CONTOH MAKALAH PRINSIP-PRINSIP UMUM DALAM BELAJAR



MAKALAH

PRINSIP-PRINSIP UMUM DALAM BELAJAR




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
   Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar ini tentu saja tidak dapat dilakukan  sembarangan, tetapi harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Oleh karenanya, kita sebagai  calon guru perlu mempelajari teori-teori  dan prinsip-prinsip belajar yang dapat membimbing aktivitas anda dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Walaupun teori belajar tidak dapat diharapkan menentukan langkah prosedur pembelajaran  , namun ia bisa member arah-arah prioritas-prioritas dalam tindakan guru.
   Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat mengungkapkan batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan prinsip-prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat. Guru dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang kelihatannya baik, tetapi nyatanya tidak berhasil meningkatkan proses belajar siswa. Selain itu, dengan teori dan prinsip-prinsip belajar ia memiliki dan mengembangkan sikap yang diperlukan untuk menunjang peningkatan belajar siswa.
   Cara belajar siswa aktif (CBSA) bukanlah hal baru dalam teori pengajaran (proses belajar mengajar) sebab merupakan konsekuensi logis dari belajar mengajar disekolah. Hampir tidak terjadi adanya proses belajar mengajar tanpa adanya keaktifan belajar siswa.
   Optimalnya keaktifan belajar siswa dapat dikondisikan dari sudut siswa, guru, program belajar, situasi belajar, dan dari sudut sarana belajar. Dalam hal praktek atau tindakan mengajar, hendaknya diperhatikan prinsip belajar yang memungkinkan timbulnya kegiatan belajar siswa seoptimal mungkin. Prinsip tersebut antara lain: perhatian dan motivasi, stimulus belajar, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah
   Untuk mempermudah dalam pembahasan selanjutnya yakni tentang prinsip-prinsip umum dalam belajar, maka dari pemaparan diatas dapat disusun  rumusan masalah sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip umum apasaja yang mempengaruhi belajar?
2. Prinsip-prinsip belajar apasaja yang mendapat dukungan  para ahli psikologi modern?
3. Apasaja prinsip-prinsip psikologi dalam belajar?
4. Apasaja prinsip-prinsip umum yang harus dijadikan pegangan dalam proses belajar mengajar?





















BAB  II
PEMBAHASAN
1. PRINSIP-PRINSIP UMUM TENTANG BELAJAR
   Menurut pandangan awam, belajar adalah kegiatan seseorangyang tampak dalam wujud duduk didalam kelas, mendengarkan guru yang sedang menerangkan, menghafal sesuatu atau mengerjakan kembali apa yang telah diperolehnya disekolah. Tetapi, pandangan para ahli pendidikan tentang makna belajar lebih luas lagi, misalnya dengan adanya konsep long-live education, bahwa seluruh gerakan dan tempat hidup siswa merupakan kegiatan belajar.
   Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan juga perbedaan. Dari beberapa prinsip-prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relative berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motvasi, keaktivan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan atau penguatan, serta perbedaan individual.

1. Perhatian dan Motivasi
   Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya perhatian dan motivasi, hasil belajar siswa tidak akan optimal. Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan,diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tadak ada, maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.
   Disamping perhatian, motivasi mempunyai peranan pentingdalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil. Motivasi dapat merupakan alat dan tujuan dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam belajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktorseperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan hasil belajar siswa dalam bidangpengetahuan, nilai-nilai, dan  ketrampilan.
   Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap  penting dalam kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut atau berlaku didalam masyarakat.
   Sikap siswa, seperti halnya motif menimbulkan dan mengarahkan aktivitasnya. Siswa yang menyukai mate-matika dan terdorong untuk belajar lebih giat, demikian pula sebaliknya. Karenanya ada kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya.
   Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dan dapat juga bersifat eksternal, yakni dating dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi juga dapat dibedakan atas motif instrinsik dan motif ekstrinsik. Motif instrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran disekolah, karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Sebagai contoh, siswa belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya, melainkan didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.

2. Stimulus Belajar
   Pesan yang diterima siswa dari gurumelalui informasinya dalam bentuk stimulus. Stimulus tersebut dapat berupa verbal/bahasa, visual, taktik, dan lainnya. Stimulus hendaknya benar-benar mengkomunikasikan informasi atau pesan yan ingin disampaikan guru kepada siswa. Ada dua cara yang mungkin membantu siswa agar pesan tersebut mudah diterima. Cara pertama perlu adanya pengulangan sehingga membantu siswa dalam memperkuat pemahamannya. Cara kedua adalah siswa menyebutkan kembali pesan yang disampaikan guru kepadanya. Cara pertama dilakukan oleh guru sedangkan cara kedua menjadi tugas siswa melalui pertanyaan yang disampaikan oleh guru kepada siswa. Kedua cara tersebut pada hakikatnya adalah stimulus belajar yang diupayakan guru waktu ia mengajar.

