Showing posts with label makala agama. Show all posts
Showing posts with label makala agama. Show all posts

Makalah Dasar Ilmu Tafsir Dalam Al Qur'an



                BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat islam yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Ia berfungsi untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Ia juga menjadi tempat pengaduan dan pencurahan hati bagi yang membacanya. Al-Qur’an bagaikan samudra yang tidak pernah kering airnya, gelombangnya tidak pernah reda, kekayaan dan khasanah yang dikandungnya tidak pernah habis, dapat dilayari dan selami dengan berbagai cara, dan memberikan manfaat dan dampak luar biasa bagi kehiduan manusia.
 Wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW adalah Q.S Al-Alaq ayat 1-5 yang pada intinya umat islam di anjurkan untuk membaca atau menuntut ilmu. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sebab-sebab turunya Q.S Al-Alaq ayat 1-5 serta keterkaitan dengan Q.S At-Taubah ayat 122 dan Q.S Ali Imran ayat 190-191 yang mengandung pentingnya menuntut ilmu dan pendidikan bagi umat Islam. Di zaman milenial ini, ilmu pengetahuan semakin mudah untuk di jangkau dengan adanya perkembangan globalisasi. Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa untuk menuntut ilmu dengan ajaran-ajaran di dalam Al Qur’anul karim.

B.     Rumusan  Masalah
1.      Apa asbabun nuzul dari Q.S Al-Alaq : 1-5, Q.S At-Taubah : 122 dan Ali Imran : 190-191?
2.      Bagaimana penafsiran dari Q.S Al-Alaq : 1-5, Q.S At-Taubah : 122 dan Ali Imran : 190-191?
3.      Apa isi kandungan dalam Q.S Al-Alaq : 1-5, Q.S At-Taubah : 122 dan Ali Imran : 190-191?

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Q.S Al-‘Alaq ayat 1-5
      A.    Asbabun Nuzul Q.S Al-Alaq ayat 1-5
Dalam hadist yang di riwayatkan oleh aisyah r.a, ia berkata bahwa permulaan wahyu yang diturunkan kepada rasulullah saw adalah mimpi yang baik pada waktu tidur. Biasanya mimpi yang dilihat itu jelas, sebagaimana cuaca di pagi hari.Kemudian, timbulah pada diri beliau pergi ke Gua Hira untuk berkhalwat.Beliau melakukannya beberapa hari. Khadijah sang istri beliau menyediakan beberapa perbekalan untuk beliau selama di Gua Hira.
Pada suatu ketika, datanglah malaikat jibril kepada beliau, malaikat itu berkata, “iqra’ (bacalah)!”Beliau menjawab “aku tidak pandai membaca.”Malaikat itu mendekap beliau sehingga beliau merasa kepayahan.Kemudian malaikat itu kembali berkata. “bacalah!” beliau menjawab lagi “aku tidak bisa membaca.” Setelah tiga kali beliau menjawab seperti itu, malaikat membacakan surat al-alaq 1-5.
Setelah selesai membacakan kelima ayat tersebut, malaikat jibril pun menghilang.Tinggal lah beliau seorang diri dengan perasaan takut.Beliau langsung segera pulang menemui istrinya, yakni khadijah.
Beliau terlihat gugup sambil berkata, “zammiluni, zammiluni (selimuti aku, selimuti aku).” Setelah hilang rasa takut dan dinginnya, khadijah meminta beliau untuk menjelaskan kejadian yang rasulullah saw alami. Setelah mendengar kisah yang dialami beliau, khadijah berkata kepada rasulullah saw, “demi allah, allah tidak akan mengecewakanmu selama-lamanya. Engkau adalah orang yang suka menghubungkan kasih sayang dan memikul yang berat.
Khadijah segera mengajak rasulullah untuk menemui waraqah bin naufal, paman khadijah. Dia adalah salah satu seorang pendeta nasrani yang sangat paham dengan kitab injil. Setelah bertemu dengannya, khadijah meminta rasulullah saw untuk menjelaskan kejadian yang sudah dialaminya tadi malam.
Setelah  rasulullah saw, selesai menjelaskan pengalamannya tadi malam, waraqah berkata, “inilah sebuah utusan, sebagaimana allahswt pernah mengutus nabi musa a.s. semoga aku masih dikarunia hidup sampai saatnya engkau di usir dari kaummu.” Rasulullah saw pun bertanya, “apakah mereka akan mengusir aku?” waraqah menjawab, “benar! Belum pernah ada seorang nabi yang diberikan sebuah wahyu seperti engkau, yang tidak dimusuhi orang.Apabila aku masih mendapati engkau, pasti aku kan menolong engkau sekuat-kuatnya.” (HR. Al-Bukhari, Bada’ ul Wahyi No.30) [1]

