Laporan Study Tour Candi Gedong Songo - Palagan - Curug 7 Bidadari


HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

            Laporan Karya Tulis yang berjudul “Laporan Study Tour Candi Gedong Songo - Palagan - Curug 7 Bidadari’’ ini telah disetujui oleh guru pembimbing dan disahkan oleh Kepala Mts Al bidayah Candi, pada :

Hari                                        :
Tanggal                                  :

            Mengesahkan                                                                          Menyetujui
Kepala Mts Al Bidayah Candi                                                     Guru Pembimbing


      Ahmad Zaini S.Pd.I                                                              Putri Candra, S.Pd
      NIP.                                                                                        NIP.























MOTTO

1. Genius dilahirkan, bukan dibeli !. ‘’(Oscar Wilde)’’

2. Manusia tak selamanya benar dan tak selamanya salah, kecuali ia yang selalu mengoreksi diri dan membenarkan kebenaran orang lain atas kekeliruan diri sendiri.

3. Pengetahuan adalah kekuatan.

4. Janganlah larut dalam satu kesedihan karena masih ada hari esok yang menyongsong dengan sejuta kebahagiaan.

5. Punggung pisaupun bila diaasah akan menjadi tajam.

6. Saya selalu berkembang atas dorongan orang lain. ‘’(John F. Kennedy)’’


PERSEMBAHAN

            Laporan Karya Tulis yang berjudul “Laporan Study Tour Candi Gedong Songo - Palagan - Curug 7 Bidadari’’ ini penulis persembahkan kepada :

- Bapak Ahmad Zaeni, S.Pd.I selaku Kepala MTs Al Bidayah Candi yang telah memberikan ijin kepada kami.
- Ibu Putri Candra, S.Pd, selaku guru pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan baik dan ramah.
- Ayah dan ibu yang telah memberikan dorongan baik moral maupun spiritual.
- Teman – teman semua yang telah memberikan bantuan dan dorongan.
- Semua pihak yang telah memberikan motivasinya yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu.













DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………………………………………..  1
Halaman Persetujuan Dan Pengesahan…………………………………………………….  ii
Motto………………………………………………………………………………………  iii
Persembahan……………………………………………………………………………….  iv
Daftar Isi…………………………………………………………………………………..   v
Kata Pengantar……………………………………………………………………………   vi

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….   1
1.1  Latar Belakang………………………………………………………………………..    1
1.2  Tujuan…………………………………………………………………………………   1
1.3  Manfaat……………………………………………………………………………….    2
1.4  Metode Penulisan……………………………………………………………………..   2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………...   3
2.1 Candi Gedong Songo…………………………………………………………………   3
2.2 Palagan Ambarawa……………………………………………………………………   8
2.3 Curug 7 Bidadari………………………………………………………………………  9

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………  11
3.1 Simpulan……………………………………………………………………………….  11
3.2 Saran…………………………………………………………………………………...  11

Daftra pustaka……………………………………………………………………………..  12


KATA PENGANTAR

            Dengan ini penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Karya Tulis yang berjudul “Laporan Study Tour Candi Gedong Songo - Palagan - Curug 7 Bidadari’’ ini dengan baik dan lancer tanpa halangan suatu apapun.
            Terselesaikannya laporan ini tentu tidaklepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang setulus – tulusnya kepada :
1        Bapak Ahmad Zaini, S.Pd.I selaku Kepala MTS Al Bidayah Candi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kegiatan kunjungan.
2        Ibu Putri Candra, S.Pd selaku guru pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan telaten dan sabar membimbing, memberikan petunjuk kepada penulis dalam mengumpulkan data atau materi penyusunan laporan ini.
3        Bapak dan ibu guru pendamping yang dengan sabar membimbing serta memberikan masukan dan mengarahkan kepada penulis dalam penyusunan laporan.
4        Panitia yang telah mempersiapkan segala kebutuhan yang sangat kami butuhkan sehingga kami bisa tahu hal – hal yang kami belum tahu.
5        Ayah dan ibu yang telah memberikan dana, dorongan dan kasih saying sehingga kami bisa berangkat ke Jakarta, bandung dengan tenang dan bisa menyediakan karya tulis dengan lancar.
6        Teman – teman yang telah mendampingi dan melindungi penulis waktu study tour berlangsung dan membantu serta memberi dorongan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini.
Laporan ini disusun untuk melengkapi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, kami berharap semoga laporan karya wisata ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi referensi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, kami mengharap segala kritik dan saran yang membangun dan dapat menjadikan laporan ini jauh lebih baik lagi. Kami mohon maaf setulus – tulusnya atas kesalahan maupun kekurangan dalam penyusunan laporan ini.


Candi, 29 Mei 2019


Penyusun











BAB I
PENDAHULUAN
1.
A. Latar Belakang
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran.
Di kompleks candi ini terdapat sembilan buah candi. Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi). Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27 °C) Candi Gedong Songo yang terletak di kawasan gunung Ungaran adalah merupakan salah satu bangunan besejarah dan patut untuk dipelihara agar tetap terjaga keutuhannya sehingga nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak hilang. Candi tersebut dinamakan Candi Gedong Songo karena di kompleks tersebut ditemukan sembilan kelompok bangunan (candi) Gedong (Jawa) berarti rumah, Songo (Jawa) berarti sembilan, sehingga Gedong Songo berarti Sembilan rumah dewa.

Candi Gedong Songo terdiri dari 9 bangunan candi yang persebarannya belum dapat diketahui dengan pasti, baik itu arah persebaran, pola persebaran, maupun bentuk candi Gedong Songo secara keseluruhan. Candi Gedong Songo terdiri dari 9 candi, tetapi kini hanya tinggal 5 buah candi yang masih kokoh berdiri dan telah dipugar, 2 candi yang sudah runtuh dan hanya terlihat kontruksi bangunannya saja (bagian bawah candi), sedangkan 2 buah candi lainnya tidak terlihat lagi karena hanya tinggal pondasinya saja.

B. Tujuan
1        Menambah pengalaman akan sejarah Indonesia
2        Meningkatkan semangat kita untuk terus belajar dan belajar
3        Menumbuhkan rasa cinta tanah air Indonesia
4        Melatih keterampilan menulis
5        Mempelajari sejarah kariya budaya dan warisan Indonesia
6        Sebagai inspirasi dan meningkatkan kerativitas siswa
7        Menambah wawsan para siswa

8        Menyesuaikan tugas yang di berikan sekolah

C. Manfaat
1.                  Mengetahui lebih dalam sejarah Candi Gedong Songo
2.                  Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

3.                  Menambah refrensi penelitian selanjutnya

D. Metode Penulisan
dalam penyusunan laporan ini ada dua metode yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data yaitu observasi dan studi pustaka :
1.      Observasi
penulis mengadakan pengamatan secara langsung atau mengunjingi obyek wisata secara langsung dan mencatat data - data sesuai dengan materi yang penulis butuhkan
2.      Studi Pustaka
penulis mencari sumber informasi dari buku dan internet



BAB  II
PEMBAHASAN
2.1  Candi Gedong Songo

            Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa Candi, di Kecamatan Bandungan, dan masuk dalam kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Tepatnya candi gedong songo terletak di lereng Gunung Ungaran. Di area candi ini terdapat sembilan buah candi. Kata gedong songo berasal dari bahasa jawa, gedong berarti bangunan atau rumah, dan songo berarti sembilan. Jadi gedong ssongo berarti sembilan (kelompok) bangunan.
Lokasi 9 buah banguna candi ini tersebar di lereng Gunung Ungaran yang memiliki pemandangan alam yang indah. Di sekitar lokasi candi gedong songo juga terdapat hutan pinus yang tertata rapi serta mata air yang mengandung belerang. Kabut tipis yang turun dari atas gunung sering muncul, hal ini mengakibatkan kita sulit untuk memandang Candi Gedongsongo dari kejauhan. Candi gedong songo ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di daerah Wonosobo. Candi gedong songo ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut. Ha ini mengakibatkan suhu udara di kawasan candi gedong songo ini cukup dingin. B. Pendiri dan Waktu Didirikan Barisan Candi Gedong Songo pertama kali diperkenalkan secara luas oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Sir Thomas Stamfor Bingley Raffles, yang pernah memimpin Indonesia tahun 1804.