3.  Keaktifan
   Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai keinginanatau kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain. Belajar mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakansiswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri sedangkan guru hanyalah sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewey 1926, dalam Davies, 1937:31).
   Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedarmenyimpannya saja tanpa mengadakan teransformasi (Gage and Berliner, 1984:267). Menurut teori ini anak memiliki sikap aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajar, anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan.
   Thorndike, mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hokum ‘’law of exercise’’-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachie berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan ‘’manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu sosial’’ (Mc Keachie, 1976:230 dari Gredler MEB terjemahan Munandir, 1991:105).
   Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan itu beraneka ragam benruknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih ketrampilan-ketrampilan dan lain sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengatahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lainnya.

4. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
   Belajar haruslah dilakukan oleh siswa sendiri, belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar yang baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam hal ini siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung, dalam perbuatan, dan bertanggungjawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik adalah terlibat langsung dalam pembuatan (direct performance), bukan sekedar melihat orang membuat tempe (demonstrating), apalagi sekedar mendengar seseorang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
   Pentingnya keterlibatan lansung dalam belajar, dikemukakan oleh John Dewey, dalam ‘’learning by doing’’-nya. Bekajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilikukan oleh seseorang yang aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
   Keterlibatan siswa didalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembenutukan sikap dan nilai, dan juga dalam saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan ketrampilan.

5.  Pengulangan
   Prinsip balajar yang menekankan perlunya penekanan barang kali yang paling tau adalah yang dikemukakan oleh teori psikologi daya. Menurut teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia, yang terdiri atas daya mengamati, menanggapi, mengingat, menghafal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan melakukan pengulangan, maka daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau, yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.
   Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori Psikologi Asosiasi atau koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal adalah Thorndike. Berangkat dari salah satu hokum belajarnya ‘’law of exercise’’, ia mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons besar. Seperti kata pepatah ‘’latihan membuat sempurna’’. Psikologi kondisioning yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari koneksionisme juga menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar. Menurut teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Mengajar adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang suatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
  Ketiga teori tersebur menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa, sedangkan yang kedua dan ketiga , pengulangan untuk membentuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan-kebiasaan. Walaupun kita tidak dapat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai  untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar masih diperlukan latihan,/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984:259).

6. Tantangan
   Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin, mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motivasi untuk mengatasi hambatan itu, yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Tujuan belajar telah tercapai apabila hanbatan itu telah diatasi, dengan demikian maka ia akan masuk kedalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar anak timbul motivasi yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi dalam dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bhan belajar yang baru, yang mengandung masalah yang perlu dipecahkan, membuat siswa tertantang untuk mengatasinya. Pelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar yang telah diolah secara tuntas oleh guru sehingga siswa tinggal menelan saja, tidak akan menarik minat siswa kerena tidak ada tantangan yang harus ditakhlukkan serta kurang menarik bagi siswa.
   Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri, juga memberi tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negative juga akan menantang siswa dan juga menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran, atau terhindar dari hokum yang tidak menyenangkan.

7. Balikan dan Penguatan
   Prinsip balikan yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F Skinner. Kalau pada teori Conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada Operant Conditioning yang diperkuat adalah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effect-nya Thorndike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh bagi usaha belajar selanjutnya. Nmun, dorongan belajar itu menurut B.F Skinner tidak saja oleh pengyatan yang menyenangkan, tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif maupun negative dapat memperkuat belajar (Gage and Berliner, 1982:272).
   Siswa belajar dengan sungguh-sungguh dan mendapat nilai yang baik dalam ujian. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik itu merupakan Operant Conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan, akan merasa takut tidak naik kelas, kerenanya, ia terdodong untuk lebih giat lagi agar naik kelas. Disini, nilai buruk dan takut tidak naik kelas juga mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi.. Inilah yang disebut dngan penguatan negative. Disini siswa mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatan negative juga disebut escape conditioning. Format sajian berupa Tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah belajar melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan berkelompok.

8. Pemakaian dan Pemindahan
   Pikiran manusia mempunyai kesanggupan menyimpan informasi yang tak terbatas jumlahnya. Dalam hal penyimpanan informasi yang tak terbatas ini penting sekali pengaturan dan penempatan informasi sehingga dapat digunakan kembali apabila diperlukan. Pengingatan kembali informasi yang telah diperoleh tersebut cenderung terjadi apabila digunakan dalam situasi yang serupa.Dengan kata lain, perlu adanya asosiasi.
   Belajar dengan memperluas pembentukan asosiasi dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memindahkan apa yang telah dipelajari kepada situasi lain yang serupa dimasa mendatang. Asosiasi dapat dibentuk melalui pembentukan bahan yang bermakna, berorientasi kepada pengetahuan yang dimiliki siswa, member contoh yang jelas, pemberi latihan yang teratur, pemecahan masalah yang serupa, melakukan dalam situasi yang menyenangkan. Siswa dihadapkan dalam situasi baru yang menuntut pemecahan melalui informasi yang telah dimilikinya.
   Prinsip-prinsip tersebut bukan hanya dapat diketehui, tetapi yang lebih penting dilaksanakan pada waktu mengajar, sehingga mendorong kegiatan belajar siswa seoptimal mungkin.