      B.     Ayat danTerjemahan Q.S Al-‘Alaq ayat 1-5
اِقْرَأْبِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ (1) خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اِقرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُ (3) الَّذِيْ عَلَمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ (5)

Artinya: “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (1) Dia-lah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah (3) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (4) Dia mengajar kepada manusia apa yanga tidak diketahuinya (5). (Q.S Al-Alaq:1-5)
                            









      C.    Penafsiran Q.S Al-‘Alaq ayat 1-5
·         Tafsir ayat 1
Bacalah al-Qur’an yang telah diturunkan kepadamu dan awalilah dengan menyebut nama Tuhanmu yang sendirian dalam menciptakan makhluk. Karena, dengan membaca, ilmu pengetahuan akan diperoleh dan Tuhan akan disembah. Dan dengan menyebut nama Allah, niscaya keberkahan, kemenangan, dan petunjuk akan didapatkan.
·         Tafsir ayat 2
Dia-lah yang telah menciptakan manusia dari setetes darah yang menggumpal, melengkapinya dengan pendengaran dan penglihatan, dan kemudian meniupkan roh dan kehidupan kepadanya setelah melalui beberapa tahapan penciptaan.
·         Tafsir ayat 3
Bacalah apa yang telah diturunkan oleh Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Diaakan membukakan pikiranmu apabila kamu mau membaca. Dan akan memberimu pemahaman apabila kamu belajar.
·         Tafsir ayat 4
Dialah Tuhan Yang mengajarkan cara menulis dengan pena kepada seluruh umat manusia, sehingga mereka bisa mencatat, menyimpan, dan menukil semua ilmu pengetahuan dan berita. Ketahuilah, sesungguhnya yang bentuknya kecil itu mempunyai manfaat yang sangat besar dan mulia.
·         Tafsir ayat 5
Dia mengajarkan kepada manusia apa saja yang tidak mereka ketahui sebelumnya, lalu Dia mengangkat mereka dari gelapnya kebodohan kepada cahaya ilmu pengetahuan, dari jurang kelalaian ke langit kesadaran. Singkatnya, dengan ilmu semua keutamaan akan bisa diperoleh.[2]



2.      Q.S At-Taubah ayat 122
      A.    Asbabun Nuzul Q.S At-Taubah ayat 122
Allah menjelaskan dalam surat at taubah ayat 122 ini bahwa pada waktu itu ada orang-orang yang tidak berangkat kemedan perang. Mereka tidak berangkat perang karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya di daerah badui (pedalaman).Melihat kejadian itu, orang-orang munafik berkomentar, “sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu.”
Kemudian turunlah surat ini (at-taubah ayat 122) yang menjawab komentar orang-orang munafik tersebut. “tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).”(Q.S at-taubah 122)[3]

      B.     Ayat  dan Terjemahan Q.S At-Taubah ayat 122
 وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْاكَآفَّةًۗ ۗ فَلَوْلاَنَفَرَمِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآ عِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَارَجَعُوْآ اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ (122)
                                  
