Showing posts with label cerpen. Show all posts
Showing posts with label cerpen. Show all posts

Dendam Sang Pocong





Di sekolah kejuruan dalam salah satu pelajaran di bidang multimedia menugaskan beberapa kelompok yang beranggotakan 3 orang tiap kelompok, untuk membuat project sebuah karya film pendek yang nantinya diantara beberapa kelompok tersebut yang memenuhi kriteria akan diajukan ke pekan olahraga dan seni.
Sebut saja tiga Kembar Bersaudara yaitu Jono, joni dan juminten. Mereka sangat antusias untuk mengikuti tugas tersebut.

jono                 : Jon, Jhoni..... Jadi kita mau buat film tema apa nih?
Jhoni                : Apa yah Jhon aku juga bingung nih. kalo tema percintaan masak kamu yang jadi ceweknya hhh.
Jono                 : eh, enak aja loe. pantesan juga elo yang jdi ceweknya. loe kan suka mangkal di prapatan 14 ???? hahah
Jono                 : ey, bukannya elo yang mangkal di prapatan 14. suka Pake week warna kuning, pakei celana sobek baju sobek, kumpul bareng – bareng temen loe. sambil bawa botol biar dikira mabok. tau – tau bilang.... bang .... sedekahnya bang,.... saya belom makan lima bulan bang hahah...

juminten hanya bisa tertawa melihat tingkah kedua kakak kembarnya 

Jhoni                : ups, elo jon. jangan bongkar privasi dong. ntar temen temen pada tahu nih...
Jono                 : hhhehhe, iye iyeh maaf...
Jhoni yang sedari tadi mantengin hp aja, tau tau terperenjat mendekati jhoni sambil menunjukan sebuah film yang sedang ia tonton di internet.
Jhoni                : gimana kalo kita bikin film bergenre kayak gini jon...
jono                 : wah boleh juga tuh sippp banget.... oke kalo gitu besok kita langsung take action yups...
jhoni                : oke okehhh...
jono                 : kalo kamu gimana jum..?
Juminten         : kalo aku ngikut aja lah kak, penting tugas nya selesai. jadi gak dimarahin guru hh

keesokan harinya mereka mengambil gambar di kuburan pada siang hari, tetapi belum juga memulai proses shooting Jono yang orangnya memang ceplas-ceplos dia menyepelekan makhluk gaib, dia berkata bahwa dia tidak pernah takut jika dihantui oleh pocong, drakula, vampire ataupun kuntilanak, secara tidak sengaja ada pocong mendengarkan pembicaraan mereka yang menyepelekan hantu dan niat si pocong pun tergugah untuk menghantui mereka (manusia) yang tidak pernah menghargai hantu dalam hidupnya untuk memberikan mereka pelajaran, si pocong berpikiran jika hantu pun tidak dihargai bagaimana mereka bisa menghargai sesama manusia
 Proses shooting yang dilakukan dari siang tidak membuahkan hasil hingga hari pun berganti menjadi malam, dan pada malam hari hantu hantu pun sudah bebas berkeliaran kesana kemari. Dan pastinya juga niat si pocong untuk menghantui 3 orang tersebut akan direalisasikan.
Si pocong sudah mulai menampakan diri kepada Jono, joni dan juminten dan mereka pun melihat si pocong yang menghampiri mereka, mereka takut dan berlarian sedangkan si pocong terus mengejar dengan cara berjalannya yang loncat loncat, oleh karena jalannya yang licin si pocong terjatuh dan ditertawakan oleh tiga orang tersebut.
 Pocong sangat kesal dengan mereka bertiga, dia sangat geram dan berjanji akan menghantui mereka sampai titi penghabisan. Si pocong hanya diam menyendiri dan berfikir bagaiman caranya agar dirinya dapat membalas mereka bertiga.
Setelah mereka bertiga sampai di rumah, si pocong sudah mulai beraksi kembali, hal pertama yang dilakukan oleh si pocong yaitu menakuti koko yang sompral dan menyepelekan hantu, saat itu Jono sedang berada di kamarnya dan sedang berbaring sambil bermain game, si pocong sudah mulai menampakan dirinya di hadapan si Jono tapi entah kenapa ekspresi si Jono biasa biasa aja dan seperti yang tidak ketakutan karena kehadiran si pocong dia mencoba cara lain untuk menakutinya yaitu dengan ikut berbaring di kasur si Jono dan melihat si Jono main game, tapi hasilnya tetap saja nihil si Jono tidak Pernah takut karena kehadiran si pocong dan cenderung tidak menganggap kehadiran si pocong.
Si pocong merasa gagal menakuti si Jono, dia pun mencoba menakuti sasaran berikutnya yaitu Jhoni, si pocong masuk ke kamar Jhoni dan menemukan Jhoni di sana sedang makan, tetapi tetap saja si Jhoni tidak merasakan kehadiran si pocong sehingga dia tidak menyadari bahwa si pocong sedang berada di sana untuk menghantuinya, hal yang sama pun dilakukan kepada Juminten yang sedang melihat lihat foto ketika di kuburan tadi, dalam salah satu fotonya ternyata ada si pocong yang ikut ke foto dan di fotonya si pocong sedang berada di belakang si Jono, Juminten justru lebih takut gara gara melihat foto tersebut daripada takut karena kehadiran si pocong di kamarnya.
Berbagai cara telah dilakukan oleh si pocong untuk menghantui mereka bertiga, tetapi tidak ada hasilnya, mereka tidak pernah menghargai kehadiran si pocong, dihargai saja tidak bagaimana si pocong bisa ditakuti, pada akhirnya si pocong menyerah dan putus asa, dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan meminum cairan sabun, hingga akhirnya si pocong terjatuh dan meninggal di kosan mereka.
Setelah si pocong meninggal dan arwahnya gentayangan lagi, dia justru menjadi lebih kuat untuk menakuti mereka bertiga, dan mencoba menampakan diri di hadapan mereka bertiga dan akhirnya berhasil si pocong berhasil menakuti mereka hingga mereka bertiga pingsan karena terkejut telah melihat si pocong, si pocong merasa berhasil telah menghantui mereka bertiga dan merasa berhasil karena telah membuat mereka bertiga menghargai keberadaan hantu, setelah misinya tercapai si pocong pulang ke rumahnya yaitu di kuburan, setelah itu si pocong tidak pernah menghantui mereka lagi.
-The End-