9. Perbedaan Individu
   Siswa merupakan individu yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis. Tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.
   Perbedaan individual ini berpengaruh padfa cara dan hasil belajar siswa. Perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan disekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual. Umumnya pelaksanaan pembelajaran dikelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
   Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan berbagai cara, antara lain penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi sehingga perbedaan-perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan membantu melayani perbedaan-perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang. Disamping itu dalam memberikan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil didalam pembelajaran. Sebagai unsur primer dan sekunder dalam pemealajaran, maka dengan sendirinya siswa dan guru terimplikasi adanya prinsip-prinsip belajar.
   Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung. Namun demikian, perlu disadari bahwa implementasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tidak semuanya terwujud dalam setiap proses pembelajaran.  
   Prinsip-prinsip belajar yang mendapat dukungan semua ahli psikologi modern ialah:
1.      Belajar selalu dimulai dengan suatu masalah dan berlangsung sebagai usaha untuk memecahkan masalah itu.
2.      Proses belajar selalu merupakan usaha untuk selalu memecahkan masalah secara sungguh-sungguh dengan menangkap atau memahami hubungan antara bagian-bagian masalah itu.
3.      Belajar itu berhasil bila disadari telah ditemukan clue  atau hubungan diantara unsure-unsur dalam masalah itu sehingga diperoleh insight atau wawasan. Wawasan dapat timbul dengan tiba-tiba, dapat pula secara berangsur-angsur atau dengan susah payah.
Sejauh ini setiap langkah dari tiap-tiap metode hanya merupakan suatu daya upaya. Dengan itu pengajar berusaha untuk menggunakan prinsip-prinsip psikologi itu, yang membantu untuk meningkatkan belajar. Supaya berhasil, tiap-tiap kegiatan pengajaran dalam pada itu harus merangkum enam pokok, yaitu:
1.      Motivasi siswa
2.      Memelihara perhatian sepenuhnya
3.      Memajukan kegiatan mental (berpikir)
4.      Menciptakan gambaran yang jelas dari bahan-bahan yang akan dipelajari
5.      Mengembangkan pengertian tentang arti, pertalian-pertaliannya, dan penerapan praktis dari bahan-bahan yang sedang disajikan
6.      Mengulang kelima langkah diatas sampai tujuan belajar itu tercapai.
Prinsip-prinsip umum yang harus dijadikan pegangan dalam melaksanakan proses belajar mengajar:
1.      Belajar-mengajar menurut esensinya mempunyai tujuan
2.      Dasar proses belajar-mengajar ialah sesuatuyang bersifat eksploratif serta menemukan, dan bukan merupakan pengulangan rutin.
3.      Hasil belajar-mengajar yang dicapai selalu memunculkan pemahaman atau pengertian, atau menimbulkan reaksi atau jawaban yang dapatdipahami dan masuk akal.
4.      Hasil belajar-mengajar itu tidak terikat pada situasi ditempat mencapainya, tetapi dapat juga digunakan didalam situasi yang lain.
5.      Proses belajar-mengajar selamanya merupakan proses pengalaman, yaitu proses interaksiindividu dengan lingkungannya.
6.      Hasil belajar-mengajar itu harus segera siap pakai, artinya pengetahuan dan ketrampilan dapat segera dalam situasi kehidupannya.
7.      Proses belajar-mengajar harus selamanya disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan individubyang sedang belajar.
8.      Kematangan belajar merupakan syarat bagi dimulainya mengajar.
9.      Agar terjadi proses belajar-mengajar yang baik hendaknya tujuan belajar mengajar dirumuskan secara spesifik.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
    Prinsip-prinsip umum dalam belajar merupakan dasar dalam upaya pembelajaran. Sebagai seorang calon pendidik, hendaknya kita mengetahui apasaja yang termasuk dalam prinsip-prinsip umum tentang belajar, sehingga kita mampu mengarahkan peserta didik memahami bagaimana belajar dapat berjalan secara efektif dan efisien, serta terciptanya suasana belajar yang kondusif, yang dapat mengoptimalkan belajar siswa.
























DAFTAR PUSTAKA


   Rusyan, Tabrani, Atang Kusdinar, dan Zainal Arifin.1989.Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.Bandung:CV Remadja Karya.
   Dimyati dan Mudjiono.2002.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:PT Asdi Mahasatya.
   Slameto.1987. BELAJAR dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.Jakarta:Rineka Cipta.
























MAKALAH
PRINSIP-PRINSIP UMUM TENTANG BELAJAR
Guna Memenuhi Tugas Teori Pembelajaran
Dosen pengampu SUSILO, M. Ag











DIUSUN OLEH :
1.GULMAN SYARIF        (144511036 )
2.VIVA AFIAH                   (14551012)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
STAIN SALATIGA
2025


No comments: