HAKIKAT KEHADIRAN AGAMA

HAKIKAT KEHADIRAN AGAMA
Kehadiran agama sejatinya dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari system social yang menindas, menzalimi dan dalam waktu yang sama juga mencerdaskan pikiran dan mencerahkan batin. Inti ajaran agama Islam adalah Tauhid. Yakni bahwa hanya Allah saja dan satu-satunya Yang Maha Besar, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Absolut dan Maha Rahman-Rahim. Dengan begitu maka hanya Allah jugalah satu-satunya yang patut disembah dan seluruh makhluk (ciptaan Tuhan) wajib menyembah atau mengabdikan seluruh hidupnya kepada-Nya. Atas dasar ini, maka substansi ibadah (pengabdian) kepada Tuhan seharusnya merefleksikan fungsi-fungsi pembebasan manusia atas manusia yang lain dari struktur social yang menindas dan menzalimi di satu sisi dan menegakkan kebenaran, keadilan dan kemakmuran manusia di sisi yang lain. Dan hanya kepada-Nyalah semua manusia bergerak dan digerakkan. Persaudaraan umat manusia adalah prinsip dari Tauhid. Bentuk-bentuk pengabdian kepada Tuhan secara personal (ibadah individual) yang didasari keyakinan personal itu sejatinya merupakan cara menghadirkan Tuhan dalam pribadi-pribadi muslim, yakni bahwa Tuhan selalu menyertai gerak nafas hidup manusia. Dia mengawasi dan mencatat perjalalanan hidup mereka. Ia juga menanamkan kesadaran kepada manusia akan fungsinya sebagai hamba Tuhan yang karena itu harus mengabdi dan merendahkan diri hanya kepada-Nya dan tidak kepada yang lain. Kesadaran-kesadaran ini diharapkan pada gilirannya teraktualisasi dalam kehidupan bersama mereka sehari-hari. Ibadah personal dengan begitu sesungguhnya tidak dimaksudkan untuk dirinya sendiri melainkan untuk kepentingan social dan kemanusian yang lebih luas. Islam dengan seluruh perangkat aturannya dihadirkan untuk manusia dan untuk mewujudkan kerahmatan dan kemaslahatan (kebaikan/kesalehan) di antara mereka. Inilah sejatinya makna ibadah dan taqwa dalam Islam.
Ketika ibadah individual tidak membuahkan efek ketaqwaan social dan kemanusiaan, bahkan sebaliknya, membuahkan sikap-sikap hidup negatif atau destruktif (menyakiti dan merusak) maka, disamping merupakan kesia-siaan, bisa dikatakan sebagai kebangkrutan manusia dalam beragama. Nabi mengatakan :“Orang yang bangkrut dari kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan-amalan ibadah shalat, puasa dan zakat. Tetapi pada saat yang sama ia juga datang sebagai orang yang pernah mencacimaki orang lain, menuduh orang lain, makan harta orang lain, mengalirkan darah orang lain, memukul orang lain". Ini sejalan dengan pernyataan Tuhan dalam al Qur'an : "Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti hati orang-orang beriman, laki-laki atau perempuan, maka mereka memikul kebohongan dan dosa yang nyata".(Q.S.[33]:58). “Kesempurnaan iman seseorang adalah budi pekerti yang baik dan berlaku lembut terhadap keluarganya”.
Pesan-pesan moral kemanusiaan Islam sungguh terungkap pada setiap teks suci. Nabi menginformasikan kepada kita bahwa mendamaikan konflik antar manusia memiliki nilai lebih utama ketimbang shalat, puasa atau zakat. Karena kerusakan yang ditimbulkan oleh konflik tersebut adalah kebinasaan agama". (Al Jami’ al Shaghir, I/197).
“Satu hari seorang pemimpin bertindak adil terhadap rakyatnya adalah lebih utama daripada orang yang beribadah selama 60 tahun”( Al Maqashid al Hasanah, hlm. 334). Dan Jihad yang paling utama adalah menyampaikan pesan kebenaran (atau keadilan) kepada pemerintah yang zalim”. (Al Jami’ al Shaghir, I/81).
Sejarah kehidupan kaum muslimin generasi salaf memperlihatkan kepada kita bahwa mereka tidak pernah mendikotomisasi ibadah individual dan ibadah sosial. Pada dini hari yang tenang dan teduh kaum muslimin generasi awal (al Salaf al Shalih) khusyuk dalam sujud, bermunajat dalam do'a, memohon ampunan Tuhan, membaca dan men-tadabbur (merenungkan) makna-makna al Qur-an dan tanda-tanda alam semesta, sementara pada siang harinya mereka memacu kudanya, menanam kurma dan kerja-kerja sosial kemanusiaan. Mereka “Ruhban bi al Lail, Fursan fi al Nahar”, (bagai rahib pada malam hari, dan penunggang kuda pada siang hari). Seluruh kerja dan perjuangan untuk mewujudkan tatanan sosial yang adil dan menegakkan martabat kemanusiaan adalah ibadah, pengabdian kepada Tuhan yang tidak kurang pahalanya dari ibadah yang lain.
Mulla Sadra mengatakan : al-Safar min al-khalq ila al-khalq bi al-Haq (al-Khaliq). Berkelana dari manusia ke manusia bersama Tuhan.

No comments: