PALAGAN AMBARAWA
Oleh :
Nama : M Uwais Alfan M
Kelas :
IX A
MTS AL BIDAYAH CANDI BANDUNGAN
2015/ 2016
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kelompok saya
dapat menyelesaikan penyusunan kliping berjudul " Palagan Ambarawa "
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga kliping ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu media pembelajaran.
Harapan saya semoga kliping ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat
memperbaiki bentuk maupun isi kliping ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kliping ini saya akui masih banyak kekurangan
karena . Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan kliping ini.
Candi, 9 September 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I
Awal Pertempuran
Peristiwa Pertempuran
Akhir Pertempuran
Daftar Pustaka
BAB
I
AWAL
PERTEMPURAN AMBARAWA
Latar Belakang Sejarah
Kota ambarawa pada waktu itu sebagai ajang pertempuran deangan
diawali mendaratnya tentara sekutu yang di komandani inggris mendarat di
pelabuhan Semarang pada tanggal 20 oktober 1945, dalam pengiriman ke Jawa
ternyata banyak yang bergabung dengan NICA (Netherlands-Indies Civil Administration)
yag pada waktu pendaratan di pimpin Jendral Bethel. Setelah sampai di
pelabuhan semarang Jendral Bethel menghadap gubenur semarang yang pada waktu
itu di jabat Wongsonegoro.
Telah
mendapat secukupnya tentang daerah-daerah pemukima orang-orang Jepang dan
tempat tawanan orang-orang Eropa yang di tawan oleh bangsa Jepang, kemudian
meninggalkan kota Semarang menuju daerah pusat tawanan di Ambarawa, Magelang,
Jogjakarta. Gubenur Wongsonegoro memberikan bantuan 5 Batalyon yang di pimpin
Letkol Isdiman. Sesampainya di tujuan mula-mula sekutu menjalankan tugas dengan
tegas namun setelah beberapa hari terjadi perselisihan kecil yang disengaja
oleh sekutu dan menjadi besar antara NICA dan TKR( Tentara Keamanan Rakyat).
Melihat keadaan yang kurang baik maka seluruh pemimpin kesatuan Jawa Tengah
membatu pertempuran di Magelang dengan segala kemampuan yang ada. Karena
pertempuran di Magelang maka di usahakan agar musuh jangan masuk ke Yogyakarta
sebab pada waktu itu Yogyakarta sebagai ibu kota negara. Sekutu dapat dipukul
mundur menuju Ambarawa tanggal 21 November 1945, dan pada tanggal itu di
Ambarawa terjadi pertempuran, sehingga mundurnya tentara Inggris ke Ambarawa
menambah kekuatan serdadunya.
Pertempuran
di Ambarawa ini tidak seimbang karena bangsa Indonesia yang hanya menggunakan
senjata rampasan, bambu runcing, dan keris melawan senjata modern.
Organisasi-organisasi yang di bentuk pada masa pendudukan Jepang yang berbau
militer dipakai dalam pertempuran melawan tentara Inggris dan sekutu.
Pengalaman ini juga dilakukan oleh pemimpin-pemimpin kita untuk melatih perang
para pemuda.
Mundurnya tentara sekutu ke Semarang
melalui desa-desa dan membunuh orang-orang desa yang dilaluinya, tindakan
biadab ini membuat seluruh kesatuan Jawa Tengah mengejar hingga ke pelosok
desa.
Salah
satu pemimpin yang arif bijaksana Letkol Isdiman gugur dalam pertempuran, yang
pada saat itu sebenarnya akan diadakan serah terima jabatan komando pertempuran
bagian selatan Ambarawa dari tangan Mayor Imam Adrogi di depan sekolah dasar negeri
Kebondowo.
Sektor
selatan kekuatan kita yang terdiri dari kesatuan Divisi V Purwokerto dan divisi
IX Yogyakarta dengan beberapa perwiranya diantaranya : Kol. Sutirto, Letkol.
Gatot subroto dan beberapa prajuritnya.
Sektor
utara pertempuran langsung di pegang oleh GPH Jatikusumo
Sektor barat pertempuran di pegang
oleh gabungan yang berasal dari resimen Magelang, resimen P4 Temanggung dan TKR
Ambarawa. Perwira di sektor ini adalah : Letkol Sarbini, Letkol Bambang sugeng,
Mayor Ahmad yani, Mayor Sumarto, Mayor Kusein.
Melihat kepungan ini semakin
mendesak pihak musuh maka tentara sekutu melakukan serangan dengan gencar untuk
mematahkan kepungan dari tentara Indonesia, malahan serangan itu diperkuat
dengan pesawat terbang Mustang P51 (cocor merah).