Cerpen Terbaru : Banjir Di kala Itu




            Sore itu, kulihat dari balik jendela kamarku, diluar kelihatan mendung, itu berarti akan segera hujan. Akupun membangunkan ibu untuk segera mengangkat jemuran dan tak lama kemudian hujan lebat disekitar rumahku.
            Beberapa saat kemudian, air di selokan samping rumahku mulai mengalir. Aku menggantungkan kakiku sambil bermain air.       
             ibuku berteriak memanggilku,
“Fina jangan bermain di hujan-hujanan nak, nanti kamu sakit lo” Kata Ibu seraya menengokku sambil mengangkat jemuran.
            Ibuku selalu bilang seperti itu, tapi baju dan tubuhku sudah basah, jadi aku lanjutkan saja hujan-hujanan bersama teman-temanku sambil bermain perahu dari kertas.
            Asyik sekali sore itu, kami bermain perahu kertas ditengah jalan yang dipenuhi air. Hujannya sangat deras dan sangat seru sekali.
Hujan semakin lama semakin deras, tubuhku pun terasa dingin, bibir dan jari-jari tangan dan kakiku mulai membiri, akhirnya aku pulang sambil menahan dingin, bibirku biru dan seluruh badan bergetar kedinginan. hufff – hufff – hufff, dingin sekali seperti sedang berada di gunung es.
            Sesampai dirumah ibuku tau, beliau marah-marah padaku, aku dimandikan dengan air hangat, setelah itu aku digendong dan segera memakai baju.
            Pada saat aku memakai baju, tiba-tiba terdengar suara tiang listrik dipukuli keras-keras. “theng – theng – theng, terus ada banyak orang berlari-lari sambil berteriak, “banjir – banjir – banjir – banjir, awas ada banjir, awas ada banjir, segeralah keluar rumah, waspada banjir, teriak Pak Kamituwo diluar.
            Aku dan ibuku kaget, ibu berlari keluar sambil mengucap “Astaghfirullahaladzim”. Ibu kelihatan panic dan akupun berlari melihat luar. Dijalan samping rumah, dihalaman rumah, sawah, semuanya tergenang air. Aku takut sekali, bahkan ada beberapa rumah didekat sungai airnya sampai masuk kedalam rumah.
            Melihat air yang begitu deras aku menangis. Aku bertanya pada ibuku “Apakah sekolahku juga kebanjiran bu?” Ibu menenangkanku.
            “Sambil menunggu air surut, ibuku berkata padaku “Fina, kita harus menjaga lingkungan, bumi dan seisinya” trus aku bertanya “bagaimana caranya bu? Akukan masih kecil dan masih sekolah di TK” Ibuku menjawab “awalilah dari hal yang paling kecil nak, misalnya buanglah sampah pada tempatnya supaya tidak menyumbat selokan, trus tidak boleh merusak tanaman. Selain itu agar lingkungan kita bersih, indah dan sehat kita juga harus rajin membersihkan lingkungan sekitar kita, tidak hanya dirumah, disekolah, dijalan, dan dimana saja kita harus menjaganya terutama tanaman dihutan, kita tidak boleh menggunduli hutan supaya tidak terjadi banjir dan tanah longsor.
”Tak lama aku tertidur dipangkuan ibu”
“kukuruyuk… Aku terbangun, sudah pagi, Alhamdulillah ternyata ayamku membangunkanku, tidak hanyut oleh banjir. Aku berlari kekandang dan bapak kerja bakti membersihkan sisa-sisa banjir. Nah teman-teman itulah sedikit ceritaku saat hujan yang sangat deras. Maka dari itu kita jaga lingkungan kita agar tetap bersih, asri, indah, sehat dan aman. Jangan lupa ya buanglah sampah pada tempatnya!