Artinya :”Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menajaga dirinya.(Q.S At-Taubah:122)
      C.    Penafsiran Q.S At-Taubah ayat 122
Orang-orang beriman tidak wajib pergi semua untuk berjihad atau menuntut ilmu, dan meninggalkan negeri mereka kosong. Tapi, harus ada yang tetap tinggal di sana dan satu kelompok lagi yang keluar menuntut ilmu yang bermanfaat, Apabila mereka kembali ke kampung halaman mereka, mereka harus mengajarkan ilmunya kepada kaumnya yang tidak ikut menuntut ilmu, memberikan pemahaman kepada mereka tentang agama Allah SWT, memperingatkan mereka akan bahaya maksiat dan pelanggaran perintah-Nya SWT supaya mereka bertaqwa kepada Rabb mereka dengan mengamalkan Kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya yang ikhlas lagi jujur dan orang-orang yang ikhlas itu adalah orang yang memperbaiki amalnya sesuai dengan apa yang disyariatkan Allah.[4]
3.      Q.S Ali Imran ayat 190-191
      A.    Asbabun Nuzul Q.S Ali Imran ayat 190-191
Diawali oleh kedatangan orang-orang quraisy ke kaum yahudi. Kemudian mereka para kaum quraisy bertanya mengenai bukti-bukti kebenaran yang dibawa nabi musa dan bukti-bukti kebenaran yang dibawa nasi isa. Kaum yahudi pun menjawab bahwa tangan dan tongkat nabi musa mampu bersinar putih, sedangkan nabi isa mampu menyembuhkan mata buta, penyakit sopak, serta mampu menghidupkan orang yang sudah mati.
Kemudian orang-orang quraisy mendatangi rasulullah saw seraya berkata “mintalah dari tuhanmu agar bukit safa itu menjadi emas untuk kami” lantas rasulullah berdoa dan turunlah surat ali-imran ayat 190-191.[5]
                                           
      B.     Ayat dan Terjemahan Q.S Ali Imran ayat 190
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لّاِولِي الْآلْبَابِ (190)

Artinya :”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta perubahan malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Q.S Ali Imran :190)
      
      C.    Penafsiran Q.S Ali Imran ayat 190
Dalam kitab tafsir karya Fakhr Razi, Qurtubi dan Maraqi dikutip bahwa suatu ketika Aisyah ditanya tentang apa kenangan terbaik yang ia ingat tentang Nabi SAW. Dia menjawab bahwa segala tindakan Nabi SAW adalah mengagumkan. Namun, yang paling mengesankan dari semua itu adalah suatu malam ketika Nabi SAW tengah beristirahat di rumah Aisyah. Sebelum istirahat, tiba-tiba ia berdiri dan mengenakan pakaian-Nya, berwudhu, dan mulai shalat. Dia mencucurkan air mata begitu banyak sehingga bagian depan bajunya basah. Setelah itu, ia bersujud. Ketika tersungkur dalam sujudnya, ia menangis begitu rupa sehingga tanah menjadi basah.Keesokan Harinya, ketika Bilal datang dan bertanya kepadanya tentang banyak menangis, Nabi SAW berkata, “Tadi malam beberapa ayat diwahyukan kepadaku (ayat 190 samapai 194 dari surah Ali Imran).” Kemudian beliau menambahkan, “Celakalah mereka yang membaca ayat-ayat itu dan tidak merenunginya.”
Sekali lagi, dalam kitab tafsir karya Fakhr Razi, diriwayatkan sebuah hadist dari Sayyidina Ali a.s yang berkata, “Rasulullah SAW biasa membaca ayat-ayat ini sebelum shalat-shalat malamnya.”
Dalam hadist yang lain, kita juga diseru untuk membaca ayat-ayat suci ini.
Diriwayatkan dari salah satu sahabat Imam Ali yang bernama Nuf Bakali yang berkata, “suatu hari ia sedang bersama Sayyidina Ali as. Sayyidina Ali bangun dari tempat tidur dan membaca ayat-ayat ini. Lantas Imam bertanya kepadanya apakah ia terjaga atau tertidur. Lantas Sayyidina Ali berkata, “Terberkatilah orang-orang yang tidak menerima noda-noda dunia.”
     
     D.   Ayat dan terjemahan Q.S Ali Imran ayat 191
الَّذِ يْنَ يَذْ كُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلَي جُنُوبِهِمْ  وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْاَرْضِ ۚ رَبَّنَامَا خَلَقْتَ هَاذَا بَاطِلاًۚ ۚ سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)

Artinya :”Barangsiapa mengingat Allah ketika berdiri, duduk, dan berbaring, serta merenungi penciptaan langit dan bumi, (sambil berkata dengan sungguh-sungguh), “Wahai Tuhan kami ! Tidaklah Kau ciptakan (semua) ini dengan sia-sia! Maha Agung Engkau! Selamatkanlah kami dari siksa api neraka.” (Q.S Ali Imran:191)