Taktik
lebih klanjut yang digunakan oleh pemimpin kita ternyata semakin mantap. Bila
dulu lubang bekas jatuhnyan peluru meriam disingkiri, akan tetapi sekarang di
jadikan tempat berlindung karena kecil kemungkinan untuk di jatuhi peluru lagi
oleh musuh.
Sementara serangan mendadak terhadap
lalu lintas dan kubu pertahanan berhasil dengan baik, di dapur umum mengalami
kesibukan untuk mensuplai makanan. Banyak penduduk yang berpartisipasi dalam
pertempuran ini. Meskipun tidak dengan angkat senjata tetapi mengantar nasi
pantas/ patut menyandang gelar pahlawan Bangsa. Suatu kenyataan yang
tidak dapat dipungkiri adalah adanya mitos yang membuat para pejuang tidak
merasa minder dalam menghadapi musuh yang bersenjata modern dan lengkap saat
itu. Mereka percaya adanya kekuatan gaib yang ada dalam benda yang diperoleh
dari leluhurnya, dia akan merasa kebal terhadap peluru dari musuh, maupun rasa
sakit. Salah satu benda yang dipergunakan dalam peperangan yang mempunyai
keampuhan adalah bambu runcing dari KYAI PARAKAN Dalam hal ini figur seorang
komandan sangat memegang peranan penting dalam pertempuran . Oleh sebab itu
banyak komandan yang berada di fron terdepan untuk membangkitkan semangat
perjuangan dari para kaum muda.
Setelah
mendengar kabar Letkol Isdiman gugur kemudian Kol Sudirman terjun langsung
untuk memimpin perjuangan. Melihat cara menyerang yang tidak sama-sama hanya
ingin menonjolkan kekuatan masing-masing. Kolonel Sudirman mengumpulkan para
pemimpin kesatuan untuk mengadakan pembicaraan tentang strategi penyerangan di
bawah komandonya. Berkat kepribadian yang sederhana, berani, tegas dan
bijaksana akhirnya Kolonel Sudirman mengirim mata-mata untuk menyusup ke dalam
pertahanan musuh dan membuat sabotase.
Sehingga pada tanggal 11 desember
1945 Kolonel Sudirman mengadakan pertempuran lagi untuk merembuk tentang
serangan dadakan yang akan dimulai tanggal 12 desember 1945 tepat jam 4.30
pagi. Apabila serangan ini tidak berhasil maka akan dilakukan taktik sapit
udang.
Udara
yang dingin menusuk tulang tidak dirasakan oleh pejuang karena terbakar
semangat yang menyala-nyala di rongga dada nya, mereka tidak lagi sabar
menunggu komando. Tepat jam 04.30 pagi komando diteriakkan dan serentak para
pejuang menyerbu pertahanan hingga pertahanan musuh menjadi kalang kabut.
Karena penyerangan ini dianggap
kurang berhasil oleh Kolonel Sudirman maka selanjutnya menggunakan taktik sapit
udang yang membentuk seperti udang dan akhirnya kolonel Sudirman membagi
pasukan dalam beberapa kelompok
Kelompok
I sebagai tubuh udang merupakan kelompok induk pasukan, bertugas menghadapi
langsung dengan musuh. Pasukan ini terdiri dari empat Batalyon dipimpin Mayor
Suharto. Kelompok II menempati kaki udang yang kiri bergerak pada bagian barat
desa Jambu menuju Bandungan dan Baran. Pasukan yang ada di Bandungan di pimpin
oleh Letkol Sarbini dan di bantu oleh Mayor Kusen , Mayor Suryo , serta Mayor
Ahmad yani. Kelompok III sebagai supit udang juga ternagi menjadi dua yaitu
supit sebalah kiri dan supit sebelah kanan . Pasukan yang bertugas di daerah
ini dari divisi IV Salatiga dipimpin langsung GPH Jatikusumo yang bergerak dari
utara Bawen dan Divisi X Solo menempati sektor Timur di sekitar Tuntang, Bawen
dan Asinan. Tugas pasukan ini menjepit musuh dari arah depan (timur) dan
bertugas mengawasi bila sekutu mendapat bantuan dari Semarang atau
musuh mengadakan pengunduran . Sedang yang bertugas di Tuntang, Bawen dan
Asinan dipimpin oleh Letkol Sutejo, Mayor Sastralawu, Mayor Suharto. Kelompok
IV yang kebanyakan terdiri dari kelaskaran atau pasukan rakyat menempati ekor
udang. Lokasi Pasukan ini di daerah Garung dan Ngampin yang tugasnya membantu
pasukan induk apabila terdesak.
