HALAMAN
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Laporan Karya Tulis yang berjudul “Laporan Study Tour Candi Gedong Songo -
Palagan - Curug 7 Bidadari’’ ini telah disetujui oleh guru pembimbing dan
disahkan oleh Kepala Mts Al bidayah Candi, pada :
Hari :
Tanggal :
Mengesahkan Menyetujui
Kepala
Mts Al Bidayah Candi Guru Pembimbing
Ahmad Zaini S.Pd.I Putri
Candra, S.Pd
NIP. NIP.
MOTTO
1. Genius dilahirkan, bukan dibeli !. ‘’(Oscar Wilde)’’
2. Manusia tak selamanya benar dan tak selamanya salah, kecuali ia yang selalu mengoreksi diri dan membenarkan kebenaran orang lain atas kekeliruan diri sendiri.
3. Pengetahuan adalah kekuatan.
4. Janganlah larut dalam satu kesedihan karena masih ada hari esok yang menyongsong dengan sejuta kebahagiaan.
5. Punggung pisaupun bila diaasah akan menjadi tajam.
6. Saya selalu berkembang atas dorongan orang lain. ‘’(John F. Kennedy)’’
1. Genius dilahirkan, bukan dibeli !. ‘’(Oscar Wilde)’’
2. Manusia tak selamanya benar dan tak selamanya salah, kecuali ia yang selalu mengoreksi diri dan membenarkan kebenaran orang lain atas kekeliruan diri sendiri.
3. Pengetahuan adalah kekuatan.
4. Janganlah larut dalam satu kesedihan karena masih ada hari esok yang menyongsong dengan sejuta kebahagiaan.
5. Punggung pisaupun bila diaasah akan menjadi tajam.
6. Saya selalu berkembang atas dorongan orang lain. ‘’(John F. Kennedy)’’
PERSEMBAHAN
Laporan
Karya Tulis yang berjudul “Laporan Study
Tour Candi Gedong Songo - Palagan - Curug 7 Bidadari’’ ini penulis
persembahkan kepada :
- Bapak
Ahmad Zaeni, S.Pd.I selaku Kepala MTs Al Bidayah Candi yang telah memberikan
ijin kepada kami.
- Ibu Putri Candra, S.Pd, selaku guru pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan baik dan ramah.
- Ayah dan ibu yang telah memberikan dorongan baik moral maupun spiritual.
- Teman – teman semua yang telah memberikan bantuan dan dorongan.
- Semua pihak yang telah memberikan motivasinya yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu.
- Ibu Putri Candra, S.Pd, selaku guru pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan baik dan ramah.
- Ayah dan ibu yang telah memberikan dorongan baik moral maupun spiritual.
- Teman – teman semua yang telah memberikan bantuan dan dorongan.
- Semua pihak yang telah memberikan motivasinya yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu.
DAFTAR
ISI
Halaman Judul…………………………………………………………………………….. 1
Halaman Persetujuan Dan Pengesahan……………………………………………………. ii
Motto……………………………………………………………………………………… iii
Persembahan………………………………………………………………………………. iv
Daftar Isi………………………………………………………………………………….. v
Kata Pengantar…………………………………………………………………………… vi
BAB
I PENDAHULUAN………………………………………………………………. 1
1.1
Latar Belakang……………………………………………………………………….. 1
1.2
Tujuan………………………………………………………………………………… 1
1.3
Manfaat………………………………………………………………………………. 2
1.4
Metode Penulisan…………………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………... 3
2.1
Candi Gedong Songo………………………………………………………………… 3
2.2
Palagan Ambarawa…………………………………………………………………… 8
2.3
Curug 7 Bidadari……………………………………………………………………… 9
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………… 11
3.1
Simpulan………………………………………………………………………………. 11
3.2
Saran…………………………………………………………………………………... 11
Daftra
pustaka…………………………………………………………………………….. 12
KATA PENGANTAR
Dengan ini penulis mengucapkan puji
syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Karya Tulis yang berjudul
“Laporan Study Tour Candi Gedong Songo -
Palagan - Curug 7 Bidadari’’ ini dengan baik dan lancer tanpa halangan
suatu apapun.
Terselesaikannya laporan ini tentu
tidaklepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih yang setulus – tulusnya kepada :
1
Bapak Ahmad Zaini, S.Pd.I selaku Kepala
MTS Al Bidayah Candi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti kegiatan kunjungan.