      E.     Penafsiran Q.S Ali Imran ayat 191
Mengingat Allah (dzikir) dalam segala kondisi manusia merupakan tanda kebijakan.
Barangsiapa mengingat Allah ketika berdiri, duduk, dan berbaring ...
Para pemilik pengetahuan adalah mereka yang mengingat Allah dan merenung. Al-Qur’an memperkenalkan mereka sebagai berikut.
Barangsiapa mengingat Allah ketika berdiri, duduk dan berbaring, serta merenungi ...
Keimanan lebih berharga ketika didasarkan pada kepandaian dan kebijakan. Dikatakan sebagai berikut.... dan merenungi penciptaan langit dan bumi ...
Kita harus mengetahui fakta bahwa semakin jauh jarak kita dari tujuan-tujuan mulia, semakin dekatlah kita kepada neraka, dan kita harus kembali menempuh jarak itu lagi. Dunia penciptaan ini tidak dihadirkan dengan sia-sia walaupun kita tidak menyadari semua rahasianya.
... Wahai Tuhan kami! Tidaklah Kau ciptakan (semua) ini dengan sia-sia! Maha Agung Engkau! Selamatkanlah kami dari siksa api neraka.[6]














BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang abadi. Al-Qur’an mengajarkan bagaimana pentingnya membaca dan menuntut ilmu. Untuk itu diturunkanlah ayat-ayat yang mengharuskan untuk menuntut ilmu khususnya ilmu agama. Di sinilah letak urgensi perangkat ilmu tafsir. Salah satunya surah Al-Alaq ayat 1-5, surah At-taubah ayat 122 dan surah Ali Imran ayat190-191.
Dalam Q.S Al-Alaq 1-5 terdapat hadist yang diriwayatkan oleh aisyah r.a, ia berkata bahwa permulaan wahyu yang diturunkan kepada rasulullah saw adalah mimpi yang baik pada waktu tidur. Biasanya mimpi yang dilihat itu jelas, sebagaimana cuaca di pagi hari. Kemudian, timbullah pada diri beliau pergi ke Gua Hira untuk berkhalwat. Beliau melakukannya beberapa hari. Khadijah sang istri beliau menyediakan beberapa perbekalan untuk beliau selama di Gua Hira.
Dalam Q.S At-Taubah Allah menjelaskan dalam surat At Taubah ayat 122 ini bahwa pada waktu itu ada orang-orang yang tidak berangkat kemedan perang. Mereka tidak berangkat perang karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya di daerah badui (pedalaman). Melihat kejadian itu, orang-orang munafik berkomentar, “sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu.”
Dalam Q.S Ali Imran diawali oleh kedatangan orang-orang quraisy ke kaum yahudi. Kemudian mereka para kaum quraisy bertanya mengenai bukti-bukti kebenaran yang dibawa nabi musa dan bukti-bukti kebenaran yang dibawa nabi isa. Kaum yahudi pun menjawab bahwa tangan dan tongkat nabi musa mampu bersinar putih, sedangkan nabi isa mampu menyembuhkan mata buta, penyakit sopak, serta mampu menghidupkan orang yang sudah mati.



B.     Saran
Kami menyadari di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, hal ini dikarenakan kurangnya referensi dan keterbatasan pemakalah.Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah berharap kritik dan saran yang bisa menjadi perbaikan makalah selanjutnya.


















Daftar Pustaka

Al-qarni, ‘Aidh. 2007. Tafsir Muyassar. Jakarta: Qisthi Press.
Imani, Allamah Kamal Faqih. 2006. Tafsir Nurul Qur’an. Jakarta: Al-huda
http://fimadani.com/surah-al-alaq-1-5.

https://www.dutaislam.com/2018/03/asbabunnuzul-surah-at-taubah-  ayat-122-keharusan-menuntut-ilmu.html.

https://brainly.co.id/tugas/7169508.
                                     
                             



[1] http://fimadani.com/surah-al-alaq-1-5  (diakses 27 april).
[2] Al-Qarni,’Aidh. Tafsir Muyassar, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), hal.633
[3] https://www.dutaislam.com/2018/03/asbabunnuzul-surah-at-taubah-ayat-122-keharusan-menuntut-ilmu.html (diakses 27 april).
[4] Al-Qarni,’Aidh. Tafsir Muyassar, (Jakarta: Qisthi Press, 2007) hal.165
[5] https://brainly.co.id/tugas/7169508 (diakses 27 april).
[6] Imani,Allamah Kamal Faqih. Tafsir Nurul Qur’an (Jakarta: Al-Huda, 2006). hal.449-452