Serangan
ini berlangsung selama 4 hari 4 malam sehingga keadaan kota Ambarawa pada waktu
itu bagai lautan api dan di sana sini terdapat asap mesiu. Karena serangnan
yang gencar tiada henti-hentinya itu terhadap sekutu dan NICA akhirnya pada
tanggal 15 Desember 1945 sekutu angkat kaki dari kota Ambarawa dengan
meninggalkan mayat-mayat yang bergelimpangan sebab tidak sempat di bawa mundur.
Atas kemenangan itu untuk memperingati maka setiap tanggal 15 Desember di
jadikan hari Infantri TNI AD kita. Kemenangan pejuang dalam pertempuran di
Ambarawa ini juga mempengaruhi perjuangan di seluruh wilayan Indonesia.
Riwayat Penemuan/ Penelitian
Asal
mula berdirinya munumen Palagan Ambarawa di kabupaten Semarang itu adalah atas
prakarsa/ide Bapak Mayjen Yasir Adiboro yang pada waktu itu menjabat sebagai
Pangdam VII Diponegioro.
Pada
waktu itu daerah Jawa Tengah belum memiliki tugu kepahlawanan, sehingga timbul
niat untuk membangun monumen yang pada dasarnya untuk mengenang dan
mengabadikan jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur di medan laga sebagai
kusuma Bangsa. Pembangunan ini mengambil lokasi di desa Panjang dimana pada
waktu itu banyak mengandung semangat patriotisme di sekitar Panjang. Selain itu
juga ada faktor yang menguntungkan yaitu tidak banyak memindahkan penduduk di
karenakan pembangunan monumen ini tidak lepas dari pemerintah pusat maupun
daerah.
Sedangkan
bangunan yang didirijkan yaitu dua bangunan berbentuk Tugu dan berbentuk rumah
Joglo yang kemudian disebut museum. Pembangunan monumen ini dimulai pada
tanggal 15 desember 1973 dan selesai pda tanggal 15 desember 1974.
Sedangakan yang menanganani
pembangunan ini adalah CV AIS (Arsitektur Insiyur dan Seniman)dari Yogyakarta
di pimpin oleh Drs. Satoto.
Monumen Palagan Ambarawa selain
merupakan Obyek priwisata sekaligus juga merupakan tempat untuk memengenang
jasa para pahlawan perjuangan kemerdekaan, bahwa betapa gagahnya dan beraninya
para pejuang pada masa itu yang hanya berbekal bambu runcing dan senjata
seadanya serta modal senjata rampasan dari musuh berani menghadapi musuh yang
menggunakan senjata modern. Disamping itu juga menambah wawasan pada generasi
yang akan datang sebagai generasi penerus bangsa.
Pada
tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu mendarat di Semarang dibawah pimpinan
Brigadir Jenderal Bethel yang semula diterima dengan baik oleh rakyat karena
akan mengurus tawanan perang. Pada awalnya, pendaratan Sekutu di Semarang
bertujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang dan mengurus tawanan perang
tentara Jepang yang ada di Jawa Tengah dan bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr WONGSONEGORO menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan
keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, dan Sekutu berjanji tidak akan
mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Namun,
ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di AMBARAWA dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara
Belanda, secara diam-diam tentara Sekutu telah mengikutkan tentara NICA dan
mempersenjatai para bekas tawanan perang di Ambarawa dan Magelang. Tindakan ini
akhirnya dapat diketahui oleh Indonesia dan menimbulkan insiden yang kemudian
meluas menjadi sebuah pertempuran terbuka. Di Magelang, tentara Sekutu
bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti TENTARA KEMAANAN RAKYAT dan
membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol.M SARBINI membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara
Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur
tangan Presiden SOEKARNO yang berhasil menenangkan suasana.
Setelah
terjadi insiden di Magelang antara TKR dengan tentara Sekutu maka pada tanggal
2 November 1945 Presiden Soekarno dan Brigadir Jend. Bethel mengadakan
perundingan gencatan senjata. Setelah diadakannya perundingan, secara diam-diam
tentara Sekutu mulai meninggalkan Magelang dan mundur ke Ambarawa pada
tanggal 21 November 1945.
Resimen
Kedu Tengah dibawah pimpinan Letkol M. Sarbini melakukan pengejaran terhadap
tentara Sekutu dan meletuslah pertempuran di Ambarawa. Gerak mundur tentara
Sekutu ini tertahan karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda pimpinan
Sastrodihardjo yang memperkuat gabungan pasukan dari Ambarawa, Suruh, dan Solo
di Desa Lambu. Di Desa Ngipik, tentara Sekutu kembali dihadang di Batalyon Soerjosoempeno.
