitas tanaman, rendemen dan mutu minyak nilam melalui pengembangan
bibit unggul yang sehat perlu dilakukan. Bibit biasanya dibeli dari daerah
sentra produksi nilam lain. Selama ini penggunaan bibit nilam tidak
diperhatikan keunggulan tanaman,
besarnya rendemen minyak, ketahanannya terhadap hama dan penyakit. Sehingga
kadar pachoully alkohol yang diperoleh rata-rata rendah kurang dari 30%.
Tanaman nilam pada umumnya
dikembangkan secara vegetatif yak ni
dengan menggunakan cabang-cabang tanaman nilam yang telah dipotong-potong.
Untuk mendapatkan bibit nilam yang baik, maka harus diperhatikan beberapa
kriteria pembibitan maupun tempat persemaiannya. Agar diperoleh stek bibit yang
baik maka perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Tanaman
induk harus sehat, bebas dari hama dan penyakit
2. Tanaman
induk harus berumur 6-12 bulan dan harus dipilih cabang-cabang yang muda dan
sudah berkayu serta mempunyai ruas-ruas pendek.
3. Piasau
pemotong harus tajam, bersih dan steril, waktu pemotongan pada pagi hari dan
cara memotong dibawah atau diatas buku.
4. Panjang
stek antara 20-30 cm, dan mempunyai 3-4 mata tunas, sehingga satu tanaman induk
dapat diperoleh sekitar 40-60 stek bibit
5. Stek
harus segera disemaikan sebelum layu dan mengering.
6. Kebutuhan
stek untuk bibit sekitar 40.000-50.000 stek/ha atau sekitar 1.5-2 ton/ ha.
B.
Pesemaian
Nilam
Bahan tanaman (stek) menggunakan
varietas unggul, dari sumber benih yang jelas, bebas hama dan penyakit, kekar
dengan daun yang segar, perbanyakan dengan cara vegetatip melalui stek batang/
cabang yang sudah mengayu, tidak terlalu muda, disemai didalam polibag, umur
3-4 minggu tanaman sudah mempunyai cukup akar.
Stek bibit nilam yang ditanam langsung
dikebun tingkat kematiannya lebih tinggi dibandingkan di pesemaian. Untuk itu
dianjurkan agar dilaksanakan pesemaian lebih dahulu sebelum ditanam dilapangan,
hal ini untuk mneghindari kematian stek
bibit sekaligus mempermudah perakarannya. Ada 2 (dua) cara pesemaian bibit
nilam yaitu :
Pesemaian di Bedengan
a. Lahan
pesemaian harus gembur dan subur serta datar
b. Dekat
dengan sumber air atau mata air
c. Bedengan
dibuat dengan ukuran lebar 80-120cm, tinggi 25-30 cm, panjang tergantung
kondisi lapangan
d. Ukuran
tanah dan pasir dengan perbandingan 2 : 1, bagian atas bedengan diberi pupuk
kandang atau kompos secara merata.
e. Penanaman
stek bibit dilakukan pada sore hari dengan jarak tanam 10 x 10 cm, dengan
posisi miring ±
450.
f. Penyiangan
dan penyiraman harus selalu dilakukan.
g. Setelah
2-3 minggu akan nampak tunas-tunas muda yang tumbuh, tunas akan tumbuh lebih
cepat dari pada akar.
h. Setelah
4-5 minggu tunas dan akar akan tumbuh merata dan sudah siap untuk dipindahkan.
Pesemaian di Kantong
Plastik
a. Polybag
yang digunakan berukuran 8 x 12cm x 0.05 mm dengan dilubangi agar mendapatkan
sirkulasi udara dan air yang baik
b. Campuran
tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1, dimasukkan ke polybag sebanyak
¾.
c. Dari
volume polybag, dibiarkan selama 4-5 hari baru kemudian dipindahkan ke
bedengan.
d. Selanjutnya
stek ditanamkan kedalam tanah polybag pada sore hari dengan sudut kemiringan 45
0.
e. Pada
umur 2-3 minggu biasanya sudah tumbuh tunas-tunas baru, oleh karena itu pada
umur 4 minggu naungan sudah dapat disingkirkan dan stek sudah siap di tanam
dilapangan.
f. Perawatan,
penyiraman dan penyiangan gulma dilakukan sesuai kondisi bedengan.
BAB III
METODE BERCOCOK TANAM
A.
Metode
Bercocok Tanam
Pengolahan tanah dengan pencangkulan
untuk tanaman nilam dilaksanakan 1-2 bulan sebelum tanam dengan kedalaman olah ±
30 cm. tujuannya pengolahan tanah selain untuk mendapatkan kondisi tanah yang
gembur atau remah, sekaligus untuk membersihkan gulma. Setelah tanah diolah
kemudian dibuat bedengan dengan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 1-1.5 meter dan
panjang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Jarak antara bedengan satu dengan
lainnya berkisar antara 40-50 cm.
Setelah dibentuk bedengan dibiarkan selama
2 minggu, kemudian dicangkul lagi sampai terbentuk gumpalan-gumpalan tanah yang halus. Bersamaan dengan
pencangkulan kedua sekaligus diberikan pupuk organis (pupuk kandang yang sudah
matang). Kebutuhan pupuk organik 10-20 ton/ha tergantung kandungan bahan
organis pada tanah setempat. Setelah diberi pupuk organik dibiarkan lagi
kira-kira 2 (dua) minggu. Satu minggu menjelang tanam buatlah lubang tanam
dengan ukuran 15 x 15 x 15 cm, dengan jarak tanam 40 x 40 cm atau 40 x 50 cm
atau 50 x 50 cm.
1.
Cara
Penanaman
Musim merupakan faktor penentu
keberhasilan tanaman nilam, waktu tanam yang paling baik adalah pada permulaan
musim hujan. Satu lubang tanam bisa
diisi 1 – 2 stek, penanaman jangan terlalu dangkal sebab tanaman bisa
mudah roboh, yang baik adalah dua buku yang ditanam.
Penanaman nilam secara monokultur pada
daerah tertentu memberikan produksi dan pendapatan yang tinggi tapi juga bisa
sebaliknya. Apabila ditanam dengan sistem tumpangsari akan memberikan beberapa
keuntungan antara lain :
·
Menekan biaya pemeliharaan
·
Mengurangi resiko kegagalan akibat
fluktuasi harga.
·
Meningkatnya produktifitas tanah.
2.
Metode
Bercocok Tanam
·
Dataran rendah yang tanahnya subur 100 x
100 cm, tanah yang kandungan liatnya tinggi 50 x 100 cm.
