MAKALAH TENTANG MACAM – MACAM SHALAT SUNNAH



KATA PENGANTAR


          Yang pertama dan utama kami ucapkan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ MACAM – MACAM SHALAT SUNNAH”.
           Yang kedua sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita beliau Nabi Muhammad SAW, semoga kita tergolong umat yang bisa mendapatkan syafaatnya besok di hari akhir
           Makalah ini berisikan tentang Shalat Sunnah atau lebih khususnya membahas macam-macam Shalat Sunnah.  Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Shalat Sunnah.
         
          Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
         
          Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Penyusun













BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebagai umat muslim diwajibkan untuk salat, karena salat merupakan tiang agama. Salat itu sendiri terbagi menjadi dua macam, yang pertama salat wajib yaitu salat yang diwajibkan bagi setiap muslim untuk mendirikannya dan mendapat dosa jika tidak melaksanakannya. Sedangkan yang kedua ialah salat sunnah yaitu salat yang hukumnya sunnah (bila dilakukan insyaa allah mendapat pahala tapi jika tidak dilakukan tidak mendapatkan apa-apa). Namun Salat sunnah juga dibagi menjadi dua macam yakni salat sunnah mu'akat dan ghairu mu'akad. Mu'akad artinya dianjurkan, jadi salat sunnah itu ada yang dianjurkan untuk ummat muslim melaksanakannya, ada juga salat sunnah yang tidak dianjurkan melaksanakannya, tapi sebagaimana hukumnya sunnah bila dikerjakan berpahala ditinggalkan tidak apa-apa. Walau seperti itu sebagai ummat muslim tentu ingin meningkat amalan ibadah dan ketakwaannya. 
Dengan semakin banyak mengerjakan salat sunnah tanpa melihat dianjurkan atau tidaknya akan menambah amalan kita di hadapan Allah SWT. Dan disini ingin membahas tentang salat sunnah dan macam-macam salat sunnah.

B.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas Fiqh 1
2.      Untuk mengetahui apa itu salat sunnah
3.      Untuk mengatahui macam-macam salat sunnah dan cara melaksanakannya

C.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian salat sunnah itu ?
2.      Apa saja macam-macam salat sunnah itu ?
3.      Bagaimana tata cara dalam melaksanakan salat sunnah itu ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Salat Sunnah
           Salat secara bahasa berarti doa, sedangkan menurut syara’ salat adalah bentuk ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuatan yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan.[1] Sesuai dengan firman Allah SWT. :
وَاَقِمِ الصَّلَاةَ اِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهٰى عَنِ اْلفَحْشَاءِوَاْلمُنْكَرِ
         “Dan dirikanlah salat, sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45)
           Sedangkan sunnah adalah dianjurkan untuk dikerjakan, artinya apabila dikerjakan mendapatkan pahala, namun bila ditinggalkan tidak mendapatkan siksa (tidak berdosa).
           Jadi salat sunnah adalah ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuatan yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala, namun bila ditinggalkan tidak mendapatkan siksa (tidak berdosa).

B.       Macam-macam Salat Sunnah
1.      Salat Sunnah Rawatib
Salat Sunnah Rawatib adalah salat yang dikerjakan menyertai salat fardhu, baik dikerjakan sebelum maupun sesudahnya. Salat Sunnah Rawatib ini dibagi menjadi dua, yaitu salat Sunnah Rawatib Qabliyah dan Salat Sunnah Rawatib Ba’diyah. Salat Sunnah Rawatib Qabliyah adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan sebelum shalat wajib. Sedangkan Salat Sunnah Rawatib Ba’diyah  adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan setelah shalat fardhu. Adapun hukum melaksanakannya ada yang sunnah muakkad, ada pula yang sunnah gairu muakkad. Salat sunnah rawatib yang sunnah muakkad ada 10, masing-masing adalah sebagai berikut :
1.      2 rakaat sebelum dhuhur
2.      2 rakaat sesudah dhuhur
3.      2 rakaat sesudah magrib
4.      2 rakaat sesudah isya
5.      2 rakaat sebelum subuh

Sedangkan salat sunnah yang gairu muakkad adalah sebagai berikut :
1.      2 rakaat sebelum dhuhur, dengan yang muakkad menjadi 4
2.      2 rakaat sesudah dhuhur, dengan yang muakkad menjadi 4
3.      4 rakaat sebelum ashar[2]
4.      2 rakaat sebelum magrib
5.      2 rakaat sebelum isya
Sesuai dengan hadis nabi sebagai berikut :

عَنِ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : حَفِظَّتُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ عَشَرَرَكَعَاتِ : رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِوَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا, وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَالْمَغْرِبِ فِيْ بَيْتِهِ, وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَالْعِشَاءِ فِيْ بِيْتِهِ, وَرَكْعَتَيْنِ قَبلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ * رواه البخارى ومسلم
Dari Umar r.a berkata :”dari nabi SAW telah solat 10 rakaat yaitu dua rakaat sebelum dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat setelah magrib dirumahnya, dan dua rakaat setelah isya dirumahnya, dan dua rakaat sbelum solat subuh.” (H.R Bukhori dan Muslim)

2.      Salat Gerhana
Salat ini dilakukan apabila terjadi gerhana, baik gerhana bulan maupun gerhana matahari. Salat gehana bulan dinamakan salat khusuf, sedangkan salat gerhana matahari dinamakan salat kusuf. Hukumnya adalah sunnah muakkad ada yang mengatakan “sunnah istimewa”[3] dan boleh dilaksanakan seara munfarid,  namun yang lebih utama dengan berjamaah. Apabila dilaksanakan dengan berjamaah, maka disunnahkan berkhotbah sesudah salat.
Tata cara dalam melaksanakan salat gerhana adalah sebagai berikut :
a.       Sekurang-kurangnya dua rakaat
b.      Niat, dilanjutkan dengan takbiratul ihram (setiap rakaat terdiri dari dua ruku’)
c.       Membaca Fatihah, rukuk pertama, berdiri kembali, dan membaca Fatihah
d.      Dilanjutkan rukuk kedua, i’tidal, lalu sujud dua kali. Ini terhitung satu rakaat.
e.       Lalu dilanjutkan rakaat kedua sama seperti rakaat pertama
f.       Dilanjutkan dengan duduk serta membaca tasyahud dan diakhiri dengan salam
Sesudah salat gerhana disunnahkan berkhotbah memberi nasihat kepada umum tentang apa-apa yang menjadi kepentingan pada waktu itu, menyuruh mereka tobat (menyesal) dari segala pekerjaan yang salah, serta menyuruh kepada amal kebaikan, seperti bersedekah, bedoa (meminta apa yang diingini), dan meminta ampun dari segala dosa.

3.      Salat Istisqa’
                     Salat Istisqa’ yaitu salat yang dilakukan unutk memohon kepada Allah SWT. Agar diturunkan hujan disaat terjadinya kekeringan tanah atau musm kemarau yang panjang.
                     Sebelum melaksanakan salat, dianjurkan kepada jamaah untuk bertobat dan berpuasa empat hari berturut-turut. Seperti hadis nabi berikut ini :
عَنْ عُبَّادِيْنِ تَمِيْمٍ عَنْ عَمِّهِ قَالَ خَرَجَ النَّبِيُّ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَسْقِىْ وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ *رواه البخارى
                 “Dari ‘Abbad bin Tamim r.a., dari pamannya, katanya :”Nabi saw.pernah keluar untuk solat istisqa’(salat minta hujan, dengan memakai baju terbalik)”. H.R. Bukhori
                     Hikmah membalikkan baju, untuk menyatakan pengharapan yang sungguh-sungguh supaya Allah merubah keadaan yang kritis menjadi baik.[4][4]
Adapun cara melaksanakan salat ini adalah :
a.    Kaum muslimin pergi bersama-sama baik laki-laki dan perempuan, tua dan muda, dewasa dan anak-anak sampai oran lemah pun ke tanah lapang tanpa terkecuali.
b.    Sebelum pergi hendaklah salah seorang yang pandai diantara mereka menasihati untuk bertobat dari segala kesalahan.
c.    Sebelum keluar, hedaklah mereka puasa empat hari.
d.   Salat secara berjamaah dua rakaat tanpa azan dan iqamah.
e.    Pada rakaat pertama setelah membaca Al-Fatihah kemudian membaca surat Al-‘Ala dan pada rakaat kedua setelah membaca Al-Fatihah kemudian membaca Al-Ghasyiyah.
f.     Selesai salat dibacakan khotbah, namun boleh juga sebelumnya.
g.    Kemudian khatib mengangkat tangan dengan merendahkan diri, lalu berpaling membelakangi orang banyak, menghadap kiblat dan membalikkan selendangnya, kemudian berpaling lagi menghadap orang banyak kemudian salat apabila belum salat.

4.      Salat Dhuha
             Salat Dhuha adalah salat sunnah dua rakaat atau lebih yang dilakukan pada waktu dhuha, yaitu kira-kira matahari naik sepenggalah sampai tergelincir matahari.
             Jumlah rakaat salat dhuha paling sedikit dua rakaat, sedangkan paling banyak menurut sebagian ulama tidak ada batasannya.[5] Tetapi pada ada yang mengatakan duabelas rakaat sesuai hadis nabi berikut:
عَنْ اَنَسٍ قَالَ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صلَّى الضُّحَى اثْنَتٰى عَشَرَةَ رَكْعَةً بَنَى اللهُ لَهُ قَصْرًافِى الْجَنَّةِ * رواه الترمذى وابن ماجه
           “Dari Annas, “Nabi Saw. berkata, ‘Barang siapa salat Dhuha dua belas rakaat, Allah akan membuatkan baginya istana disurga’.”H.R. Tirmidhi dan Ibnu Majjah

5.                Salat Tarawih dan Witir
    Salat Tarawih adalah salat malam pada bulan Ramadhan yang dilaksanakan  setelah isya. Hukumnya sunnah muakkad bagi laki-laki maupun perempuan.
    Salat tarawih bokeh dilaksanakan sendiri, namun yang lebih baik dengan cara berjamaah dimasjid atau musolla.
    Dalam prakteknya, salat tarawih dilaksanakan bersamaan dengan salat witir, artinya setelah selesai melaksanakan salat tarawih kemudian diakhiri dengan salat sunnah witir. Mengenai bilangan rakaat salat tarawih, ada beberapa pendapat :
    Pendapat pertama, jumlah rakaat tarawih sebanyak delapan rakaat ditambah witir. Cara melaksanakannya, yaitu setiap dua rakaat salam (4x2 rakaat), atau setiap empat rakaat salam (2x4 rakaat) ditambah dengan witir tiga rakaat sehinga menjadi sebelas rakaat. Julmah rakaat ini dikerjakan oleh Rosulullah bersama orang-orang yang berjamaah di masjid itu ialah delapan rakaat, tetapi dengan bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang panjang atau ratusan ayat.
عَنْ جَابِرٍاَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمْ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ اَوْتَرَ *رواه ابن خزيمة وابن حبان
    “Dari Jabir,”Sesungguhnya Nabi Saw.telah salat bersama-sama mereka delapan rakaat, kemudian beliau salat witir”.”
    Pendapat kedua, mengatakan bahwa jumlah bilangan rakaat salat tarawih adalah dua puluh rakaat ditambah witir. Cara melaksanakannya setiap dua rakaat salam (10x2 rakaat). Yang melaksanakan jumlah rakaat ini yaitu ijtihad Umar untuk menjalankan salat tarawih dua puluh rakaat, kemudian ditambah dengan salat witir tiga rakaat dengan bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang pendek-pendek.
   











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
               Salat sunnah adalah ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuatan yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala, namun bila ditinggalkan tidak mendapatkan siksa (tidak berdosa).
               Macam-macam salat sunnah diantara lain Salat Sunnah Rawatib adalah salat yang dikerjakan menyertai salat fardhu, baik dikerjakan sebelum maupun sesudahnya.Salat Gerhana adalah Salat ini dilakukan apabila terjadi gerhana, baik gerhana bulan maupun gerhana matahari.Salat Istisqa’ adalah Salat Istisqa’ yaitu salat yang dilakukan unutk memohon kepada Allah SWT. agar diturunkan hujan disaat terjadinya kekeringan tanah atau musim kemarau yang panjang.Salat Dhuha adalah salat sunnah dua rakaat atau lebih yang dilakukan pada waktu dhuha, yaitu kira-kira matahari naik sepenggalah sampai tergelincir matahari.Salat Tarawih dan Witir adalah salat malam pada bulan Ramadhan yang dilaksanakan  setelah isya.

B.     Saran
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.






DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
Ahmadi, Abu. 1994. Fiqih Islam Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta.
Al-Kumayi, Sulaiman. 2007. Shalat Penyembahan & Penyembuhan. Semarang: Erlangga.
Bisri, Mustofa. 1997. Fiqih Keseharian. Surabaya: Al-Miftah.
Darwis. 1983. Shahih Bukhari. Jakarta: Widjaya.
Qira’ati, Muhsin. 1996. Pancaran Cahaya Shalat. Bandung: Pustaka Hidayah.
Rasjid, Sulaiman. 2009. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Suyadi. 2009. Shalat Tarawih. Yogyakarta: Mitra Pustaka.