Cerpen Lucu : Kecelik Bojo Simpenan

Kecelik Bojo Simpenan



\Salah sawijining sino anakku lagi wae merem maneh sakwise tak wenehi dhot. Ateges olehku turu wis oleh sak liliran. Dak sawang jam pandome wis ana jam rolas bengi. Swasana sepi banget. Mung swara jangkrik dadi kembange wengi sing krasa njekut. Sore mau udan riwis-riwis, ngilangi hawa sumuk sing maune ndadekake awak gerah. Bareng udane ceblok malih anyep.
Bojoku turu angler. Olehe ngorok senggar senggur ajeg, ateges angler tenan. Tangise Dwi anake blas ora nangekake dheweke. Sajak kesel tenan. Dhek mau olehe bali nyambutgawe wis sore. Jare olehe golek nasabah rada adoh. Arep kepriye maneh, dadi pegawai asuransi kudu sregep kluyuran golek nasabah, yen kepengin target kegayuh. Abot sakjane, nanging kepriye maneh. Golek penggaweyan saiki angel. Senajan nduwe ijasah sarjana arep dadi pegawai negeri wae kangelan. Sak liyane nembus tes, uga kudu siap dhuwit kanggo nyogok. Ah ... tangeh lamun yen pengin dadi pegawai negeri.
Awakku dak seleh. Senajan mung ibu rumah tangga, lan nduweni tugas momong anak, masak lan ngramut omah, aku ya kesel. Apa maneh anakku isih umur rong taun. Sik inak-inik ngeselake awak, amarga kudu diawat-awati tenan. Bocah sak mono durung ngerti sing jenenge bahaya. Yen nyabrang dalan butuhe mlayu, ora nyawang kiwa tengen dhisik.
Lagi wae ngetung usuk, dumadakan lawang ana sing nothoki. Aku nyawang jam, setengah siji bengi. Mosok, tamu jam setengah siji?
"Thok ... thok ... thok ...!" Keprungu maneh lawang dithothok. Dak sawang bojoku ora nglilir.
"Mas ... mas ... ana tamu ..." olehku nggugah bojoku ngati-ati ben ora kaget. "Jam pira iki, kok ana tamu?"
"Jam setengah siji bengi, Mas,"
Bojoku njur lungguh. Masang kupinge, mbok menawa lawang dithothok maneh. Pancen omahku ora dak pasangi bel, amarga omah kontrakan.
"Thok ... thok ... thok!"
"Lho, Mas. Tenan ta ... ana tamu,"
Mas Heri banjur medhun saka patidhur. Semono uga aku, ngetutake ana mburine.
"Sinten?" pitakone bojoku sak durunge mbukak lawang.
"Dina, Mas …" Aku kaget, swarane wong wadon. Athik yen nyeluk bojoku mesra banget. Sedhela bojoku nyawang aku, banjur ora sranta mbukak lawang. Saiki ana ngarepku lan ngarepe bojoku ngadeg bocah wadon ayu lencir kuning.
"Teka ngendi bengi-bengi ngene?" swarane bojoku sumelang. Aku mung meneng wae. Durung tepung karo bocah wadon iki.
"Saka Surabaya, Mas. Kewengen. Ibu gerah. Mau ditilpun ndadak, aku njur enggal bali ..." semaure bocah wadon iku menehi keterangan.
"Mas ... tamune diaturi mlebu," aku nyela atur. Ora kepenak, tengah wengi kok jagongan ana ngarep lawang. Apa maneh tamuku wadon pisan, athik aku durung tepung. Jujur, ana atiku krasa ora kepenak banget. "Ayo, Din ... mlebu ..." Bojoku nyandhak tas sing digawa bocah wadon mau. Sajak bojoku kelalen ora ngenalake bocah mau marang aku. Ora apa-apa. Aku banjur mlebu njur nggawe teh anget. Sakwise teh dak deleh ngarepe bocah mau, aku banjur takon.
Panjenengan sinten? Dalemipun pundi?" pitakonku alus. Aku mung nyawang, sajake antarane bojoku lan bocah wadon iki wis akrab banget. Mula, rasa kepengin ngerti sejatine sapa bocah iki ana jroning ati gedhe banget.
"O ... iki Dina. Anak buahku ana asuransi. Omahe Slahung ...”, bojoku sing semaur. Bocah iku mung mesem-mesem. Aku manthuk manthuk. Dadi iki salah sijine anak buahe bojoku? Jare anak buahe bojoku cacahe limalas, ndahneya senenge bojoku yen dikupeng dening bocah wadon ayu-ayu ngene ki. Dumadakan aku rumangsa mindher. Meneng-meneng dak lirik dhewe. Ah ... awakku lemu, kulitku ireng masiya wong tuwaku ngarani yen aku iki ireng manis, kok tetep ora pedhe. Njur dandananku rada "katro" lek jare Thukul. Lha kepriye, yen arep dandan tuku sandhangan anyar modhel saiki, kalah karo susune anak. Kebutuhan susune Dwi separo bayare bojoku. Yen ora riyaya ora bisa tuku sandhangan anyar.
"Saged ta, mas, ngeterake aku bali?" swarane Dina ngagetake aku. Bengi-bengi ngene iki bojoku arep ngeter ake Dina menyang Slahung? Selawe kilometer iku ora cedhak lho, tur dina-dina iki jare wong-wong lagi rawan rampog lan bocah ugal-ugalan sing seneng nyegati montor njaluk dhuwit kanggo tuku inum-inuman.
"Lho, prayoginipun Dhik Dina nyipeng mriki kemawon. Mbenjing enjing Subuh Mas Heri kersanipun ndherekaken. Menawi sak menika kok sajakipun kirang prayogi ta ...' aku enggal ndhisiki Mas Heri matur. Samarku yen Mas Heri nekad ngeterake.
"Piye, Mas ...? Aku pengin enggal tekan ngomah." Dumadakan tangane Mas Heri digandhuli Dina. Aku kaget. Wong wadon ngendi lila yen bojone digandheng wong wadon liya? Sak sabarsabare, aku ya duwe perasaan. Yen ana kaca sing dipasang ana ngarepku, kirakira aku bisa nyawang raiku sing krasa panas abang ireng.
"Mas ,... ora pantes yen njenengan nekad ngeterake. Iki wis bengi, piye jare wong mengko yen ana sing ngerti?" Aku nyoba nyadharake Mas Heri. Kaya ngapa wae aku isih duwe pangarep-arep supaya Mas Heri sadhar. Dak sawang Mas Heri bingung. Kanthi alus tangane Dina diculake saka lengene.
"Wis ta, Dhik Dina sare ana kene dhisik. Sesuk esuk ben didherekake Mas Heri..: ; mengkono ucapku mesem. Aku ora pengin Dhik Dina Ian Mas Heri ngerti yen sejatine atiku kaya diiris-iris, lara banget. Dadia kaya apa, aku tetep nduweni rasa cemburu.
"Sik, dak njupuk jacket ..., dumadakan Mas Heri ngendikan sing gawe atikL lara banget. Jebul Mas Heri pilih ngeterake Dina katimbang bocah wadon sinc jare anak buahe iku nginep ana omahku Aku kaget. Dina katon seneng banget.
"Aja suwe-suwe, mas ..." mengkonc unine.
"Lha njenengan ki piye ta, Mas? Ik tengah wengi. Njenengan rak ya pirsa ta yen dalan sing tumuju menyang omahe Dina ki saiki rawan banget, Mas...!" Aku nyusul menyang kamar. Nututi bojoku sing mlebu menyang kamar njupuk jacket.
"Ngerti! Wis, mengko wae dirembug. Saiki dak terake Dina ... dhisik."
"Mas ...! Njenengan tega banget marang aku!"
“Iki dudu perkara tega apa ora ...iki perkara tanggung jawab!" bojoku sajak nesu.
Aku kaget disentak bojoku. Awakku krasa lemes ... dhadhaku krasa seseg. Aku ora bisa ngempet luh sing tumetes ana pipiku. Aku ora kepengin metu methuki Dina maneh ... aku ora kepengin Dina weruh yen dheweke wis bisa njalari luhku ceblok. Aku ora pengin Dina weruh yen ngene iki aku wis kalah ... Aku isih krungu swarane Dina sing nakokake aku sadurunge metu saka omah. Lan aku ya ora pengin weruh Mas Heri, bojoku sing dak tresnani lair tekaning bathin lunga kanthi nggoncengake wong wadon ayu ana sak mburi gegere. Malah kira-kira wae ngethapel ngamplok. Wong nyatane ana ngarepku wae wani nggandholi lengen barang. Ah ...
"Mama ... mama ..:" dumadakan Dwi nglilir maneh. Aku enggal ngekep dheweke. Aku ora kepengin ngerti yen saiki ibune lagi nangis.
"Wis, bubuk maneh .. Ana apa ta cah ayu?" aku ngelus-elus rambute Dwi. Ora let suwe Dwi wis merem maneh amarga rumangsa aman dak kekep.
Aku ora ngira yen Mas Heri luwih abot marang Dina. ]are masalah tanggungjawab? Njur Dina iki sapa kok dheweke rumangsa nduweni tanggung jawab? Yen ngenani masalah tanggung jawab kudune rak malah abot marang kulawarga?
Alon-alon Dwi dak tinggal. Aku metu menyang ruang tamu. Aku mau lali durung ngancing lawang. Tenan, jebul lawang ora dikunci dening bojoku. Sajak pikirane ya bruwet. Aku lungguh thenger-thenger ana ruang tamu. Aku malih kelingan terus marang tamuku mau. Ah... oleh tamu tengah wengi wae marakake ati goreh.
Aku malih kelingan yen sak suwene omah-omah karo bojoku aku durung diparingi momongan dening Gusti Allah. Sepuluh taun dudu wektu sing sithik kanggo ngupaya supaya aku enggal duwe momongan. Kabeh dhokter kandhutan wis dak parani, nanging nganti saiki blas ora ana hasile. Dene Dwi iku anak pupon. Kuwi ngono anake adhine bojoku sing dak openi. Adhine bojoku anake enem, mula nalika mbobot sing keri banjur diwenehake aku. Jare kanggo pancingan, sapa ngerti sakwise ngopeni Dwi njur nduwe momongan. Nanging nganti Dwi wis umur rong taun, babar pisan durung ana tandha-tandha aku mbobot.
Aku isih thenger-thenger ana ruang tamu. Mripatku ora bisa dak eremake. Aku kudu ngenteni Mas Heri. Aku kudu njaluk katerangan marang Mas Heri, sapa sejatine Dina, tamuku sing nyata-nyata raket banget karo bojoku. Malah bojoku uga katon sayang banget marang dheweke. Aku malih kelingan marang omongane bojoku rong sasi kepungkur.
"Coba, Dhik awakmu selingkuha. Dak wenehi wektu setengah taun awakmu gandheng karo wong lanang liya. Yen awakmu bisa mbobot, anak iku mengko dak openi. Nanging yen awakmu gak bisa mbobot ... aja takon dosa."
“Ora Iho, Mas, njenengan ki ngendikan apa ta? Kok neka-neka wae. Sajak njenengan ora trima ta karo kahanan iki?"
"Ora kok ngono, Dhik. Apa kira-kira getihe awake dhewe ora cocog ya?" "Mas ... jane njenengan ki ngendikan a pa ta ... yen pancen njenengan kepengin kagungan putra, kono golek maneh!"
Dumadakan awakku krasa anyep kabeh. Dina ... tamuku tengah wengi. Sing kanthi tatag nggondheli lengene bojoku ana ngarepku. Dina ... sing wani njaluk diterake bali bojoku. Kamangka iki tengah wengi ... Dina ... tamu istimewa ...
Dumadakan saka awakku metu kringet anyep. Jangan-jangan ... Dina? Swara montore Mas Heri ngagetake aku. Dak sawang wis ngancik jam telu parak esuk. Ateges Mas Heri bar ngeterake Dina njur bali. Aku ora enggal mbukak lawang. Awakku gemeter, aku ora kepengin krungu yen Dina iku ...
Win ... Dhik Windhi ...!" Swarane Mas Heri karo thothok-thothok lawang. Kanthi gemeter aku mbukak lawang. Banjur bali lungguh ing kursi dawa.
Sakwise nglebokake motor, Mas Heri lungguh ana ngarepku. Nyumed rokok njur udud.
"Sepurane. Iki babagan tanggung jawab. Saiki aku ngaku, Dina iku uga bojoku. Rong sasi kepungkur dak ijab siri. Saiki lagi mbobot sesasi. Nanging dheweke trima dadi bojo enom, ora nuntut apa-apa ..." Mas Heri njelasake. Iki sing gak pengin dak ngerteni. Sak liyane iku apa sing diucapake Mas Heri aku ora krungu ... suwung brung! Sepi! Atiku lunga, mbuh manyang endi ... Jebul tamuku kok maruku.

Cerpen Persahabatan Sedih



Rindu Yang Tak Sampai

       Namaku Gebby Febriatta, aku kelas 11 dan sekolahku di SMA Mangun negara di daerah Semarang. Aku merupakan orang yang sangat cerewet dan aku mempunyai sahabat bernama Melani sesilia yang juga satu sekolah denganku, bahkan satu kelas bersamaku, dia tipe orang yang pendiam. Kita selalu bersama, kemana - mana kita selalu barengan, orangtua kita pun saling mengenal. Aku dan Melani satu perumahan di Semarang tidak jauh dari sekolah kami. Persahabatan kita dimulai pada saat  kita duduk di kelas 6 SD dan kita masih menjalani persahabatan dengan baik.
       Pada suatu malam kira kira jam setengah 7 , tiba- tiba  melani mengetuk pintu rumahku.”tok tok tok …” lalu pembatuku membukakan pintu. Melani pun bertanya kepada pembantuku “Gebbynya ada bi?” jawabnya “ada neng, silahkan masuk aja, neng Gebby ada dikamarnya”. Lalu Melani masuk kerumah Gebby dan menuju ke kamarku, tanyaku “ada apa mel?kok tumben malem-malem datang ke rumah?” jawab melani dengan muka sedih “gini Geb, tadi pada saat aku bermain laptop di kamar tiba- tiba ayahku memanggil dan bicara serius” sela Gebby “bicara apa mel?” tanyaku penasaran, melani pun cerita tentang apa yang ia bicarakan dengan ayahnya tadi sore, dengan wajah merah dan mata berkaca – kaca, melani menjawab “kata ayahku gini : “Geb, perusahaan ayah mau memindah ayah di sebuah perusahaan di Jakarta, jadi ayah,ibu dan kamu harus pindah juga di Jakarta”Gebby meneteskan air mata dan memeluk melani. “apa iya mel kita mau pisah dan persahabatan ini cukup sampai disini?aku belum siap mel dengan semua ini.” Jawab melani “ akupun begitu Geb, aku juga tidak setuju dengan keputusan ayahku dan aku tidak mau pisah denganmu, aku juga tidak mau hubungan persahabatan ini dijalankan dengan jarak jauh dan entah kapan kita harus bertemu dan ngobrol bareng gini,aku takut untuk bicara kepada ayahku supaya jangan pindah ke Jakarta dan tetap berada disini. Kata  Gebby “yaudahlah mel kita tunggu aja bagaimana keputusan ayahmu selanjutnya dan semoga perusahaan tidak jadi memindah ayahmu ke perusahaan di Jakarta. Aku akan berdoa supaya ayahmu tidak jadi dipindah dijakarta”. Jawab melani “iya geb aku juga akan  berdoa supaya ayahku tidak jadi dipindah ke Jakarta”.
      “ Tok tok tok ….” Suara pintu kamarku … kataku “masuk aja “ ternyata bibi datang membawakan minuman untukku dan untuk melani, kata melani ”makasih bi sudah membawakan minuman untuk kami” “iya neng sama – sama” kata bibi. Bibi pun keluar dan aku melanjutkan pembicaraan yang tadi. “oh iya Geb, misalnya ayahku tidak jadi pindah dan jadi pindah aku akan memberitahumu” kata melani. Jawab Gebby “iya dong Mel,kamu harus tetap kasih kabar dan info tentang ayahmu jadi dan tidak jadi pindah ke Jakarta. Setelah berbincang – bincang soal tadi aku dan melani meminum  jus yang sudah disediakan oleh pembatuku tadi, waktu menunjukkan pukul setengah 9, aku harus pulang,kalau tidak keburu pulang aku akan dimarahi oleh ayahku karena aku tidak boleh main kemaleman sampai pukul setengah 9, aku pamit kepada Gebby dan orangtuanya. Sesampainya dirumah aku ditanya ayah dan ibuku “darimana kamu mel?’ jawabku “maaf ya ayah ibu aku tadi mau pamit ibu dan ayah lagi berdoa bersama jadi aku nggak berani mengganggu, aku barusan dari rumah Gebby. Kata ayah dan ibunya “ya udah sekarang kamu tidur ya mel, udah malam.
            Keesokan harinya adalah hari minggu,pukul 7.00 aku dan melani pergi ke gereja bersama , kami memohon dan berdoa supaya ayah melani tidak jadi dipindah kerjanya ke Jakarta. Misa pun selesai pukul 9.00, pulang dari gereja aku dan Melani pergi keliling semarang untuk menghibur supaya tidak sedih gara – gara ayah melani mau pindah.  Tidak terasa hari sudah sore, aku dan melanipun pulang. Sesampainya dirumah aku dan melani diberitahu oleh ayah melani bahwa ayah melani benar- benar mau pindah kerjaan di Jakarta dan akan berangkat minggu depan , mendengar perkataan ayah melani, aku dan melani bertatapan mata dan kita syok mendengarnya. Kata ayahnya “maaf ya nak Gebby,om harus memisahkan kamu dengan melani karena pekerjaan om ini, pesan dari om yaitu walaupun jarak jauh tapi jangan pernah kalian putuskan tali persaudaraan dan persahabatan kalian,tanpa berkata – kata dan entah mau bicara apa,  Gebby dan Melani meneteskan air mata dan ayah Melani memeluk mereka.
       1 minggu kemudian, melani dan keluarga datang ke rumah Gebby untuk berpamitan, dan sebelum ayah dan Melani bicara, Gebby tiba-tiba sudah menangis, ia tidak tahu harus bagaimana jika seorang sahabat yang ia cintai harus pergi jauh dan belum tahu kapan mereka harus bertemu kembali dan saling canda tawa bersama, kata melani “Geb, aku mau pergi dulu untuk ikut kepada ayahku, jangan lupakan aku sebagai sahabatmu dan aku berjanji untuk bisa tetap menjaga persahabatan ini dengan baik”.jawab Gebby “iya mel, aku sebenernya tidak sanggup untuk melihatmu pergi dan Tuhan sudah menjawab doa kita bahwa kita harus berpisah dan inilah jawaban yang terbaik untuk kita.pesanku jangan pernah lupakan aku sebagai sahabatmu” setelah melani berpamitan, Gebby memberikan sebuah bunga mawar dan sebuah boneka anjing untuk kenang- kenangan. Tidak lupa Melani juga memberikan sebuah boneka minions, Melani dan keluarganya pun pergi meninggalkan Gebby.
      Waktu terus berlalu, aku sangat merindukan sesosok sahabatnya yang bernama Melani itu, entah kenapa melani dalam satu tahun ini tidak ada kabarnya sama sekali. Aku pun bingung harus menghubungi siapa karena ia juga tidak punya nomor hpnya ayah Melani. Aku terus menunggu kabar dari sahabatnya itu dan berdoa supaya Melani tidak ada apa – apa di jakartra sana. Setiap malam aku menulis diary dan dicatatan diaryku aku menceritakan bagaimana perasaanku yang sangat merindukan sahabatnya.