Pada saat pengunduran diri, tentara Sekutu mencoba menduduki dua Desa disekitar
Ambarawa. Dalam usaha merebut kedua Desa tersebut, gugurlah Letnan Kolonel
Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Beliau, Komando pasukan
dipegang oleh Letkol Soedirman, Panglima Divisi V di Purwokerto, dan terjun
langsung memimpin pertempuran.
Jenderal
Soedirman sebagai pemimpin pasukan menegaskan perlunya mengusir tentara sekutu
dari Ambarawa secepat mungkin. Sebab sekutu akan menjadikan Ambarawa sebagai
basis kekuatan untuk merebut Jawa Tengah. Dengan semboyan ”Rawe-rawe rantas
malang-malang putung, patah tumbuh hilang berganti”, pasukan TKR memiliki tekad
bulat membebaskan Ambarawa atau dengan pilihan lain gugur di pangkuan ibu
pertiwi.
Kehadiran
Kol. Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI. Kolonel
Soedirman mengkoordinir komandan-komandan sektor untuk menyusun strategi
penyerangan terhadap musuh. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan
serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Peristiwa Pertempuran Ambarawa
Tanggal 23 november 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak
dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di
Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon.,Imam Androngi,
Yon.Soeharto dan Yon Sugeng. Tentara Sekutu mengerahkan
tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menusuk ke tempat kedudukan
Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.
Serangan
pembebasan Ambarawa yang berlangsung selama empat hari empat malam dilancarkan
dengan penuh semangat pantang mundur. Dari tanggal 12 Desember hingga 15
Desember 1945, para pejuang tidak menghiraukan desingan-desingan peluru maut
lawan. Tetapi sebelumnya, pada tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan
Sektor TKR dan Laskar perjuangan yang secara serentak akan mengepung musuh yang
bertahan di benteng Wille, yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa.
Letusan
tembakan dengan tembakan mitraliur sebagai isyarat dimulainya serangan umum
pembebasan Ambarawa terdengar tepat pukul 4.30 WIB pada tanggal 12 Desember
1945. Pejuang yang telah bersiap-siap di seluruh penjuru Ambarawa mulai merayap
mendekati sasaran yang telah ditentukan, dengan siasat penyerangan mendadak
secara serentak di segala sektor.
Seketika,
dari segala penjuru Ambarawa penuh suara riuh dengan desingan peluru, dentuman
meriam, dan ledakan granat. Serangan dadakan tersebut diikuti serangan balasan
musuh yang kalang kabut. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang - Ambarawa
dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit.
Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit
urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar
terkurung. Dan karena merasa terjepit, akhirnya pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut
Ambarawa, dan Sekutu mundur menuju ke Semarang.
Akhir Pertempuran Ambarawan
Sekira
pukul 16.00 WIB, Jalan Raya Ambarawa - Semarang berhasil dikuasai TKR dan
pengepungan musuh dalam kota Ambarawa berjalan dengan sempurna. Terjadilah
pertempuran jarak dekat. Musuh mulai mundur pada tanggal 14 Desember 1945.
Persediaan logistik maupun amunisi musuh sudah jauh berkurang. Akhirnya,
pasukan sekutu mundur dari Ambarawa sambil melancarkan aksi bumi hangus pada
tanggal 15 Desember 1945, pukul 17.30 WIB.
Pertempuran berakhir dengan
kemenangan gemilang dari TKR. Benteng pertahanan sekutu yang tangguh berhasil
direbut pasukan TKR. Kemenangan pertempuran Ambarawa pada tanggal 15 Desember
1945 dan keberhasilan Panglima Besar Jenderal Soedirman ini kemudian diabadikan
dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa. TNI AD memperingati tanggal tersebut
setiap tahun sebagai Hari Infanteri.
Berdasar
Keputusan Presiden RI No. 163/1999, Hari Infanteri kemudian diganti dengan nama
Hari Juang Kartika. Dan sampai sekarang setiap tanggal 15 Desember diperingati
sebagai hari Infanteri.
Kemenangan
pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan
diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
DAFTAR
PUSTAKA
Triyanto, Niken Yuniari, Rumiyati 2006 IPS Terpadu Wajar dari Graham Pustaka.
Sutarto, Sunardi, Nanang Herjunanto dll, 2008 IPS untuk SMP/MTs Kelas IX Pusat
Perbukuan BSE.
-- Slamet ... {et all},. 1995.
PENINGGAKAN SEJARAH DAN PURBAKALA JAWA TENGAH : Petunjuk Singkat Wisata.
Semarang : Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jateng Proyek inventarisasi
Nilai-Nilai Budaya dan Dokumentasi Sejarah Peninggalan Purbakala Daerah Jawa
Tengah.
-- Skema supit udang . sumber
:
http://mr-rifaifajrin.blogspot.com/2012/06/skema-pertempuran-supit-udang-jend.html