Makalah Agama : Qona'ah dan Tasamuh



BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG MASALAH

         Manusia sering kali lupa atas nikmat yang Allah berikan, karena kebanyakan manusia melupakan dan selalu merasa kurang atas apa yang ia miliki, sehingga ia selalu diliputi perasaan iri dan dengki atas nikmat yang orang lain dapatkan, dan menjadikan kehidupannya tidak tenang. Hal ini merupakan kecenderungan manusia yang selalu tidak akan merasa puas dengan apa yang ia miliki. Padahal jika kita mau mensyukuri apa yang ada pada diri kita, terlebih lagi memahami bahwa semua yang ada di dunia ini hanyalah titipan dan cobaan
         Nabi Muhammad SAW  telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus bersikap terhadap harta, yaitu menyikapi harta dengan sikap qana’ah (kepuasan dan kerelaan). Sikap qana’ah ini harus dimiliki oleh orang yang kaya maupun orang yang miskin adapun wujud qana’ah yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa yang dimiliki manusia, tidak iri melihat apa yang ada di tangan orang lain dan tidak rakus mencari harta benda dengan menghalalkan segala cara
         Sebagai manusia kita memang mempunyai banyak kebutuhan, baik kebutuhan materiil maupun imateril, namun kita perlu menyadari bahwa harta bukanlah segala-galanya dalam kehidupan dunia yang sementara ini.

B.        RUMUSAN MASALAH

a.       Apa pengertian Qana’ah ?
b.      Apa Dasar Hukum Qana’ah ?
c.       Bagaimana sikap Qana’ah ?
d.      Apa hikmah Qana’ah ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN QANA’AH

         Qana’ah menurut bahasa adalah merasa cukup atau rela, sedangkan menurut istilah ialah  sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang.
         Rasulullah mengajarkan kita untuk ridha dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, baik itu berupa nikmat kesehatan, keamanan, maupun kebutuhan harian.[1] Qona’ah adalah gudang yang tidak akan habis. Sebab, Qona’ah adalah kekayaan jiwa. Dan kekayaan jiwa lebih tinggi dan lebih mulia dari kekayaan harta. Kekayaan jiwa melahirkan sikap menjaga kehormatan diri dan menjaga kemuliaan diri, sedangkan kekayaan harta dan tamak pada harta melahirkan kehinaan diri.[2]
         Di antara sebab yang membuat hidup tidak tentram adalah terperdayanya diri oleh kecintaan kepada harta dan dunia. Orang yang diperdaya harta akan senantiasa merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya. Akibatnya,dalam apa yang dirinya lahir sikap-sikap yang mencerminkan bahwa ia sangat jauh dari rasa syukur kepada Allah, Sang Maha Pemberi Rezeki itu sendiri. Ia justru merasa kenikmatan yang dia peroleh adalah murni semata hasil keringatnya, tak ada kesertaan Allah. Orang-orang yang terlalu mencintai kenikmatan dunia akan selalu terdorong untuk memburu segala keinginannya meski harus menggunakan segala cara seperti kelicikan, bohong, mengurangi timbangan dan sebaginya. Ia juga tidak pernah menyadari, sesungguhnya harta hanyalah ujian sebagaimana firman Allah ;
         Artinya ;"Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya ni'mat dari Kami ia berkata:"Sesungguhnya aku diberi ni'mat itu hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui" (Q.S Azumar; 49)



B.     DASAR HUKUM QANA’AH

a.       Al Qur’an
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Al Baqarah : 155 )[3]

b.      Hadis
عن ابى هرىرة رضى الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ليس الغنى عن كثرة العرض ولكن الغنى غنى النفس.(متفق عليه)      
Dari Abu Hurairah R.A berkata, Nabi SAW bersabda: bukannya kekayaan itu karena banyaknya harta dan benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan hati. (Muttafaqun Alaih)

عن عبد الله ابن عمرو رضى الله عنهما : ان رسول الله صلى الله عليه و سلم. قال: قد افلح من اسلم  ورزق  كفافا  وقنعه  الله  بما اتاه. (رواه مسلم)    
Dari Abdillah bin Amr sesungguhnya Rasulullah saw bersabda; sungguh beruntung orang yang masuk islam dan rizkinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang pemberian Allah. (HR Muslim)
C.    SIKAP QANA’AH

         Sudah dijelaskan bahwa qona’ah merupakan sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Meski demikian, orang-orang yang memiliki sikap Qana'ah tidak berarti fatalis dan menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar. Orang-orang hidup Qana'ah bisa saja memiliki harta yang sangat banyak, namun bukan untuk menumpuk kekayaan. Kekayaan dan dunia yang dimilikinya, dibatasi dengan rambu-rambu Allah SWT. Dengan demikian, apa pun yang dimilikinya tak pernah melalaikannya dari mengingat Sang Maha Pemberi Rezeki. Sebaliknya, kenikmatan yang ia dapatkan justru menambah sikap qana'ahnya dan mempertebal rasa syukurnya.
         Adapun contoh bersikap qana’ah dalam kehidupan, diantaranya :
.   Selalu ikhlas menerima kenyataan hidup meskipun dengan keadaan yang sederhana.
.    Tidak banyak berangan- angan dan berharap ynag melebihi batas kemampuan dan batas yg ada.
.    Selalu berusah dan bekerja untuk  memperbaiki nasib kehidupan pada masa yang akan datang.
.    Selalu berserah diri kepada Alloh SWT, baik dalam kehidupan lapang maupun sempit.
.    Tidak bersikap iri apalagi hasud kepada nikmat Alloh yang diterima oleh orang lain.
.    Berprasangka baik atas keputusan dan takdir Alloh
.    Menjauhkan diri dari sifat tamak, serakah, prasangka kurang baik .
.    Jika hasil yg diperoleh tidak sesuai  dengan yg diharapkan tidak mudah kecewa dan putus asa.
.   Dapat hidup sesuai dengan kebutuhan.
. Optimis tidak pesimis dan tidak putus asa dan Tidak berlebihan arahnya membelanjakan harta sesuai dengan kebutuhan.
. Selalu yakin bahwa apa yang didapatnya dan yang ada pada dirinya merupakan anugerah dari Allah SWT.[4]

           Perbuatan Qana’ah yang dapat kita lakukan misalnya puas terhadap apa yang kita miliki saat ini, Maka hendaklah dalam masalah keduniaan kita melihat orang yang di bawah kita, dan dalam masalah kehidupan akhirat kita melihat orang yang di atas kita. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan Rasulullah dalam sebuah hadis:
عن ابى هريرة رضى الله عنه : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم. انظروا الى من اسفل منكم, ولا تنظروا الى من هو فوقكم فهو اجدر ان لا تزدروا نعمة الله عليكم. (متفق عليه)                      
Artinya; “Lihatlah orang yang di bawah kalian dan janganlah melihat orang di atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian agar kalian tidak memandang hina nikmat Allah yang dilimpahkan kepada kalian.” (Muttafaqun Alaih)
   Ketika berusaha mencari dunia, orang-orang Qana'ah menyikapinya sebagai ibadah yang mulia di hadapan Allah yang Maha kuasa, sehingga ia tidak berani berbuat licik, berbohong dan mengurangi timbangan. Ia yakin tanpa menghalalkan segala cara apapun, ia tetap mendapatkan rizki yang dijanjikan Allah. Ia menyadari akhir rizki yang dicarinya tidak akan melebihi tiga hal; menjadi kotoran, barang usang atau bernilai pahala di hadapan Allah.[5]
           Bila kita mampu merenungi dan mengamalkan makna dan pentingnya qona’ah maka kita akan memperoleh ketenangan dan ketenteraman hidup. Dan hendaknya diketahui bahwa harta itu akan ditinggalkan untuk ahli waris.[6]
D.    HIKMAH QANA’AH

         Tidak diragukan lagi bahwa  qona’ah dapat menenteramkan jiwa manusia dan merupakan faktor kebahagiaan dalam kehidupan karena seorang hamba yang qona’ah dan menerima apa yang dipilihkan Alah untuknya, dia tahu bahwa apa yang dipilihkan Allah untuknya adalah yang terbaik baginya di segala macam keadaan.[7] 
Sikap qona’ah membebaskan pelakunya dari kecemasan dan memberinya kenyamanan psikologis ketika bergaul dengan manusia. Dzunnun al-Mashri mengatakan: “Barangsiapa bersikap qona’ah maka ia bisa merasa nyaman di tengah manusia-manusia sesamanya.
         Sebaliknya, ketiadaan qona’ah dalam hidup akan menyeret pelakunya pada penuhanan materi sehingga kebebasannya terampas karena kerakusan dalam mencari harta duniawi yang memaksanya berbuat apapun untuk mendapatkan harta.[8]
  









TASAMUH
                Dalam bahasa Arab arti tasamuh adalah "sama-sama berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf." Dalam pengertian istilah umum, tasamuh adalah "sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam."
                Menurut bahasa berarti tenggang rasa, sedangkan menurut istilah Tasamuh berarti menghargai sesama. Ada yang bilang maksud dari Tasamuh/toleransi adalah bersikap menerima dan damai terhadap keadaan yang dihadapi, misalnya toleransi dalam agama, maksudnya antar agama saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing tidak saling menganggu.
                Dan ada juga yang bilang bahwa Tasamuh atau toleransi adalah sikap menghormati orang lain untuk melaksanakan hak-haknya. Kita tidak boloeh memandang rendah suku bangsa, agama, atau kebudayaan daerah lain, apalagi bersikap menghina, membenci, atau memusuhinya.
                Selain itu makna tasamuh juga dapat diartikan sabar menghadapi keyakinan-keyakinan orang lain, pendapat-pendapat mereka dan amal-amal mereka walaupun bertentangan dengan keyakinan dan batil menurut pandangan, dan tidak boleh menyerang dan mencela dengan celaan yang membuat orang tersebut sakit dan tersiksa perasaannya. Asas ini terkandung dalam banyak ayat Al-Qur'an diantaranya:
                "Dan janganlah kalian mencela orang-orang yang berdo'a kepada selain Allah, yang menyebabkan mereka mencela Allah dengan permusuhan dengan tanpa ilmu. Demikianlah Kami menghiasi untuk setiap umat amalan mereka, lalu Dia mengabarkan kepada apa yang mereka lakukan". (QS.Al-An'am:108)

BAB III
PENUTUP

o   KESIMPULAN

                  Jadi yang dimaksud dengan qana’ah adalah sikap sikap merasa cukup dan menerima apa yang  telah diberikan Alloh kepada kita, dan sikap merasa cukup ini dapat menjadi tonggak utama dari pada manusia untuk terus bersyukur kepada Alloh SWT.
         Dengan begitu manusia akan senantiasa bertawakal kepada Allah karena sikap tawakkal sendiri yaitu menjadikan Allah sebagai satu-satunya sandaran hidup, atau sikap pasrah akan segala hal yang dihadapi manusia dalam setiap urusan dunia. Dengan begitu manusia akan senantiasa bersikap sabar dalam menjalani hidup, taat kepada allah dan menghadapi musibah sehingga dalam hidupnya akan senantiasa mendapat ketentraman, kedamaian dan kemuliaan.
                Sedang Yang dimaksud Tasamuh Dalam bahasa Arab arti tasamuh adalah "sama-sama berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf." Dalam pengertian istilah umum, tasamuh adalah "sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam."
                Menurut bahasa berarti tenggang rasa, sedangkan menurut istilah Tasamuh berarti menghargai sesama. Ada yang bilang maksud dari Tasamuh/toleransi adalah bersikap menerima dan damai terhadap keadaan yang dihadapi, misalnya toleransi dalam agama, maksudnya antar agama saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing tidak saling menganggu.






DAFTAR PUSTAKA


[1] Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, Menyucikan JIwa, ( Jakarta: Gema Insani, 2005). Hlm. 242
[2] Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, Menyucikan JIwa, ( Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 244
[3]  Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid I, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 231
[4] Fernanda Gilsa R, “Qona’ah”, http://fernandaicha.blogspot.com/2011/02/qanaah.html, Selasa, 28 Mei 2013 Pukul 10:52 WIB
[5]Heme Adawea, “Sifat Qona’ah”, http://al-adawea.blogspot.com/2011/04/makalah-sifat-qonaah.html, Selasa, 28 Mei 2013, Pukul 11:25 WIB
[6] Saayid Bakri al Makki, Merambah Jalan Sufi Menuju Surga Ilahi, ( Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1996), hlm. 27
[7] Said bin Musfir al-Qathani, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, (Jakarta:Darul Falah, 2006), hlm. 509
[8]  Muhammad Fauzi Hajjaj,  Tasawuf Islam dan akhlak, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 339