2
Ibu Putri Candra, S.Pd selaku guru
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan telaten dan sabar
membimbing, memberikan petunjuk kepada penulis dalam mengumpulkan data atau
materi penyusunan laporan ini.
3
Bapak dan ibu guru pendamping yang
dengan sabar membimbing serta memberikan masukan dan mengarahkan kepada penulis
dalam penyusunan laporan.
4
Panitia yang telah mempersiapkan segala
kebutuhan yang sangat kami butuhkan sehingga kami bisa tahu hal – hal yang kami
belum tahu.
5
Ayah dan ibu yang telah memberikan dana,
dorongan dan kasih saying sehingga kami bisa berangkat ke Jakarta, bandung
dengan tenang dan bisa menyediakan karya tulis dengan lancar.
6
Teman – teman yang telah mendampingi dan
melindungi penulis waktu study tour berlangsung dan membantu serta memberi
dorongan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini.
Laporan ini disusun
untuk melengkapi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, kami
berharap semoga laporan karya wisata ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
menjadi referensi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, kami
mengharap segala kritik dan saran yang membangun dan dapat menjadikan laporan
ini jauh lebih baik lagi. Kami mohon maaf setulus – tulusnya atas kesalahan
maupun kekurangan dalam penyusunan laporan ini.
Candi,
29 Mei 2019
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
A. Latar Belakang
dalam penyusunan laporan ini ada dua metode yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data yaitu observasi dan studi pustaka :
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran.
Di kompleks candi ini terdapat sembilan buah candi. Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi). Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27 °C) Candi Gedong Songo yang terletak di kawasan gunung Ungaran adalah merupakan salah satu bangunan besejarah dan patut untuk dipelihara agar tetap terjaga keutuhannya sehingga nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak hilang. Candi tersebut dinamakan Candi Gedong Songo karena di kompleks tersebut ditemukan sembilan kelompok bangunan (candi) Gedong (Jawa) berarti rumah, Songo (Jawa) berarti sembilan, sehingga Gedong Songo berarti Sembilan rumah dewa.
Candi Gedong Songo terdiri dari 9 bangunan candi yang persebarannya belum dapat diketahui dengan pasti, baik itu arah persebaran, pola persebaran, maupun bentuk candi Gedong Songo secara keseluruhan. Candi Gedong Songo terdiri dari 9 candi, tetapi kini hanya tinggal 5 buah candi yang masih kokoh berdiri dan telah dipugar, 2 candi yang sudah runtuh dan hanya terlihat kontruksi bangunannya saja (bagian bawah candi), sedangkan 2 buah candi lainnya tidak terlihat lagi karena hanya tinggal pondasinya saja.
B. Tujuan
1 Menambah pengalaman akan sejarah Indonesia
2 Meningkatkan semangat kita untuk terus belajar dan belajar
3 Menumbuhkan rasa cinta tanah air Indonesia
4 Melatih keterampilan menulis
5 Mempelajari sejarah kariya budaya dan warisan Indonesia
6 Sebagai inspirasi dan meningkatkan kerativitas siswa
7 Menambah wawsan para siswa
8 Menyesuaikan tugas yang di berikan sekolah
C. Manfaat
1. Mengetahui lebih dalam sejarah Candi Gedong Songo
2. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
3. Menambah refrensi penelitian selanjutnya
D. Metode Penulisandalam penyusunan laporan ini ada dua metode yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data yaitu observasi dan studi pustaka :
1.
Observasi
penulis
mengadakan pengamatan secara langsung atau mengunjingi obyek wisata secara
langsung dan mencatat data - data sesuai dengan materi yang penulis butuhkan
2.
Studi Pustaka
penulis mencari
sumber informasi dari buku dan internet
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Candi Gedong Songo
Candi Gedong Songo adalah nama
sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa
Candi, di Kecamatan Bandungan, dan masuk dalam kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Tepatnya candi gedong songo terletak di lereng Gunung Ungaran. Di area candi
ini terdapat sembilan buah candi. Kata gedong songo berasal dari bahasa jawa,
gedong berarti bangunan atau rumah, dan songo berarti sembilan. Jadi gedong
ssongo berarti sembilan (kelompok) bangunan.
Lokasi
9 buah banguna candi ini tersebar di lereng Gunung Ungaran yang memiliki
pemandangan alam yang indah. Di sekitar lokasi candi gedong songo juga terdapat
hutan pinus yang tertata rapi serta mata air yang mengandung belerang. Kabut
tipis yang turun dari atas gunung sering muncul, hal ini mengakibatkan kita
sulit untuk memandang Candi Gedongsongo dari kejauhan. Candi gedong songo ini
memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di daerah Wonosobo. Candi gedong
songo ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut.
Ha ini mengakibatkan suhu udara di kawasan candi gedong songo ini cukup dingin.
B. Pendiri dan Waktu Didirikan Barisan Candi Gedong Songo pertama kali
diperkenalkan secara luas oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Sir Thomas
Stamfor Bingley Raffles, yang pernah memimpin Indonesia tahun 1804.
Candi
Gedong Songo merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra
abad ke-9 (tahun 927 masehi). Komplek Candi Gedong Songo ini dibangun oleh
Putera Sanjaya, seorang Raja Mataram Kuno pada sekitar abad 7 masehi. Dilihat
dari arsitektur dan pendirinya yang beragama hindu, candi gedong songo
dipastikan merupakan yang dibangun untuk tujuan pemujaan bagi umat hindu. Di
candi gedong songo terdapat beberapa patung dewa seperti Syiwa mahaguru, Syiwa
Mahakala, Syiwa Mahadewa, Durgamahesasuramardhani dan Ganesya. Di dalam
kompleks candi gedong songo ini Juga ditemukan Lingga dan Yoni yang merupakan
ciri khas dari candi hindu di Indonesia.
Candi
Gedong Songo Pada periode awal, Candi Gedong Songo hanyalah berjumlah tujuh
buah. Itulah mengapa masyarakat sekitar dulunya memanggil kumpulan candi
sebagai Candi Gedung Pitoe, yang dalam bahasa Jawa berarti tujuh. Penelitian
Raffles mengenai Candi Gedong Songo tersebut tertuang dalam bukunya yang
berjudul The History of Java tahun 1817.
Candi
Gedong Songo bertambah dua candi oleh seorang arkeolog berkebangsaaan Belanda,
Van Stein Calefells, tahun 1908 yang membuat penelitian mengenai Candi Gedong
Pitoe. Belanda yaang menguasai Nusantara mengadakan kegiatan ilmiah terkait
penemuan Calefells. Dari situlah Candi Gedung Pitoe berubah namanya menjadi
Candi Gedong Songo (Songo = Sembilan).
Pemerintah
Belanda secara resmi melakukan penelitian terhadap eksistensi Candi Gedong
Songo pada 1916 melalui Oudheidkundige Dienst in Nederlansc-Indie, atau yang
diterjemahkan sebagai Jawatan Purbakala di Hindia Belanda. Kemudian pada
1928-1929 Candi Gedong Songo dipugar secara keseluruhan oleh Pemerintah Hindia
Belanda dan tahun 2009 oleh pemerintah Indonesia.
Meskipun
menurut nama yang diberikan sembilan kelompok candi, maka saat ini hanya
terdapat lima kelompok candi yang masih utuh.sedangkan keempat candi lainnya
sudah runtuh dan hanya tinggal pondasi atau dasarnya saja.
Kelima
kelompok candi tersebut letaknya berpencar, dimulai dari candi gedong I yang
terletak paling bawah sampai dengan candi gedong V yang terletak paling atas.
Kelima bangunan candi itu telah dipugar oleh Dinas Purbakala. Candi gedong I
dan Gedong II telah dipugar pada tahun 1928 –1929 dan 1930 –1931, sedangkan
candi gedong III, IV dan V tahun 1977 –1983 .
Candi
Gedong I Candi Gedong I terdiri dari satu bangunan utuh, berukuran relatif
kecil dengan denah dasar persegi panjang. Atap candi berbentuk segi empat
bersusun dengan hiasan pola kertas tempel di sekelilingnya. Separuh dari puncak
atap terlihat telah hancur. Di sebelah tenggara terlihat Gunung Telomoyo,
Gunung Merbabu, dan Gunung Merapi. Kaki candi (batur) dengan denah dasar segi
empat dihiasi deretan panel dengan pahatan bermotif bunga (padma) dan
sulur-suluran yang sederhana. Tinggi batur sekitar 1 m, dengan tangga menuju
ruangan kecil dalam tubuh candi terletak di sisi timur. Permukaan batur
membentuk selasar selebar sekitar 0,5 m mengelilingi tubuh candi.
Candi
Gedong II terdiri satu bangunan utuh dengan denah dasar bujur sangkar seluas
sekitar 2,5 m². Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m. Pelipit
atas batur menjorok ke luar membentuk selasar selebar 0,5 m mengelilingi tubuh
candi. Tangga naik ke selasar terdapat di sisi timur, tepat di depan pintu
masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi semacam bilik
penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi.
Di
atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara. Pada dinding luar sisi
utara, selatan, dan barat terdapat susunan batu yang menjorok ke luar dinding,
membentuk bingkai sebuah relung tempat arca. Bagian depan bingkai relung
dihiasi pahatan berpola kertas tempel. Bagian bawah bingkai dihiasi sepasang
kepala naga dengan mulut menganga.
Candi
Gedong III terdiri dari tiga bangunan yaitu dua bangunan yang berjajar
menghadap ke timur dan satu bangunan yang menghadap ke barat. Ketiga bangunan
tersebut dapat dikatakan keadaannya utuh. Kedua bangunan yang menghadap ke
timur mirip sepasang bangunan kembar, namun yang berada di sebelah utara lebih
besar dan lebih tinggi daripada yang di selatan. Bangunan yang lebih besar
yaitu di utara, diperkirakan merupakan candi induk atau candi utama, sedangkan
bangunan yang lebih kecil diperkirakan sebagai candi perwara. Tubuh candi
berdiri di atas batur yang rendah dengan denah dasar berbentuk persegi.
Dalam
relung pada dinding selatan candi utama terdapat Arca Ganesha dalam posisi
bersila, sedangkan dalam relung pada dinding selatan terdapat Arca Durga
bertangan delapan dalam posisi berdiri. Bangunan ketiga di kompleks Candi
Gedong III terletak di depan candi utama dan candi perwara. Bangunan ini
mempunyai denah dasar persegi panjang dengan atap mirip “limasan” melengkung.
Di atas atap berjajar memanjang 3 hiasan berbentuk seperti menara kecil. Pintu
masuk bangunan yang berhadapan dengan candi induk terlihat sederhana tanpa
bingkai. Di atas ambang pintu tampak bekas hiasan yang rusak. Pada dinding
bangunan tidak terdapat relung yang diperkirakan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan atau gudang.
Candi
Gedong IV terdiri satu bangunan utuh dan sejumlah reruntuhan bangunan
disekelilingnya. Belum diketahui bagaimana bentuk asli dan apa fungsi bangunan-
bangunan yang telah runtuh tersebut, tetapi diperkirakan sebagai candi perwara.
Bangunan yang masih utuh tersebut bentuknya mirip dengan bangunan Candi Gedong
II. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar
persegi panjang.
Di
atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara tanpa rahang bawah. Di kiri
dan kanan ambang pintu terdapat relung tempat arca yang saat ini dalam keadaan
kosong. Di bagian bawah ambang relung diberi hiasan yang sudah tidak jelas
bentuk aslinya. Pada dinding luar sisi barat, utara, dan selatan terdapat
relung-relung berisi arca. Salah satu arca yang masih ada berupa sosok lelaki
dalam posisi berdiri. Arca tersebut dalam keadaan rusak. Atap Candi Gedong IV
berbentuk 3 persegi bersusun, makin ke atas makin mengecil dengan puncak atap
runcing, mirip atap Candi Gedong II. Sekeliling kubus dihiasi dengan pahatan
pola kertas tempel. Pada setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota
bulat berujung runcing.
Candi
Gedong V terdiri dari satu bangunan utuh dan sejumlah reruntuhan bangunan lain
di sekelilingnya yang diduga sebagai candi perwara. Bangunan yang masih utuh tersebut
bentuknya mirip dengan bangunan Candi Gedong II dan Candi Gedong IV.
Tubuh
candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar persegi
panjang. Pelipit atas batur menjorok keluar membentuk selasar selebar 0,5 m
mengelilingi tubuh candi. Tangga naik ke selasar terdapat di sisi timur, tepat
didepan pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi
semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi.
Di
atas ambang pintu dihiasi pahatan Kalamakara tanpa rahang bawah. Di kiri dan
kanan ambang pintu terdapat relung tempat arca yang saat ini juga dalam keadaan
kosong. Di bagian bawah ambang relung diberi hiasan yang sudah tidak jelas
bentuk aslinya.
2.2 Palagan Ambarawa
Kedatangan Tentara
Sekutu dan Belanda ke Indonesia pada September 1945 menimbulkan polemik baru,
pasca-proklamasi kemerdekaan. Rakyat Indonesia tak terima dengan sikap Belanda
yang mulai berani mengibarkan benderanya, salah satunya di wilayah Ambarawa. Pengibaran
bendera Belanda memicu kemarahan rakyat Indonesia, karena para tokoh bangsa
baru saja memproklamasikan kemerdekaan.
Akibatnya, terjadilah
perang sengit antara tentara Sekutu dengan Tentara Keamanan Rakyat dan laskar
rakyat di wilayah Semarang. Panglima Besar Jenderal Sudirman yang saat itu
masih berpangkat kolonel turun tangan langsung dan memimpin pasukan.
Pertempuran yang dikenal dengan Palagan Ambarawa ini menjadi bukti kuatnya
pasukan TKR dan laskar rakyat di Indonesia.
Puncaknya, pada 15
Desember 1945 Indonesia mampu mengusir Tentara Sekutu dari Ambarawa. Dilansir
dari Harian Kompas terbitan 9 Desember 1967, setiap tanggal 15 Desember pun
diperingati sebagai Hari Infanteri. Peringatan itu berdasarkan pada perjuangan
dan kemenangan pasukan infanteri terhadap pasukan Sekutu. Peristiwa itu penting
karena memberikan pengaruh besar terhadap perjuangan lain. Perjuangan ini mampu
menanamkan rasa percaya akan kekuatan Indonesia untuk berjuang sampai darah
penghabisan.
Selain itu, hadirnya
Kolonel Sudirman dalam pertempuran itu secara langsung memberikan suntikan
semangat dan komando dalam berjuang.
Baca juga: Hari Juang Kartika, Mengenang Palagan Besar di Ambarawa
Monumen Palagan Ambarawa Karena dampak yang ditimbulkan dalam pertempuran di
Ambarawa dianggap signifikan dalam berbagai aspek, maka Presiden kedua RI
Soeharto membangun sebuah monumen untuk memperingati peristiwa bersejarah itu.
Dilansir dari Harian
Kompas terbitan 16 Desember 1974, Soeharto memganggap pertempuran empat malam
pada 11-15 Desember 1945 merupakan lembaran istimewa dalam sejarah bangsa.
Monumen yang berdiri digunakan untuk mengingat memori kolektif bangsa pada
generasi berikutnya. Tepat pada 15 Desember 1974, monumen yang berada areal
tanah seluas 35.600 meter persegi di Ambarawa diresmikan Soeharto. Dalam
Monumen Palagan Ambarawa terdapat patung Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot
Subroto dan patung pahlawan lain ketika berjuang dalam pertempuran itu.
Terdapat juga patung
Letkol Isdiman selaku komandan resimen yang gugur dalam pertempuran. Baret
hijau lambang infanteri Pertempuran Ambarawa menjadi simbol penetapan Hari
Infanteri yang bertepatan pada 15 Desember. Setelah pembangunan Monumen Palagan
Ambarawa, TNI juga menetapkan ciri khas Infanteri. Dilansir Harian Kompas
terbitan 17 Desember 1994, bertepatan dengan peringatan hari jadi ke-49 korps
Infanteri, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ketika itu, Jenderal TNI
Wismoyo Arismunandar meresmikan penggunaan baret hijau sebagai ciri khas
prajurit Infanteri.
Penggunaan baret hijau
ini berlaku di seluruh jajaran satuan Infanteri Komando Daerah Militer (Kodam)
di wilayah Indonesia. Pemakaian baret hijau sebagai ciri khas prajurit
Infanteri, bukan sekadar pelengkap atribut prajurit yang tidak mengandung
makna. Tapi, ini merupakan lambang kebanggaan yang akan melahirkan dedikasi dan
motivasi juang yang tangguh, kebersamaan serta ikatan yang kukuh bagi setiap
prajurit Infanteri.
2.3
Curug 7 Bidadari
Curug 7 Bidadari
merupakan salah satu wisata air terjun yang berada di lereng Gunung Ungaran.
Air terjun bertingkat ini dikembangkan menjadi kawasan wisata berbasis pedesaan
oleh masyarakat setempat. Mitos yang berkembang tentang air terjun ini adalah
konon pada zaman dahulu pernah digunakan sebagai tempat mandi para bidadari
yang berjumlah tujuh. Hal ini diperkuat dengan beberapa situs yang dikeramatkan
masyarakat setempat di sekitar lokasi.
Curug 7 (Tujuh)
Bidadari yang berada di lereng Gunung Ungaran terletak di dusun Keseneng, desa
Keseneng kecamatan Sumowono, kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Curug 7 Bidadari
dipromosikan sejak 4 Februari 2010 oleh masyarakat sekitar dengan dana swadaya.
Curug 7 Bidadari
mempunyai 3 tingkatan dengan 7 curug dan 7 kolam alami yang terbentuk secara
alami dan tertata sesuai masing-masing curug. Dimana bagian tingkat ke 1 ke
tingkat 2 dengan ketinggian kurang lebih 6 meter sedangkan tngkat 2 ke tingkat
3 dengan ketinggian 7 meter.
Menurut cerita
masyakarat setempat sejak nenek moyang dahulu Curug 7 Bidadari berada di
kompleks Kedung Wali. Dinamakan demikian karena disitu terdapat kedung yang
berdiameter kurang lebih 70cm berbentuk bulat dengan air yang tak pernah surut
sepanjang tahun. Menurut Masyarakat setempat diyakini mempunyai khasiat bagi
orang yang yakin dan percaya.
Di bagian atas Curug 7
Bidadari terdapat sebuah bangunan kecil berbentuk persegi yang ditutupi oleh
bambu. Semula kami kira merupakan kamar mandi atau toilet, namun ternyata di
dalamnya terdapat sumur. Menurut papan informasi yang ada di sekitarnya sumur
tersebut dinamakan Kedung Wali.
Kedung Wali tersebut
terlihat dangkal namun mengeluarkan air dan membasahi batuan yang ada
disekitarnya. Sepertinya Kedung Wali merupakan salah satu mata air yang
mengalir menuju ke Curug 7 Bidadari. Keberadaan Kedung Wali ini kadang
dikaitkan dengan Kyai Mandhung, seorang pengikut setia Pangeran Diponegoro yang
menjadi tetua Dusun Keseneng hingga dimakamkan tidak jauh dari Curug 7
Bidadari.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kompleks Candi Gedong
Songo dapat menjadi sumber inspirasi bagi generasi penerus bangsa Indonesia
bahwa dengan kerja keras, tekun, kerjasama, taat beribadah dapat menciptakan
sesuatu yang besar manfaatnya bagi kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
Monumen Palagan
Ambarawa adalah sebuah monumen yang terdapat di Ambarawa, Kabupaten Semarang. Monumen
ini merupakan simbol untuk mengenang sejarah pertempuran Palagan Ambarawa pada
tanggal 12 Desember - 15 Desember 1945 Ambarawa. Pasukan Sekutu yang terdesak
dari Magelang mengadakan pengunduran ke Ambarawa, dan pasukan TKR yang dipimpin
Kolonel Soedirman berhasil menghancurkan Sekutu pada tanggal 15 Desember 1945,
di mana kini diperingati sebagai Hari Infanteri
Curug
7 Bidadari memiliki keindahan alam dan pesona yang sesuai dengan namanya.
Jangan salah, walaupun destinasi di wisata alam Semarang yang satu ini tidak
ada 7 orang bidadari cantik yang sedang mandi seperti namanya, namun Anda akan
tetap terpesona begitu datang dan melihatnya secara langsung.
3.2 Saran
Ada beberapa saran yang perlu
diperhatikan diantaranya :
1.
Jika kita ingin memasuki kawasan ziarah
dan wisata sbaiknya brkelompok dan jangan sampai berpisah.
2.
Jika ingin mengadakan ziarah dan wisata,
sebaiknya siswa siswi diwajibkan menabung.
3.
Jika takut mencoba wahana permainan
sebaiknya jangan mencobanya.
4.
Jangan membeli barang yang tidak
bermanfaat, pandai – pandailah dalam menawar barang agar dapat harga yang
sesuai dengan kualitas.
5.
Siapkan obat – obatan yang diperlukan
selama dalam perjalanan.
DAFTAR PUSTAKA
https://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2018/06/08/29/1312840/monumen-palagan-ambarawa-simbol-ketangguhan-tkr-usir-tentara-sekutu-J3w.jpg