Masa Nabi Adam As.
Mungkin dua ayat inilah yang
tepat dijadikan sebagai landasan mengapa Qurban ada, serta disyariatkan hingga
sekarang dan dinilai sebagai ibadah, layaknya shalat dan puasa. Dari dua ayat
di atas juga, Allah ‘Azza wa Jalla secara jelas memerintahkan kepada para
hamba-Nya agar melaksankan ibadah kurban. Karena tujuan inti dari ibadah kurban
adalah mendekatkan diri kepada-Nya dan merupakan bentuk kepasrahan kita sebagai
hamba kepada sang khaliq Allah ‘Azza wa Jalla. Apabila kita kaji dari segi
bahasa, Qurban berasal dari kata Qaraba dengan isim mashdar Qurbanan
yang berarti dekat. Karena itu, tujuan dasar dari ibadah qurban
adalah mendekatkan diri kepada sang Khaliq (Taqarrub ilaallah).
Menurut riwayat sejarah yang
tidak diragukan lagi kebenarannya (Al-Qur’an), ibadah kurban pertama kali ada
dan dilaksankan adalah pada masa nabi Adam As. Yang dilakukan oleh kedua
putranya yakni Qabil dan Habil. Keturunan nabi Adam As. yang lahir selalu
kembar, diantaranya yakni Qabil dengan Iqlima dan Habil dengan Lubada. Maka
Allah memerintahkan kepada nabi Adam As. untuk menihkan anak-anaknya dengan
cara bersilang. Yakni Qabil akan dinikahkan dengan saudari kembar Habil
(lubada), begitupun sebaliknya. Namun karena Qabil keras kepala dan kurang taat
terhadap perintah ayahnya. Maka dia menolak perintah tersebut, dengan alasan
dia bersikukuh ingin dinikahkan dengan saudari kembarnya sendiri yakani Iqlima
yang lebih cantik dari Lubada. maka dengan bijak nabi adam memerintahkan mereka
berdua untuk melakukan upacara qurban. dengan ketentuan qurban yang diterima
maka dialah yang menang dengan kata lain akan dinikahkan dengan Iqlima. Qabil
dengan keterpaksaan yang ada, menyerahkan hasil berkebunnya berupa buah-buahan
dan sayur mayur. Sedangkan Habil dengan hati yang ikhlas dan penuh
kepasrahan menyerahkan seekor domba dari hasil mengembalanya. Setelah upacara
dilaksanakan, ternyata Allah lebih memilih seekor domba yang diberikan oleh
Habil dengan penuh rasa ikhlas dan kepasrahan. Dari sinilah mengapa makna
ibadah qurban adalah Taqarrub Ilallah.
Kisah Qabil dan Habil dijelaskan
Allah dalam Firman-Nya: “Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera
Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan
korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak
diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil); Aku pasti membunuhmu!”.
Berkata Habil; Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang
bertakwa.” (QS. al-Mai’dah : 27)
Masa Nabi ibrahim As.
Dan yang kedua adalah dari kisah
mulia nabi Ibrahim As. dan putranya nabi Ismail As. Dari beberapa riwayat
diceritakan, nabi Ibrahim As. adalah seorang kepala keluarga dan telah membina
bahtera rumah tangga begitu lama hingga menginjak masa tua. Bahtera rumah
tangga yang selalu dihiasi cinta kasih sayang bersama istrinya Siti Sarah.
Istri tercinta yang selalu dapat mengisi kekurangan dan kesepian yang mendera
dalam kehidupan. Namun ada suatu kendala begitu mendasar yang menjadikan
bahtera rumah tangga itu terasa kurang. Walaupun telah dihiasi dan ditaburi
dengan cinta kasih sayang yang tak terkira ukurannya. Dan kekurangan inilah
yang selalu diharapkan akan kedatangannya, yakni suara tangis buah hati
tercinta. Begitu lama nabi Ibrahim As. memimpikan mempunyai keturunan yang
kelak akan bisa meneruskan perjuangannya menyebarkan ajaran yang hanif. Begitu
lama nabi Ibrahim As. menanti kedatangan putra yang dinanti-nantikan, namun
Allah belum juga mengabulkan permintaan tersebut. Namun dengan kepasrahannya
nabi Ibrahim As. tetap sabar menghadapi cobaan itu. Dengan umur yang tidak bisa
dibilang muda lagi dan rambut yang sudah mulai memutih nabi Ibrahim As. tiada
henti-hentinya berdoa kepada Allah agar mendapatkan keturunan. “Ya Tuhanku,
anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) termasuk orang-orang yang saleh.”
(QS. as-Shaffat : 100)
Allah yang Maha Mengetahui dan
Pemurah akhirnya mengabulkan permintaan nabi Ibrahim As tersebut. Beliau
diberikan seorang keturunan berjenis kelamin laki-laki kemudian diberi nama
Ismail. Namun Ismail lahir bukan dari rahim Siti Sarah melainkan dari rahim
Siti Hajar istri kedua nabi Ibrahim As. yang juga merupakan budak beliau.
Dengan kedatangan buah hati tercinta ini beliau sangatlah berbahagia. Hampir
seluruh waktunya sehari-hari ia habiskan dengan Iismail. Segala bentuk kasih
sayang beliau luapkan terhadap Ismail, sebagai bukti bahwa nabi Ibrahim As.
sangat bersyukur atas kemurahan yang diberikan Allah kepadanya. Beliau mengajar
dan mendidik Ismail sampa berusia aqil baligh secara langsung, dengan harapan
suatu saat nanti Ismail dapat menggantikannya sebagai salah satu utusan Allah.
Hingga pada suatu saat datanglah suatu ujian kepada nabi ibrahim, ujian atas
kecintaan dan kasih sayangnya tersebut. Allah menguji beliau dengan cobaan yang
begitu berat yakni suatu perintah yang disampaikan melalui mimpi (ru’yah
shadiqah).
Ujian yang seakan meremukkan
hatinya. Ujian yang begitu memilukan jiwa dan pikirannya. Mungkin beliau akan
lebih memilih ditimpa dengan seribu gunung dari pada harus melaksanakan
perintah suci ini. Yaitu perintah untuk menyembelih Ismail putra tunggal
beliau. Seorang putra yang telah ditunggu-tunggu kedatangannya. Seorang putra
yang mengisi segala hidup, menjadi inspirasi dan kekuatan beliau dalam
berdakwah dalam menyampaikan ajaran yang hanif. Namun secara tiba-tiba Allah
menyuruh beliau untuk menyembelihnya, dengan datangnya tanda-tanda perintah
menyembelih ismail lewat mimpi itu sebanyak tiga kali. Ini seperti suatu
tindakan yang mustahil beliau lakukan. Bagaimana mungkin beliau akan
menyembelih buah hatinya, buah cinta kasih sayangnya, yang beliau impi-impikan
begitu lama. Bagaimana mungkin seorang ayah tega membunuh putra terkasihnya,
putra yang akan menggantikan tugas mulia dari seorang utusan Allah.
Namun dengan segala kecintaan,
kepasrahan dan ketaqwaannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla nabi ibrahim begitu
yakin akan melaksanakan perintah tersebut. Dengan berat hati beliau sampaikan
perintah tersebut kepada ismail putra tersayangnya. Seperti yang diceritakan
Allah dalam firman-Nya.
“Maka tatkala anak itu
sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata;
“Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.
Maka fikirkanlah apa pendapatmu!, Ia menjawab; “Wahai bapakku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar.” (QS. as-Shaffat : 102).
Dengan persiapan yang begitu
matang, baik tempat dan pisau yang sudah diasah begitu tajam. Maka nabi
ibrahim, siti hajar dan ismail sudah siap untuk melaksanakan tugas suci dari
Allah ini. Namun sebelum tugas dilaksanakan, Syaitan Laknatullah mengetahui
perihal tersebut dan mengganggu mereka supaya membatalkan perintah yang begitu
berat itu. Dengan segala cara syaitan mulai membujuk mereka bertiga, tapi
dengan segala keyakinan mereka tidak terbujuk sama sekali. Malah sebaliknya
nabi ibrahim bersama siti hajar dan ismail melempari syaitan tersebut dengan
batu, yang menjadi tradisi melempar jumrah dalam ibadah haji hingga saat ini.
Ketika pisau sudah didepan
tenggorakan dan siap menembus kerongkongan memutus pipa kehidupan, denga
memjamkan mata dan menyebut nama Allah nabi ibrahim siap mengayunkan pisau
memutus tenggorokan dari asal kodratnya. Namun ketika pisau telah menembus
dinding kerongkongan yang dapat dirasakan oleh nabi ibrahim, beliau sedikit
heran. Dengan ismail yang tidak mengeluarkan suara sama sekali, dan ketika
beliau meulai membuka mata. Sekali lagi keajaiban terjadi, sebelum nabi ibrahim
memutus tenggorokan ismail jadi dua, Allah mengantinya dengan seekor kambing
besar. Hal ini yang membuat nabi ibrahim lebih cinta dan bertaqwa kepada sang
penguasa jagad raya Allah ‘Azza wa Jalla.
Indahnya Ibadah dalam Qurban
Dengan sekelumit cerita diatas
yang mengajarkan kepada kita bahwa makna berkurban adalah suatu ibadah untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Maka mari kita sebagai seorang yang mampu untuk
dapat berkurban. Mari kita tumbuhkan semangat berkurban di tengah bencana yang
melanda negeri tercinta. Mari kita tumbuhkan rasa solidaritasa terhadap sesama
yang membutuhkan. Mari kita jadikan berkurban sebagai sarana ibadah mendekatkan
diri kepada sang khaliq dan ibadah kepada sesama saudara kita yang membutuhkan
bantuan. Begitu mulia ibadah berkurban yang dalam pelaksanaanya mengandung dua
jenis ibadah sekaligus, hablu minallahi wa hablu minan nasi.
No comments:
Post a Comment