·
Pada tanah lipatit, 75 x 75 cm
·
Tanah berbukit dengan mengikuti garis
contour 50 x 100 cm atau 30 x 100 cm
B.
Pemeliharaan
Tanaman
1)
Penyulaman
Segera
dilakukan penyulaman sekitar 3 minggu setelah tanaman bagian tanaman yang mati,
layu dan kurang segar. Agar bibit sulaman tidak tertinggal jauh dengan tanaman
yang lain maka bibit sulaman diambilkan dari pesemaian yang telah dipersiapkan.
Tujuan penyulaman adalah untuk menjaga produktivitas lahan sehingga diharapkan
produksinya tidak berkurang jauh dari estimasi yang telah dianalisis.
2)
Penyiraman
Pada masa pertumbuhan, tanaman
nilam membutuhkan pengairan yang cukup, kelembaban tanah sangat dibutuhkan pada
musim kemarau. Dalam pemberian air dapat memasukan air melalui sela-sela
bedengan, kemudian air dibiarkan meresap kedalam tanah dan usahakan jangan
sampai ada air yang mengenang.
3)
Penyiangan
Gulma (rumput pengganggu
tanaman) di sekeliling tanaman nilam harus dibersihkan, agar tidak menganggu
pertumbuhan tanaman induknya, juga tidak dipakai sarang atau untuk memutus daur
hidup hama dan penyakit. Waktu penyiangan dilakukan sebelum pemupukan, yakni
menjelang umur 1 bulan, 3 bulan dan 5 bulan.
4)
Pemupukan
Tanaman nilam selalu
membutuhkan unsur hara dalam tanah, kondisi tanah akan semakin kurus sehingga
mempengaruhi pertumbuhan tanaman nilam dikarenakan jumlah penyerapan unsur hara
berkuarang. Oleh karna itu penambahan unsur hara, usaha mempertinggi kesuburan
tanah perlu dilakukan, salah satu diantaranya adalah melihara serta dengan
jalan pemupukan.
Pemupukan tanaman nilam terdiri dari :
1. Pupuk
dasar
2. Pupuk
susulan
3. Pupuk
daun bila diperlukan
Pupuk dasar diberikan pada
waktu pesemaian, dan bedengan dikebun yang diberikan 2 minggu sebelum tanam.
Dosis pupuk kandang sekitar 10 – 20 ton/ha.
Pupuk susulan untuk memper
cepat pertumbuhan tanaman nilam dan mendapatkan hasil yang optimal perlu
dilakukan pemupukan susulan dengan jenis dan dosis pupuk sebagaimana tabel di
bawah ini :
Umur
tanaman (bln)
|
Jenis
dan dosis pupuk (kg/ha)
|
|||
Urea
|
ZA
|
TSP
|
KCI
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
75
|
75
|
75
|
50
|
2
|
50
|
50
|
-
|
50
|
3
|
25
|
25
|
-
|
12,5
|
Sehabis Panen
|
75
|
75
|
75
|
75
|
Sumber
: Budidaya Nilam, Budi Santoso H (1990)
C.
Pengendalian Hama Dan Penyakit
Beberapa hama penting tanaman
nilam yang sering menyerang di lapangan antara lain :
1.
Tungau
Merah (Tetranychus sp.)
Tungau merah umumnya menyerang daun
tua dan muda, tungau hidup berkelompok di per mukaan daun bagian bawah, merusak
tanaman dengan cara menghisap cairan daun. Gejala serangan memperlihatkan
bercak-bercak putih. Semakain lama bercak semakin melebar. Selain itu juga
memperlihatkan gejala daun berlekuk-lekuk tidak teratur. Pada tingkat serangan
berat daun akan rontok. Kerugian hasil dapat mencapai 15-25%. Pengendalian
dapat dilakukan dengan cara :
a) Pemangkasan
(pemetikan daun), untuk mencegah peluasan penyerangan. Pemetikan dilakukan pada
saat populasi tungau masih rendah. Pemetikan yang dilakukan sedemikian rupa
dapat menyebabkan terbuangnya telur-telur dan tungau dewasa.
b) Dengan
melakukan penanaman tanaman perangkap, dengan menanam ubi kayu san jarak
(Rincinus communis) sebagai barrier.
c) Penggunaan
musuh alami seperti phytosentulus persimlis, P. Macro pelis (menyerang telur
dan nimfa) dan Coccinelids
d) Penyemprotan
dengan insektisida nabati (ekstrak biji mimba) dosis 100 gr/liter.
2.
Belalang
Belalang (Orthoptera), hama ini
memakan daun, sehingga tanaman menjadi gundul. Pada serangan berat, batang
tanamannya dimakan dan akhirnya mati. Jenis belalang yang banyak merusak
tanaman nilam adalah :
·
Belalang kayu (Valangan nigricornis)
·
Belalang daun (Acrida turita)
Belalang kayu dapat menyebabkan
kerugian hasil 20-25%, karena belalang tersebut berpindah dari satu kebun ke
kebun yang lain, Batang dan cabang tanaman sering patah akibat digigitnya
sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Belalang daun biasannya memakan daun
mulai dari pingir atau tengah sehingga terbentuk bekas gigitan melingkar atau
lonjong. Kadang-kadang belalang juga merusak batang dan ranting tanaman. Cara
pengendalian hama belalang ini dilakukan dengan cara :
a) Melakukan
sanitasi lingkungan.
b) Melakukan
pengolahan tanah yang baik karena dapat membunuh telur belalang kayu sebelum
menetas.
c) Menggunakan
musuh alami seperti cendawan Metarhizium anisoliae.
3.
Criket
pemakan daun (Gryllidae)
Hama ini memakan daun muda, sehingga
daun berlubang-lubang dan menyebabkan produksi turun. Penhendalian dilakukan
dengan cara sanittasi lingkungan. pengendalian hama tanaman nilam dapat
dilakukan dengan menggunakan peptisida nabati seperti ekstrak biji nimba (100
gr/liter), minyak serai wangi, minyak cengkeh (konsentrasi 305 v/v) atau dengan
agensia hayati seperti Beauveria bassiana untuk ulat pemakan daun dan
Metarrhizium anisopliae untuk belalang.
4.
Ulat
penggulung daun (Pachyzaneba stultalis)
Ulat ini hidup dalam gulungan daun
muda, sambil memakan daun yang tumbuh, pada serangan berat, yang tersisa hanya
tulang-tulang daun nilam. Pengendaliannya dilakukan dengan cara sebagai berikut
:
a) Mengumpulkan
dan memusnahkan bagian tanaman yang ketat pada areal terserang untuk
menghindari terjadinnya ledakan populasi. Pengamatan dilakukan dengan cara
mengamati saat muncul gejala awal kerusakan daun yang terserang larva stadia
muda. Mengingat siklus hidup hama berkisar antara 38-42 hari, maka pengamatan
sebaiknya dilakukan setiap bulan sejak tanaman berumur satu bulan sampai saat
panen
b) Gunakan
skstrak mimba dan bioisektisida (Beauveria bassiana). Cara ini walau tidak
mematikan secara langsung tapi cukup efektif dan tidak mencemari lingkungan.
5.
Nematoda
pada nilam
Tanaman nilam yang terserang
nematode pertumbuhannya terhambat, daun-daun menjadi kuning klorosis (mirip
kekurangan unsur hara N, P, dan K) atau kemerahan. Hal ini karena terjadi
nematoda merusak perakaran tanaman sehingga penyerapan air dan unsur hara
terganggu. Bila populasi Meloidogyne spp. dominan, gejala yang tampak adalah
puncak akar (bengkak pada akar), sedangkan bila R. similis atau P. brachyurus
yang dominan, gejala yang tampak ada luka-luka nekrosis pada akar (Mustika dan
Rachmat 1998; Mustika dan Nazarudin 1999).
Kadang-kadang gejala tersebut muncul
bersama. Pada serangan lanjut akar akan membusuk dan akhirnya tanaman mati.
Gejala khas serangan namatoda pada tanaman nilam di lapangan adalah penyebaran
sporadis aatu berkelompok. Serangan nematoda juga menyebabkan tanaman lebih
mudah terserang patogen atau OPT lain seperti jamur, bakteri, dan virus.
Serangan menurunkan produktivitas dan kualitas hasil.
Di lapangan, serangan nematoda
menurunkan produksi nilam hingga 75% (Mustika 1996). Varietas Jawa (Girilaya)
lebih toleran terhadap nematoda dari pada varietas aceh (Sidikalang), Tapak
Tuan dan Lhokseumawe (Mustika dan Nuryani 1993). Nematoda juga menyerang akar
tanaman nilam, kerusakan akar tanaman nilam, kerusakan akar menyebabkan
berkurangnya suplai air ke daun, sehingga stomata menutup, akibatnya laju
fotosintesis menurun (Wallace, 1987).
Strategi pengendalian nematoda
Nematoda parasit dapat dikendalikan dengan
cara sanitasi, pergiliran tanaman, pemilihan waktu tanam, penggunaan tanaman
resisten, bahan kimia, dan secara hayati dengan menggunakan agen biotik maupun
abiotik (sayre 1980; 1980b). Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika
Serikat, pengendalian nematoda dilakukan secara hayati terpadu antara lain
dengan menggunakan musuh alami (agen hayati), bahan organik, tanaman antagonis,
dan rotasi tanaman (Dickson et al. 1994). Franco et al. (1992) telah menyusun
strategi pengendalian nematoda secara terpadu menggunakan varietasi tahan atau
toleran, teknik atau budi daya, agen hayati, rekayasa genetik, fisik, kimia dan
karantina.
Dalam jumlah terbitan Minyak Astiri
Indonesia yang ditulis oleh Sukamto, dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik, beberapa metoda pengendalian penyakit nematoda pada tanaman nilam
disimpulkan secara singkat meliputi beberapa cara terpadu yang meliputi :
1. Pemberian
pupuk lengkap NPK, Urea dan TSP dengan dosis dan interval teratur (setiap
bulan).
2. Pada
tanah dengan pH lebih kecil dari 5.5, diberikan dolomit (CaCO3 atau MgCO3) yang
mengandung 19% MoG dan CaO dengan dosis
25-50 g/tanaman/tahun.
3. Pemberian
pupuk kandang (kotoran sapi, 1-2 kg/tanaman sebelum tanaman dengan tujuan untuk
meningkatkan populasi mikroorganisme antagonis (musuh alami) nematode.
4. Pemberian
musla daun akar wangi atau lalang setebal 10 cm pada saaat tanaman untuk
memelihara kelembaban tanah.
5. Penggunaan
bungkil jarak 250 g/tanaman/6 bulan sebagai bahan organik dan pestisida nabati
untuk menekan populasi nematoda.
6. penggunakan
musuh alami nematoda yaitu bakteri pasteuria penetrans dengan dosis 2 kapsul/
tanaman/6 bulan, atau jamur arthrobotrys sp. Sebanyak 125 g/tanaman/6 bulan,
untuk menekan populasi nematoda di dalam tanah.
7.
Pemberian nematisida furadan 3G dengan
dosis 3-5 g/tanaman, bakterisida (Agrimycin) 2 g/tanaman dan fungsida (Benlate)
2 g/tanaman.
Penyakit
Jenis
penyakit yang sering menyerang tanaman nilam di lahan budidaya adalah sebagai
berikut :
1. Penyaki kutsa atau budog
Gejala serangannya : mula-mula terdapat bintik-bintik
coklat pada daun nilam semakain lama bintik-bintik tersebut menjalar keseluruh
bagian tanaman sehingga batangnya berubah menjadi kaku atau membengkak seperti
kena budug dan daunnya tidak berkembang melainkan keriput atau keriting,
kemudian tanaman mati. Penularan penyakit ini sangat cepat sekali dan penyebab
dari penyakit ini ada yang berpendapat
disebabkan oleh cendawan, ada juga penyebabnya adalah virus yang dibawa oleh
vektor penghisap daun (Hemoptera). Untuk pengendaliannya adalah tanaman dicabut
kemudian dibakar agar tidak menular.
Penanggulangan Penyakit Budog
Meskipun secara umum penyebab dan penanggulangan terhadap
budog masih belum sepenuhnya disepakati atau dipahami, ada berbagi rekomendasi
mengenai cara manajemen terhadap serangan budog. Dari berbagai literatur dan
penelitian yang dilakukan oleh para ahli, secara umum rekomendasi yang
diberikan dalam penanggulangan budog adalah penggunaan bibit nilam yang bersih
dan sehat sebagai cara terbaik untuk
mencegah kemunculan dan penyebaran budog serta penggunaan lahan yang belum
pernah terkontaminasi oleh penyakit budog. (Sukamto, 2009). Rekomendasi lainnya
adalah penggunaan insektisida untuk mencegah serangga yang dapat membawa dan
menyebarkan (host) budog (Hidayat & Sutrisno. 2006).