Candi Gedong Songo merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi). Komplek Candi Gedong Songo ini dibangun oleh Putera Sanjaya, seorang Raja Mataram Kuno pada sekitar abad 7 masehi. Dilihat dari arsitektur dan pendirinya yang beragama hindu, candi gedong songo dipastikan merupakan yang dibangun untuk tujuan pemujaan bagi umat hindu. Di candi gedong songo terdapat beberapa patung dewa seperti Syiwa mahaguru, Syiwa Mahakala, Syiwa Mahadewa, Durgamahesasuramardhani dan Ganesya. Di dalam kompleks candi gedong songo ini Juga ditemukan Lingga dan Yoni yang merupakan ciri khas dari candi hindu di Indonesia.
Candi Gedong Songo Pada periode awal, Candi Gedong Songo hanyalah berjumlah tujuh buah. Itulah mengapa masyarakat sekitar dulunya memanggil kumpulan candi sebagai Candi Gedung Pitoe, yang dalam bahasa Jawa berarti tujuh. Penelitian Raffles mengenai Candi Gedong Songo tersebut tertuang dalam bukunya yang berjudul The History of Java tahun 1817.
Candi Gedong Songo bertambah dua candi oleh seorang arkeolog berkebangsaaan Belanda, Van Stein Calefells, tahun 1908 yang membuat penelitian mengenai Candi Gedong Pitoe. Belanda yaang menguasai Nusantara mengadakan kegiatan ilmiah terkait penemuan Calefells. Dari situlah Candi Gedung Pitoe berubah namanya menjadi Candi Gedong Songo (Songo = Sembilan).
Pemerintah Belanda secara resmi melakukan penelitian terhadap eksistensi Candi Gedong Songo pada 1916 melalui Oudheidkundige Dienst in Nederlansc-Indie, atau yang diterjemahkan sebagai Jawatan Purbakala di Hindia Belanda. Kemudian pada 1928-1929 Candi Gedong Songo dipugar secara keseluruhan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan tahun 2009 oleh pemerintah Indonesia.
Meskipun menurut nama yang diberikan sembilan kelompok candi, maka saat ini hanya terdapat lima kelompok candi yang masih utuh.sedangkan keempat candi lainnya sudah runtuh dan hanya tinggal pondasi atau dasarnya saja.
Kelima kelompok candi tersebut letaknya berpencar, dimulai dari candi gedong I yang terletak paling bawah sampai dengan candi gedong V yang terletak paling atas. Kelima bangunan candi itu telah dipugar oleh Dinas Purbakala. Candi gedong I dan Gedong II telah dipugar pada tahun 1928 –1929 dan 1930 –1931, sedangkan candi gedong III, IV dan V tahun 1977 –1983 .
Candi Gedong I Candi Gedong I terdiri dari satu bangunan utuh, berukuran relatif kecil dengan denah dasar persegi panjang. Atap candi berbentuk segi empat bersusun dengan hiasan pola kertas tempel di sekelilingnya. Separuh dari puncak atap terlihat telah hancur. Di sebelah tenggara terlihat Gunung Telomoyo, Gunung Merbabu, dan Gunung Merapi. Kaki candi (batur) dengan denah dasar segi empat dihiasi deretan panel dengan pahatan bermotif bunga (padma) dan sulur-suluran yang sederhana. Tinggi batur sekitar 1 m, dengan tangga menuju ruangan kecil dalam tubuh candi terletak di sisi timur. Permukaan batur membentuk selasar selebar sekitar 0,5 m mengelilingi tubuh candi.

Candi Gedong II terdiri satu bangunan utuh dengan denah dasar bujur sangkar seluas sekitar 2,5 m². Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m. Pelipit atas batur menjorok ke luar membentuk selasar selebar 0,5 m mengelilingi tubuh candi. Tangga naik ke selasar terdapat di sisi timur, tepat di depan pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi.
Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara. Pada dinding luar sisi utara, selatan, dan barat terdapat susunan batu yang menjorok ke luar dinding, membentuk bingkai sebuah relung tempat arca. Bagian depan bingkai relung dihiasi pahatan berpola kertas tempel. Bagian bawah bingkai dihiasi sepasang kepala naga dengan mulut menganga.

Candi Gedong III terdiri dari tiga bangunan yaitu dua bangunan yang berjajar menghadap ke timur dan satu bangunan yang menghadap ke barat. Ketiga bangunan tersebut dapat dikatakan keadaannya utuh. Kedua bangunan yang menghadap ke timur mirip sepasang bangunan kembar, namun yang berada di sebelah utara lebih besar dan lebih tinggi daripada yang di selatan. Bangunan yang lebih besar yaitu di utara, diperkirakan merupakan candi induk atau candi utama, sedangkan bangunan yang lebih kecil diperkirakan sebagai candi perwara. Tubuh candi berdiri di atas batur yang rendah dengan denah dasar berbentuk persegi.
Dalam relung pada dinding selatan candi utama terdapat Arca Ganesha dalam posisi bersila, sedangkan dalam relung pada dinding selatan terdapat Arca Durga bertangan delapan dalam posisi berdiri. Bangunan ketiga di kompleks Candi Gedong III terletak di depan candi utama dan candi perwara. Bangunan ini mempunyai denah dasar persegi panjang dengan atap mirip “limasan” melengkung. Di atas atap berjajar memanjang 3 hiasan berbentuk seperti menara kecil. Pintu masuk bangunan yang berhadapan dengan candi induk terlihat sederhana tanpa bingkai. Di atas ambang pintu tampak bekas hiasan yang rusak. Pada dinding bangunan tidak terdapat relung yang diperkirakan berfungsi sebagai tempat penyimpanan atau gudang.
Candi Gedong IV terdiri satu bangunan utuh dan sejumlah reruntuhan bangunan disekelilingnya. Belum diketahui bagaimana bentuk asli dan apa fungsi bangunan- bangunan yang telah runtuh tersebut, tetapi diperkirakan sebagai candi perwara. Bangunan yang masih utuh tersebut bentuknya mirip dengan bangunan Candi Gedong II. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar persegi panjang.
Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara tanpa rahang bawah. Di kiri dan kanan ambang pintu terdapat relung tempat arca yang saat ini dalam keadaan kosong. Di bagian bawah ambang relung diberi hiasan yang sudah tidak jelas bentuk aslinya. Pada dinding luar sisi barat, utara, dan selatan terdapat relung-relung berisi arca. Salah satu arca yang masih ada berupa sosok lelaki dalam posisi berdiri. Arca tersebut dalam keadaan rusak. Atap Candi Gedong IV berbentuk 3 persegi bersusun, makin ke atas makin mengecil dengan puncak atap runcing, mirip atap Candi Gedong II. Sekeliling kubus dihiasi dengan pahatan pola kertas tempel. Pada setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti mahkota bulat berujung runcing.
Candi Gedong V terdiri dari satu bangunan utuh dan sejumlah reruntuhan bangunan lain di sekelilingnya yang diduga sebagai candi perwara. Bangunan yang masih utuh tersebut bentuknya mirip dengan bangunan Candi Gedong II dan Candi Gedong IV.
Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar persegi panjang. Pelipit atas batur menjorok keluar membentuk selasar selebar 0,5 m mengelilingi tubuh candi. Tangga naik ke selasar terdapat di sisi timur, tepat didepan pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi.
Di atas ambang pintu dihiasi pahatan Kalamakara tanpa rahang bawah. Di kiri dan kanan ambang pintu terdapat relung tempat arca yang saat ini juga dalam keadaan kosong. Di bagian bawah ambang relung diberi hiasan yang sudah tidak jelas bentuk aslinya.
2.2 Palagan Ambarawa
Kedatangan Tentara Sekutu dan Belanda ke Indonesia pada September 1945 menimbulkan polemik baru, pasca-proklamasi kemerdekaan. Rakyat Indonesia tak terima dengan sikap Belanda yang mulai berani mengibarkan benderanya, salah satunya di wilayah Ambarawa. Pengibaran bendera Belanda memicu kemarahan rakyat Indonesia, karena para tokoh bangsa baru saja memproklamasikan kemerdekaan.
Akibatnya, terjadilah perang sengit antara tentara Sekutu dengan Tentara Keamanan Rakyat dan laskar rakyat di wilayah Semarang. Panglima Besar Jenderal Sudirman yang saat itu masih berpangkat kolonel turun tangan langsung dan memimpin pasukan. Pertempuran yang dikenal dengan Palagan Ambarawa ini menjadi bukti kuatnya pasukan TKR dan laskar rakyat di Indonesia.
Puncaknya, pada 15 Desember 1945 Indonesia mampu mengusir Tentara Sekutu dari Ambarawa. Dilansir dari Harian Kompas terbitan 9 Desember 1967, setiap tanggal 15 Desember pun diperingati sebagai Hari Infanteri. Peringatan itu berdasarkan pada perjuangan dan kemenangan pasukan infanteri terhadap pasukan Sekutu. Peristiwa itu penting karena memberikan pengaruh besar terhadap perjuangan lain. Perjuangan ini mampu menanamkan rasa percaya akan kekuatan Indonesia untuk berjuang sampai darah penghabisan.
Selain itu, hadirnya Kolonel Sudirman dalam pertempuran itu secara langsung memberikan suntikan semangat dan komando dalam berjuang.  Baca juga: Hari Juang Kartika, Mengenang Palagan Besar di Ambarawa Monumen Palagan Ambarawa Karena dampak yang ditimbulkan dalam pertempuran di Ambarawa dianggap signifikan dalam berbagai aspek, maka Presiden kedua RI Soeharto membangun sebuah monumen untuk memperingati peristiwa bersejarah itu.
Dilansir dari Harian Kompas terbitan 16 Desember 1974, Soeharto memganggap pertempuran empat malam pada 11-15 Desember 1945 merupakan lembaran istimewa dalam sejarah bangsa. Monumen yang berdiri digunakan untuk mengingat memori kolektif bangsa pada generasi berikutnya. Tepat pada 15 Desember 1974, monumen yang berada areal tanah seluas 35.600 meter persegi di Ambarawa diresmikan Soeharto. Dalam Monumen Palagan Ambarawa terdapat patung Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto dan patung pahlawan lain ketika berjuang dalam pertempuran itu.
Terdapat juga patung Letkol Isdiman selaku komandan resimen yang gugur dalam pertempuran. Baret hijau lambang infanteri Pertempuran Ambarawa menjadi simbol penetapan Hari Infanteri yang bertepatan pada 15 Desember. Setelah pembangunan Monumen Palagan Ambarawa, TNI juga menetapkan ciri khas Infanteri. Dilansir Harian Kompas terbitan 17 Desember 1994, bertepatan dengan peringatan hari jadi ke-49 korps Infanteri, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ketika itu, Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar meresmikan penggunaan baret hijau sebagai ciri khas prajurit Infanteri.
Penggunaan baret hijau ini berlaku di seluruh jajaran satuan Infanteri Komando Daerah Militer (Kodam) di wilayah Indonesia. Pemakaian baret hijau sebagai ciri khas prajurit Infanteri, bukan sekadar pelengkap atribut prajurit yang tidak mengandung makna. Tapi, ini merupakan lambang kebanggaan yang akan melahirkan dedikasi dan motivasi juang yang tangguh, kebersamaan serta ikatan yang kukuh bagi setiap prajurit Infanteri.

2.3 Curug 7 Bidadari
Curug 7 Bidadari merupakan salah satu wisata air terjun yang berada di lereng Gunung Ungaran. Air terjun bertingkat ini dikembangkan menjadi kawasan wisata berbasis pedesaan oleh masyarakat setempat. Mitos yang berkembang tentang air terjun ini adalah konon pada zaman dahulu pernah digunakan sebagai tempat mandi para bidadari yang berjumlah tujuh. Hal ini diperkuat dengan beberapa situs yang dikeramatkan masyarakat setempat di sekitar lokasi.
Curug 7 (Tujuh) Bidadari yang berada di lereng Gunung Ungaran terletak di dusun Keseneng, desa Keseneng kecamatan Sumowono, kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Curug 7 Bidadari dipromosikan sejak 4 Februari 2010 oleh masyarakat sekitar dengan dana swadaya.

Curug 7 Bidadari mempunyai 3 tingkatan dengan 7 curug dan 7 kolam alami yang terbentuk secara alami dan tertata sesuai masing-masing curug. Dimana bagian tingkat ke 1 ke tingkat 2 dengan ketinggian kurang lebih 6 meter sedangkan tngkat 2 ke tingkat 3 dengan ketinggian 7 meter.
Menurut cerita masyakarat setempat sejak nenek moyang dahulu Curug 7 Bidadari berada di kompleks Kedung Wali. Dinamakan demikian karena disitu terdapat kedung yang berdiameter kurang lebih 70cm berbentuk bulat dengan air yang tak pernah surut sepanjang tahun. Menurut Masyarakat setempat diyakini mempunyai khasiat bagi orang yang yakin dan percaya.
Di bagian atas Curug 7 Bidadari terdapat sebuah bangunan kecil berbentuk persegi yang ditutupi oleh bambu. Semula kami kira merupakan kamar mandi atau toilet, namun ternyata di dalamnya terdapat sumur. Menurut papan informasi yang ada di sekitarnya sumur tersebut dinamakan Kedung Wali.
Kedung Wali tersebut terlihat dangkal namun mengeluarkan air dan membasahi batuan yang ada disekitarnya. Sepertinya Kedung Wali merupakan salah satu mata air yang mengalir menuju ke Curug 7 Bidadari. Keberadaan Kedung Wali ini kadang dikaitkan dengan Kyai Mandhung, seorang pengikut setia Pangeran Diponegoro yang menjadi tetua Dusun Keseneng hingga dimakamkan tidak jauh dari Curug 7 Bidadari.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kompleks Candi Gedong Songo dapat menjadi sumber inspirasi bagi generasi penerus bangsa Indonesia bahwa dengan kerja keras, tekun, kerjasama, taat beribadah dapat menciptakan sesuatu yang besar manfaatnya bagi kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
Monumen Palagan Ambarawa adalah sebuah monumen yang terdapat di Ambarawa, Kabupaten Semarang. Monumen ini merupakan simbol untuk mengenang sejarah pertempuran Palagan Ambarawa pada tanggal 12 Desember - 15 Desember 1945 Ambarawa. Pasukan Sekutu yang terdesak dari Magelang mengadakan pengunduran ke Ambarawa, dan pasukan TKR yang dipimpin Kolonel Soedirman berhasil menghancurkan Sekutu pada tanggal 15 Desember 1945, di mana kini diperingati sebagai Hari Infanteri
Curug 7 Bidadari memiliki keindahan alam dan pesona yang sesuai dengan namanya. Jangan salah, walaupun destinasi di wisata alam Semarang yang satu ini tidak ada 7 orang bidadari cantik yang sedang mandi seperti namanya, namun Anda akan tetap terpesona begitu datang dan melihatnya secara langsung.
3.2 Saran
Ada beberapa saran yang perlu diperhatikan diantaranya :
1.      Jika kita ingin memasuki kawasan ziarah dan wisata sbaiknya brkelompok dan jangan sampai berpisah.
2.      Jika ingin mengadakan ziarah dan wisata, sebaiknya siswa siswi diwajibkan menabung.
3.      Jika takut mencoba wahana permainan sebaiknya jangan mencobanya.
4.      Jangan membeli barang yang tidak bermanfaat, pandai – pandailah dalam menawar barang agar dapat harga yang sesuai dengan kualitas.
5.      Siapkan obat – obatan yang diperlukan selama dalam perjalanan.


DAFTAR PUSTAKA

https://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2018/06/08/29/1312840/monumen-palagan-ambarawa-simbol-ketangguhan-tkr-usir-tentara-sekutu-J3w.jpg