Untuk tanah yang sebelumnya telah terkontaminasi dengan
budog, ada sejumlah rekomendasi khusus pada penggunaan fungisida terutama dari
Balittro. Ketika melakukan perawatan tanah dengan fungisida, tempat 5 gram
fungisida per lubang tanaman bersama dengan pupuk selama penanaman. Jika pada
saat ini tanaman nilam telah terkontaminasi dengan budog, maka direkomendasikan
untuk mencabut dan membakar tanaman yang telah terinfeksi dan “obati” tanah
yang terinfeksi dengan fungisida sebelum spora dapat menjadi aktif kembali.
Sebuah perusahaan swasta, Indarro, hanya merekomendasikan
penerapan fungisida, yang telah mereka rancang sendiri disebut Fudoc, jika
nilam masih dalam waktu satu bulan panen, jika tidak, maka hal tersebut tidak
efektif. Penggunaan fungisida tentunya tidak mempengaruhi budog aktif dan
relatif terjangkau.
Serangan budog pada pucuk tanaman nilam budog, yang
merupakan istilah dalam bahasa Aceh untuk Synchytrium pogostemonis (Sukamto, 2009), sebuah penyakit yang sering
menyerang tanaman nilam. Budog menyebabkan kutil pada daun, batang dan tangkai
yang bengkak menebal; kemerahan-ungu, daun terlihat berkerut dan tebal dengan
warna merah keunguan (Sukamto, 2009). Sayangnya, penelitian-penelitian tentang
penyakit budog belum banyak didokumentasikan sehingga belum banyak ditemukan
data dan analisis pembanding. Petani nilam di Aceh Selatan saat ini telah
mencatat budog di bidang mereka sejak 1980-an (Parande, 2011).
Kehadiran budog telah meningkat dalam 10 tahun terakhir
(Soleh, 2011), yang bersamaan dengan terjadinya “demam nilam” di rentang tahun
1997-1998 (Caritas Republik Ceko, 2011) dimana lonjakan produksi nilam akan
membuka kesempatan bagi budog untuk akan menyebar ke berbagai lahan baru. Budog
awalnya terisolasi ke Sumatera, tetapi sekarang diketemukan di Kalimantan, dan
Jawa dimana budidaya nilam telah menyebar (Sukamto, 2009).
2. Penyaki Kuning/ Daun Merah Akibat
Nematoda Pada NIlam
Dalam upaya meningkatkan hasil minyak nilam yang
dibudidayakan petani maka keberadaan nematoda parasit pada nilam perlu
diwaspadai. Pratylenchus brachyurus adalah nematoda endoparasit migratori
penghuni tanah, penyebab lesio nekrotik pada akar dan tersebar luas di daerah
tropik. Serangan nematoda pada tanaman nilam dilaporkan terdapat di Jawa Barat (Djiwanti dan Momota,
1991), Sumatera Barat (Pupuk Iskandar Muda, 1991), dan Aceh (Sriwati, 1999).
Beberapa jenis nematoda parasit yang menyerang tanaman nilam adalah
Pratylenchus brachyurus, M. incognita, M. hapla, Scutellonema, Rotylenchulus,
Helicotylenchus, Hemicriconemoide, dan Xiphinema (Djiwanti dan Momota, 1991)
serta Radopholus similis (Mustika et al. 1991; Mustika dan Nuryani, 1993).
Dianatara nematoda tersebut Pratylenchus brachyurus, M. incognita, Radopholus similis adalah yang
paling merusak dibanding dengan species lainnya. Pada umumnya pertanaman nilam
tersebar pada tanah dengan pH 4.50-5.50 (Mustika dan Nurmayansyah 1993).
Kisaran keasaman tersebut sangat sesuai dengan perkembangan nematoda parasit
terutama Pratylenchus brachyurus spp. (McLean dalam Walace 1987).
3. Penyaki Layu Bakteri Pada Nilam
Penyakit layu bakteri nilam dapat menimbulkan kematian
nilam cukup besar, dan menurunkan produksi nilam dan kerugian hasil mencapai
60-80% pada tahun 1991 (Asman et al, 1993). Penyakit ini telah menyebar ke
daerah sentra produksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Akhir-akhir
ini penyakit layu bakteri nilam telah menyebar luas dan merupakan ancaman
terhadap pertanaman nilam. Gejala
penyakit berupa tanaman layu pada cabang-cabang tanpa suatu urutan yang teratur
dan gejala lanjutan berupa seluruh bagian tanaman layu atau mati dalam waktu
singkat (Sitepu dan Asman, 1989). Penyakit layu bakteri nilam disebabkan oleh
ralstonia solanacearum merupakan salah satu penyakit tanaman paling berbahaya
yang tersebar luas didaerah tropika dan sub tropika (Hayward, 1984), dan banyak
menyerang tanaman pertanian diantaranya tomat, kacang tanah, pisang, kentang,
tembakau, dan suku solanaceae lainnya (Persley et al., 1985). Bakteri R.
solanacearum dibagi menjadi 5 ras berdasarkan kisaran inang : ras 1 menyerang
tembakau, tomat, dan solanaceae lainnya; ras 2 menyerang pisang (tripoloid) dan
Heloconia; ras 3 menyerang kentang; ras 4 menyerang jahe, dan ras 5 menyerang
murbei.
Berdasarkan oksidasi disakarida dan lakohol heksosa, maka
bakteri ini dibagi menjadi kedalam 5 biovar dan beberapa sifat-sifat
bakteriologi dari R. solanacearum penyebab penyakit layu bakteri nilam belum
diketahui (Sitepu dan Asman. 1989; Radhakrishan et al., 1997; Asman, 1996). Hal
ini dapat menyebabkan usaha pengendalian yang telah dilakukan selama ini tidak
memperoleh hasil yang memuaskan.
Gejala serangan penyakit layu bakteri adalah sebagai berikut
sebagai berikut : Kelayuan terjadi pada tanaman muda, gejala awal serangan
bakteri raistonia solanacearum pada batang nilam dan tua (dari cabang ke cabang
secara tidak teratur); Tanaman akan mengalami kelayuan dalam waktu 2-5 hari
setelah terinfeksi. Pada saat bersamaan ada cabang yang layu dan sehat, pada
perkembangan lebih lanjut seluruh bagian tanaman layu dan mati. Pada tanaman
berumur 1-3 bulan kematian terjadi 6 hari setelah terlihat gejala serangan pada
tanaman berumur 4-5 bulan kematian terjadi 1-2 minggu setelah gejala terlihat.
Jaringan batang dan akar tanaman yang terserang membusuk sedang kulit akar
sekundernya mengelupas. Irisan melintang batang terserang memperlihatkan warna
hitam sepanjang jaringan layu sampai kambium. Bila cabang yang layu dipotong
akan tampak lendir seperti susu, begitu pula bila direndam didalam air bersih.
·
Penanggulangan
Penyakit Layu
Menurut Sukamto (2009), penanggulangan penyakit pada
tanaman nilam dilakukan secara terpadu yaitu dengan memanfaatkan berbagai
komponen pengendalian mulai dari penyiapan bahan tanaman/ bibit unggul (bebas
penyakit), perlakuan persemaian/ pembibitan, penanaman dilapang dan pemeliharaan tanaman
yang rutin dari mulai tanam sampai panen.
Pengendalian penyakit pada tanaman nilam untuk menurunkan
intensitas serangannya bisa dilakukan yaitu dengan perlakuan penggunaan pupuk
organik, mulsa, pestisida nabati, agensia hayati/ musuh alami dan pestisida
kimia sebagai alternatif terakhir.
Strategi pengendalaian penyakit layu bakteri pada nilam
secara umum dapat dilakukan dengan cara :
1. Sanitasi
dan eradikasi untuk mengurangi inokulum
2. Membersihkan
lahan yang sudah terinfeksi selama 2-3 tahun dan mencabut tanaman terserang,
serta membakarnya.
3. Pergiliran
tanaman dengan tanaman bukan inang layu bakteri seperti tanaman padi atau
jagung.
4. Memperbaiki
saluran drainase pada waktu hujan tinggi. Tanaman yang ditanam di lahan yang
tergenang air atau air tanah dangkal dapat mendorong berkembangnya organisme
pengganggu tumbuhan seperti cendawan dan bakteri, oleh itu diperlukan adanya
parit drainase.
5. Menggunakan
bibit unggul atau bibit dari tanaman sehat pada kebun yang belum terserang
penyakit layu bakteri.
6. Menggunakan
agensia hayati yaitu bakteri Pseudomonas flourescen, Pseudomonas sepasia,
Bacillus sp., dan Micrococcus sp.
7. Penggunaan
pestisida nabati dari bahan tanaman cengkeh dan kayu manis.
8. Pestisida
kimia digunakan sebagai alternatif terakhir, yaitu dengan penggunaan pestisida
yang berbahaya aktif streptomycin sulfat dan carbofuran.
BAB IV
PENYULINGAN
A.
TAHAP
PENGOLAHAN
Mutu minyak nilam umumnya ditentukan oleh beberapa faktor, baik
menyangkut pra panenmaupun pasca panen. Faktor pra panen yang menyangkut bahan
tanaman,teknik budidaya,cara dan waktu panen maupun faktor lingkungan sangat
berpengaruh pada produktivitas dan mutu bahan olah,yang akhirnya akan
berpengaruh terhadap mutu hasil olahannya. Sedangkan faktor pasca panen yang mencakup
penanganan bahan olah,cara pengolahan termasuk alatnya, pengemasan, dan
penyimpanan sangat berpengaruh pula terhadap mutu produk akhir. Untuk
meningkatkan mutu minyak nilam Indonesia maka faktor tersebut harus
diperhatikan dengan baik.
Tanaman Nilam
|
Panen daun (umur 6-8 hari)
|
Penjemuran dan pengering-anginan
|
Perajangan (15-20 cm)
|
Penyulingan
dikukus (5-6 jam)
|
Pemisahan minyak dari air
|
Pengemasan Minyak Nilam
|
Penyimpanan (6-7 hari)
|
Penyulingan uap langsung (tekanan
dinaikkan bertahap 1,5-atm, 4-5 jam)
|
Gambar. Proses penyulingan minyak
nilam dengan cara dikukus dan uap langsung
Cara pengolahan minyak nilam ada tiga macam, yaitu (1) direbus, (2)
dikukus, (3) penyulingan dengan uap langsung. Pemilihan cara tersebut
berdasarkan sifat fisik dan kimia bahan yang akan disuling, dan tiap-tiap cara
memiliki keunggulan serta kelemahan masing-masing.
B.
PANEN
Minyak nilam diperoleh dari penyulingan daun dan tangkai tanaman
nilam. Pada tanaman yang tumbuh baik, panen dapat dilakukan pada umur 6 – 8
bulan setelah tanam. Sebaiknya cabang-cabang tingkat pertama tidak dipanen
terutama bila panen dilakukan pada musim kemarau. Minimal satu cabang
ditinggalkan untuk menstimulir pertumbuhan cabang-cabang baru dan mencegan
kematian tanaman terlalu cepat.
Panen biasanya dilakukan dengan
dipangkas setinggi 10 – 20 cm dari tanah. Produksi terna (daun dan ranting)
pertama masih rendah (sekitar 50 – 75% dari produksi normal). Panen berikutnya
dapat dilakukan setiap 4 – 6 bulan sekali, tergantung dari curah hujan dan
kesuburan tanah. Bila panen dilakukan menjelang musim kemarau regenerasi tunas
biasanya lebih lambat. Dalam keadaan demikian panen dapat diundur menjadi 6
bulan, yaitu menunggu sampai awal musim hujan. Waktu panen perlu diatur dengan
sedemikian rupa (disesuaikan dengan pola hujan), sehingga setulah tanaman
dipangkas (dipanen) tidak mengalami musim kering yang terlalu lama. Panen
sebaiknya dilakukan pagi hari atau menjelang malam dan jangan pada siang hari.
Hal ini dimaksudkan agar daun tetap mengandung minyak atsiri yang tinggi.
Apabila dilakukan pada siang hari sel-sel daun akan melakukan proses
metabolisme yang akan mengurangi laju pembentukan minyak, daun kurang elastis,
sehingga kehilangan minyak akan lebih besar karena daun mudah robek. Begitu
pula dengan adanya transpirasi daun yang lebih cepat menyebabkan jumah minyak
yang dihasilkan akan berkurang. Pemanenan diakukan sebelum daun berubah warna
menjadi coklat karena daun yang demikian telah kehilangan sebagian minyaknya.
Kandungan minyak tertinggi terdapat pada tiga pasang daun termuda yang masih
berwarna hijau.
C. PENGERINGAN
Untuk mendapatkan mutu dan rendaman
minyak yang tinggi maka daun nilam harus dijemur. Pelayuan dan
pengeringan daun nilam bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan sehingga penyulingan berlangsung
lebih mudah dan lebih singkat. Selain itu juga untuk menguraikan zat yang tidak
berbau wangi menjadi wangi.
Pengeringan biasanya dengan
cara dijemur , terna (daun dan tangkai nilam) hasil panen dijemur selama 5 jam yang diikuti pengering-angin selama 2 –
3 hari sampai kadar airnya mencapai 12 – 15%. Lapisan daun nilam harus dibalik
2 – 3 kali sehari agar keringnya merata dan terhindar dari proses fermentasi.
Harus dihindari penumpukan daun dalam keadaan basah. Pengeringan yang terlalu
cepat dapat menyebabkan daun menjadi rapuh dan sulit untuk disuling, sebaliknya
pengeringan yang terlalu lambat menyebabkan daun menjadi lembab dan mudah
terserang jamur, sehingga rendemen dan
mutu minyak yang dihasilkan rendah.
Tanda pengeringan sudah cukup waktu yaitu timbulnya bau nilam yang
lebih keras dan khas bila dibandingkan dengan daun segar. Daun yang sudah cukup
kering dapat segera disuling. Bila penyulingan tidak dapat langsung dilaksanakan,
penyimpanan daun kering tidak boleh lebih dari satu minggu.
Sebelum disuling sebaiknya dilakukan perajangan pada daun dan
ranting yang telah kering dengan panjang rajangan berkisar 15 – 20 cm.
Perajangan pada daun segar dapat penurunkan rendemen akibat penguapan minyak
selama proses penjemuran dan pengering-anginan.
D.
PENYULINGAN
NILAM
Secara umum penyulingan adalah pemisahan komponen-komponen suatu
campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap
dari masing-masing zat tersebut. Penyulingan minyak nilam adalah suatu proses
pengambilan minyak dari terna kering dengan bantuan air, dimana minyak dan air
tidak tercampur.
Campuran cairan yang disuling dapat berupa cairan yang tidak larut (immiscible) dan selanjutnya membentuk
dua fasa, atau cairan yang saling melarutkan secara sempurna (miscible) yang hanya membentuk satu
fasa. Pada prakteknya penyulingan campuran cairan dua fasadilakukan untuk
memisahkan minyak atsiri dengan cara penguapan dengan bantuan uap. Minyak
dipisahkan dari air hingga memperoleh minyak nilam murni, yang selanjutnya
dapat dimanfaatkan untuk industri kosmetik, sabun, obat, dan lain-lain.
Cara penyulingan minyak nilam umumnya ada tiga macam, yaitu :
1. Penyulingan
cara direbus (Water Distillation)
2. Penyulingan
cara dikukus (Water and Steam
Distillation)
3. Penyulingan
dengan uap langsung (Steam Distillation)
Pemilihan cara tersebut berdasarkan sifat fisik dan kimia bahan
yang akan disuling, dan tiap-tiap cara mempunyai keunggulan serta kelemahannya
masing-masing. Untuk mendapatkan rendemen dan dan mutu minyak yang baik
disarankan untuk pengolahan minyak nilam dengan menggunakan cara penyulingan
dengan cara dikukus dan uap langsung. Namun demikian karena cara penyulingan
dengan cara dikukus merupakan penyulingan dengan tekanan uap rendah, cara ini
tidak menghasilkan uap dengan cepat sehingga perpanjang waktu penyulingan cukup
penting artinya baik ditinjau dari mutu maupun rendemen minyak.
Bahan konstruksi alat penyuling akan mempengaruhi mutu minyak dan
warna minyak. Jika dibuat dari bahan plat besi tanpa galvanis akan menghasilkan
minyak berwarna gelap dan keruh karena karat. Alat penyuling yang baik dibuat
dari besi tahan karat (Stainless Steel) atau
dari plat besi yang digalvanis (Carbon
Steel). Setidaknya bahan ini terdapat pada bagian pipa pendingin dan
pemisah minyak, agar diperoleh hasil minyak yang berwarna lebih muda dan
jernih.
Cara Penyulingan Minyak Nilam :
1. Penyulingan
dengan cara direbus (Water Distillation)
Penyulingan dengan cara direbus kurang banyak digunakan dilapangan
dibandingkan dengan cara dikukus dan diuap langsung. Hal ini dikarenakan cara
ini kurang efisien dan biayanya relatif tinggi. Daun nilam kontak langsung
(terendam) dengan air mendidih.
Bagian utama dari
alat penyuling secara direbus yaitu tungku api, ketel untuk merebus air,
kondersor (pendingin), dan penampungan/pemisah minyak. Penyuling direbus, daun
nilam dimasukkan kedalam ketel berisi air dan dipanasi. Kapasitas ketel
bervariasi, mulai dari 200 – 2.000 liter. Ketel dibuat dari bahan anti karat,
seperti stainless steel, besi atau
tembaga berlapis alumunium. Dari ketel akan keluar uap, kemudian dialirkan
lewat pipa yang terhubung dengan kondensor (pendingin). Uap berubah menjadi
air. Air yang sesungguhnya merupakan campuran air dengan minyak itu akan
menetes diujung pipa dan ditampung dalam wadah. Selanjutnya, dilanjutkan proses
pemisahan sehingga diperoleh minyak nilam murni.
Pada cara ini
bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih (terendam). Bahan
tersebut mengapung diatas air atau trendam secara sempurna tergantung dari
bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling.
Cara penyulingan ini baik digunakan untuk bahan yang berbentuk terapung
dan bunga-bungaan yang mudah menggumpal jika dikenai panas, tetapi kurang baik
digunakan untuk bahan yang mengandung fraksi sabun dan bahan yang larut dalam
air.
2. Penyulingan
cara dikukus (Water and Steam
Distillation)
Penyulingan dengan
cara dikukus paling banyak digunakan dilapangan. Bagian utama dari alat
penyuling secara dikukus yaitu tungku api, ketel penyuling, kondensor
(pendingin), dan penampung/pemisah minyak.
Pada cara ini
bahan-bahan diletakkan diatas rak-rak
atau saringan berlobang. Terna kering berada pada jarak tertentu diatas
permukaan air. Ketel suling diisi air sampai permukaan air berada tidak jauh
dari saringan. Ciri khas metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah,
jenuh dan tidak terlalu panas dan bahan yang disuling berhubungan dengan uap
dan tidak dengan air panas.
3. Penyulingan
cara uap langsung (Steam Distillation)
Bagian utama dari
alat penyuling secara uap langsung yaitu tungku api, ketel uap, ketel
penyuling, kondensor (pendingin), penampung/pemisah minyak.
Penyulingan dengan
uap langsung prinsipnya hampir sama dengan penyulingan uap dan air, tetapi pada
penyulingan uap langsung sumber panas terdapat pada ketel uap yang letaknya
terpisah dari ketel suling, terna kering berada pada ketel suling dan uap air dialirkan dari ketel uap pada
bagian bawah suling dan menggunakan tekanan lebih tinggi.
Sistem penyulingan
uap menjamin kesempurnaan produksi minyak atsiri. Pada sistem ini bahan tidak
kontak langsung dengan air maupun api. Prinsipnya, uap bertekanan tinggi
dialirkan pada ketel perebus air ke ketel berisi daun nilam (ada dua ketel).
Uap air yang keluar dialirkan lewat pipa menuju kondensor hingga mengalami
kondensasi. Cairan (campuran air dan minyak) yang menetes ditampung,
selanjutnya dipisahkan untuk mendapatkan minyak nilam murni.
Dalam penyulingan daun
nilamperlu diikutsertakan tangkainya. Tangkai tersebut mempunyai kadar minyak
rendah, namun diperlukan agar daun tidak terlalu padat (membentuk rongga-rongga
untuk melewatkan uap panas) karena daun nilam cenderung menggumpal bila terkena
uap air panas. Proposi tangkai terhadap daun mempengaruhi rendemen minyak yang
dihasilkan. Semakin tinggi proporsi tangkai maka rendemen minyak semakin
berkurang. Rendemen yang tertinggi diperoleh dari campuran daun dan tangkai
dengan perbandingan 1 : 1.
Terna kering yang
sudah dimasukkan kedalam ketel suling, sebaiknya dibasahi dengan air supaya
terna tersebut dapat dipadatkan. Pembasahan dan pemadatan dilakukan terhadap
terna selama pengisian ketel suling. Harus diingat bahwa penyulingan terna
kering nilam akan menyerap air sebanyak bobotnya, jadi pada penyulingan yang
menggunakan sistem kohobasi hal ini harus diperhatikan agar tidak terjadi
kekurangan air selama penyulingan.
Lama penyulingan
dengan cara penyulingan dikukus 5 – 10 jam, sedangkan dengan cara uap langsung
lamanya berkisar 4 -6 jam. Lama penyulingan ini tergantung dari cara, kapasitas
ketel suling dan kecepatan penyulingan. Untuk penyulingan secara dikukus,
kecepatan penyulingan yang baik adalah 0,6 uap/kg terna. Pada penyulingan
dengan uap langsung tekanan uap langsung tekanan uap mula-mula 1,0 ATM, lalu
dinaikkan secara bertahap sampai 2,5 – 3 kg/cm2 (tekanan dalam ketel suling 0,5 – 1,5 kg/cm2)
pada akhir-akhir penyulingan. Hal ini dimaksudkan agar fraksi berat antara lain
patchouli alkohol sebagian besar baru akan tersuling pada suhu tinggi atau jika
waktu penyulingan cukup lama.
Bahan konstruksi
penampungan/pemisah minyak sebaiknya juga Stainless
Steel. Volume dan susunan alat pemisah minyak dibuat sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi emulsi minyak dalam air, terutama untuk minyak yang
bobot jenisnya hampir sama dengan air.
E.
PENGEMASAN
Setelah dilakukan pemisahan minyak yang sempurna, maka produk akhir
minyak nilam murni siap ditampung dalam wadah dan dilakukan pengemasan. Bahan
kemasan harus memenuhi persyaratan umum,
yaitu :
1. Bentuk
dan rupa yang menarik
2. Kuat
3. Mudah
dipakai
4. Tidak
beracun
5. Tidak
mudah meledak karena tekanan
6. Dapat
menjamin mutu produk yang dikemas.
Selain persyaratan umum, bahan kemasan yang digunakan untuk minyak
atsiri termasuk minyak nilam memerlukan persyaratan khusus, yaitu :
1. Bahan
kemasan tidak bereaksi dengan minyak astiri
2. Sangat
rapat sehingga tidak mudah menguap
3. Tidak
dilalui oleh cahaya
4. Tidak
dipengaruhi oleh faktor air, panas, cahaya, oksigen
5. Bersifat
insulator panas.
F.
PENYIMPANAN
Penyimpanan minyak nilam dalam
jumlah relatif kecil (<5 liter) sangat baik disimpan dalam botol gelas
berwarna sehingga lebih resisten terhadap cahaya. Penyimpanan minyak nilam
dalam jumlah besar (>5 liter) dapat menggunakan kemasan plastik seperti
polietilen, polistiren, dan poliester memiliki sifat resisten terhadap bahan
kimia.
Untuk tujuan ekspor, minyak nilam
dikemas dalam drum yang terbuat dari logam seng dan besi yang dilapisi dengan
galvanis atau bahan plastik (coating) yang
tidak bereaksi dengan minyak nilam.
Jenis bahan kemasan berpengaruh pada waktu atau lamanya masa
penyimpanan. Sampai penyimpanan 5 bulan, sifatminyak nilam masih memenuhi
syarat mutu atau standar perdagangan. Namun demikian masih ada keterbatasan,
bahwa untuk minyak nilam yang disimpan dalam kemasan botol berwarna hijau,
standar penyimpanan minyak nilam selama 120 hari. Dalam kemasan alumunium dan
besi bertahan sampai 90 hari. Dalam kemasan seng minyak nilam hanya bertahan
sampai 60 hari.
G.
STANDAR
MUTU MINYAK NILAM
Secara kuantitas minyak nilam Indonesia lebih unggul, namun dari
segi mutu masih kalah bersaing dan harga yang diberikan untuk minyak nilam
Indonesia lebih rendah dibandingkan minyak nilam RRC. Singapura dikenal sebagai
penyalur minyak nilam dunia, tetapi sebagian besar minyaknya berasal dari
Indonesia yang kemudian diolahnya kembali untuk memenuhi standar mutu yang
dikehendaki konsumen karena minyak nilam Indonesia cenderung rendah.
Kurang
baiknya mutu minyak nilam Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah :
1. Bahan
olahan yang tidak memenuhi syarat
2. Peralatan
penyulingan yang kebanyakan tidak sesuai atau kurang memenuhi syarat
3. Lokasi
penyulingan yang tidak cocok sehingga kekurangan air atau air yang ada tidak
bersih
4. Pengemasan
dan kondisi tempat penyimpanan yang juga tidak memenuhi syarat
Mutu minyak nilam umumnya ditentukan oleh beberapa faktor, baik
menyangkut pra panen maupun pasca panen. Faktor pra panen yang menyangkut bahan
tanaman, teknik budidaya, cara dan waktu panen maupun faktor lingkungan sangat
berpengaruh terhadap produktivitas dan mutu bahan olah, yang akhirnya akan
berpengaruh terhadap mutu hasil olahannya. Sedangkan faktor pasca panen yang
mencakup penanganan bahan olah, cara pengolahan termasuk alatnya, pengemasan,
dan penyimpanan sangat berpengaruh pula terhadap mutu produk akhir. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan mutu minyak nilam Indonesia maka faktor-faktor tersebut
harus diperhatikan dengan baik.
SNI 06-2385-2006. Standar itu menetapkan persyaratan mutu,
pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji, pengemasan dan penandaan minyak
nilam. Menurut standar ini minyak nilam adalah minyak atsiri yang diperoleh
dengan cara penyulingan daun tanaman.
Persyaratan mutu standar Minyak Nilam menurut SNI 06-2385-1998
adalah sebagai berikut :
No
|
Jenis Uji
|
Satuan
|
Persyaratan
|
1
|
Warna
|
-
|
Kuning muda sampai coklat
kemerahan
|
2
|
Bobot
jenis 20oC/20oC
|
-
|
0,950
– 0,975
|
3
|
Indeks
bias nD20
|
-
|
1,507
– 1,515
|
4
|
Kelarutan
dalam etanol 90% pada suhu 20oC ± 3oC
|
-
|
Larutan jenis atau
opalesensi ringan dalam perbandingan volume 1:10
|
5
|
Bilangan
asam
|
-
|
Maks.
8
|
6
|
Bilangan
ester
|
-
|
Maks.
20
|
7
|
Putaran
optik
|
-
|
(-)48o
- (-)65o
|
8
|
Patchouli alcohol (C15H26O)
|
%
|
Min.
30
|
9
|
Alpha
copaene (C15H24)
|
%
|
Maks.
0,5
|
10
|
Kandungan
besi (Fe)
|
Mg/kg
|
Maks.
25
|
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tanaman
nilam adalah tanaman sejenis perdu yang menghasilkan minyak dengan sejuta
manfaat. Minyak nilam memiliki nilai ekonomis yang tinggi dipasar
internasional. Prospek agribisnis nilam dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di
Indonesia sangat baik, oleh karena itu pemerintah, petani, serta eksportir
harus mengelola sistem agribisnis nilam secara professional. Hal ini perlu
dilakukan untuk melindungi petani nilam dari tindak kecurangan dari beberapa
oknum yang membeli nilam petani dengan harga rendah. Selain itu, petani
sebaiknya memiliki lahan budidaya serta mesin penyulingan sendiri untuk
meningkatkan produktivitas serta profitabilitas nilam mereka.
Tanaman
nilam dikenal sangat rakus terhadap unsur hara terutama N, P, dan K. Untuk
mempertahankan tingkat kesuburan lahan, perlu adanya input hara yang berasal
dari pupuk buatan maupun pupuk organik. Namun demikian, rendahnya kondisi
sosial ekonomi petani nilam, khususnya petani tradisional di luar Jawa
menyebabkan tanaman nilam tidak diberi pupuk buatan yang memadai dan hanya
mengandalkan dari tingkat kesuburan lahan bukaan baru bekas hutan.
Selain
rendahnya produktivitas lahan dan adanya serangan penyakit, dugaan adanya
senyawa alelopati yang bersifat toksik di dalam tanah yang ditimbulkan
pertanaman nilam sebelumnya menyebabkan rendahnya produksi tanaman nilam
(Dhalimi et al, 1998; Djazuli, 2002a).
Nilam
menghasilkan daun (terna) cukup besar sekitar 4 – 5 t terna kering/ha/th
sebagai bahan baku penyulingan minyak nilam. Sampai saat ini ada sekitar 581
pabrik penyulingan minyak nilam. Sehingga diperkirakan limbah daun dan batang
hasil penyulingan cukup besar dan perlu penanganan lebih seksama. Agar tidak
menimbulkan masalah lingkungan, penanganan limbah nilam yang baik dan tepat dapat
mengurangi dampak lingkungan sekaligus ikut membantu mengatasi masalah
kebutuhan dan mahalnya pupuk buatan. Mindawati et al., (1998) menyatakan bahwa
dimasa krisis ekonomi, pemanfaatan limbah hasil industri sebagai bahan baku
kompos dinilai sangat tepat dan efisien.
Limbah
hasil penyulingan daun masih mempunyai kadar hara yang tinggi dan berpotensi
sebagai bahan baku pupuk organik yang baik. Teknologi pengomposan yang cepat
dan efisien akan menghasilkan pupuk organik kompos yang bermutu tinggi. Selain
itu, senyawa alelopati di dalam terna tersebut diharapkan akan berkurang dan
hilang selama masa prosesing pengomposan.
Selain
sebagai sumber bahan pupuk organik, limbah nilam berpotensi sebagai mulsa.
Secara umum pemulsaan dapat memperbaiki kondisi lingkungan tumbuh terutama
dalam menurunkan suhu tanah yang tinggi dan sebagai sumber hara. Namun demikian
seberapa jauh dampak limbah hasil penyulingan yang langsung diberikan ke
tanaman nilam sebagai mulsa perlu penelitian yang lebih seksama.
Tingginya
hara yang terangkut bersama hasil panenan, menyebabkan sangat diperlukannya
upaya pemupukan yang berkesinambungan baik pupuk buatan maupun organik,
terutama untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan dan produktivitas tanaman
nilam.
B. SARAN
1.
Tanaman
nilam dibudidaya secara meluas di Indonesia.
2.
Menghadirkan
para ahli untuk memberikan penyuluhan kepada para petani nilam untuk menambah
pengetahuan petani sehingga petani bisa meningkatkan produktivitas nilam dalam
pemenuhan permintaan dunia akan minyak nilam dan petani tidak dimanfaatkan oleh
oknum tertentu.
.
DAFTAR
PUSTAKA
Multistakehoders Forestry Programme;
Budidaya Tanaman Nilam;, Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Timur; Pengembangan Sarana Dan Prasarana Pembangunan
Perkebunan; 2013
Multistakehoders Forestry Programme;
Pengolahan Minyak Nilam;, Balai
Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan; Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan dan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan